Tharadie|1303word
Hari berlalu dengan cepat. Setelah mempersiapkan barang, Thollie segera menuju lokasi pesawat itu. Seharusnya pesawat tak of pukul sepuluh. Namun, pukul delapan ini sudah banyak yang menunggu. Mereka berkenalan satu sama lain. Thollie hanya duduk mengamati.
Dibalik kesibukan orang-orang, Thollie cemberut. Sudah pukul sembilan lebih empat puluh tujuh namun Abbas belum muncul. Hingga pukul sembilan tiba, belum ada tanda-tanda kedatangan Abbas.
Ketika pukul sembilan tepat, suasana yang tadinya riuh menghening. Pintu pada pesawat terbuka sendiri. Kemudian muncul suara dari dalam pesawat. 'Kami telah menanti kalian selama beberapa waktu, terimakasih sudah hadir. Silahkan masuk dan duduk dengan tenang.'
Mereka berurutan masuk pesawat. Thollie merasa, pesawat ini tidak mentolerir keterlambatan. Ia sengaja berada di antrian paling akhir. Bagaimanapun, ia harus mengulur waktu untuk Abbas.
Ketika gilirannya, ia berjalan lambat. Berpikir bagaimana cara menunda keberangkatan. Namun tak ada cara. Ia menghela nafas dan duduk di salah satu bangku.
Mengamati pintu yang akan tertutup, ia melihat siluet lelaki yang buru-buru masuk. Melihat itu adalah sosok familiar yang ditunggunya, ia menghela lega.
Abbas duduk di samping Thollie. Ia menyengir bodoh. Thollie hanya memutar bola matanya.
“Lain kali kalo mau terlambat jangan nanggung-nanggung.” ucap Thollie
“Oke deh, boleh dicoba.”
Thollie mendengus lagi. Abbas benar-benar berkulit tebal. Ia hendak membalas Abbas namun terhenti ketika suara dari kabin pesawat menggema. Pintu tadi sudah tertutup rapat.
'Untuk semuanya, diharapkan mengencangkan sabuk pengaman. Pesawat sebentar lagi akan take off. Terima kasih atas perhatiannya.'
Mereka memakai sabuk pengaman. Mematikan elektronik dan pesawat bergetar. Akhirnya pesawat mulai take off. Jika diperhatikan baik-baik. Pesawat ini luar biasa aneh. Berada di hutan tertutupi pepohonan tidak ada runway, pesawat ini bisa melakukan take off dengan baik. Tak ada pramugari ataupun pilot. Namun, ia merasa nyaman.
Pesawat ini terbang pesat. Satu jam belum berakhir, namun pesawat sudah mau landing. Kuamati jendela yang mengarah ke luar. Ini bukan bumi. Kecepatan apa yang digunakan pesawat ini? Kenapa pesawat ini tahan saat melewati atmosfer bumi. Bahkan penerbangan ini terasa nyaman. Teknologi ini benar-benar hebat!
Kami keluar. Pemandangan di luar mengejutkan kami. Sebuah padang tandus bebatuan. Tidak memiliki kehidupan. Hitam. Definisi yang pas dalam sekali pandang. Tak ada tumbuhan hijau, apalagi hewan. Berpikir bagaimana mereka bisa hidup di tempat seperti ini. Pantas seratus tahun lalu mereka melakukan eksploitasi di bumi.
Beberapa orang berseragam militer mendekat. Mereka mengawal kami menuju kota. Kami tiba di gerbang kota. Beberapa bangunan pencakar langit terpampang di depan mata. Teknologi jauh lebih baik daripada bumi. Orang-orang juga tampak mengagumi nya.
Ada semacam tes untuk masuk ke kota. Akmi satu persatu harus melakukan scan pada mata. Setelah selesai, mereka memasuki gerbang dan segera ke peristirahatan. Beberapa orang ingin melakukan tes lebih dulu supaya bisa istirahat. Akhirnya menimbulkan kericuhan.
Melihat hal ini, orang-orang berseragam militer tidak tinggal diam. Mereka mengangkat senjata dan tanpa tanggung-tanggung menembak ke orang pembuat onar tadi. Seketika sunyi kembali. Semua berbaris rapi. Thollie berada di antrian paling akhir.
Setelah beberapa saat, gilirannya tiba. Ia melakukan scan seperti yang lain. Namun, scan pada mata menunjukkan warna merah. Prajurit militer tadi menyiagakan senjata. Menodongkan senjata itu ke kepala Thollie. Abbas sudah masuk terlebih dulu. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia gugup. Keputusan yang ia buat salah. Ia tidak akan mati disini kan? Ia belum bertemu orang tuanya. Ia segera menyesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tharadie: The Unknown Land
Science Fiction[Science fantasy - minor romance] Jatuhnya pesawat misterius membuat warga gempar dan bertanya-tanya. Bahkan berita ini masuk hotlines kanca internasional. Banyak ahli astronomi, dan ahli lain beradu opini, beribu hipotesis telah disiapkan. Pub...