Tharadie 6: kehidupan baru

27 9 0
                                    

Tharadie|1162word

Mereka sampai di bangunan tua dengan reruntuhan di bagian depan bangunan. Bila diamati lebih jauh, bangunan ini sepertinya bekas kerajaan. Ada banyak kamar yang masih bisa dipakai. Thollie membereskan barang di kamarnya kemudian keluar.

Ia berjalan menuju Balairung. Masih terkagum-kagum dengan istanah ini. Obor sebagai penerangan tidak mengurangi keindahan tempat ini. Malah, menambah kesan adat dan tradisi setempat. Ketika sampai, banyak orang telah menunggunya. Ia sedikit gugup dan berdiri di sebelah Jav.

“Kau masih berhutang cerita kepada kami. Kami ingin kau menceritakan dengan jujur.”

Thollie mengangguk dan bercerita panjang lebar. Mulai dari tempat asalnya, kemunculan pesawat, catatan singkat tentang Tharadie, dan akhirnya hampir di bunuh di depan gerbang kota. Ia tidak mengurangi sekalipun melebihkan ceritanya.

“....Begitulah, bila kalian tidak percaya terserah. Aku sudah jujur.”

“Tempat seperti bumi, itu benar-benar ada?” Thollie mengangguk singkat.

“Aku bingung, sebenarnya kau berasal dari Jogja, Jawa, Indonesia, atau bumi?” seseorang bertanya.

“Bagaimana menjelaskan nya yah, bumi itu planet. Indonesia itu salah satu negara di bumi. Sedangkan Jawa itu salah satu pulau di Indonesia, seperti Tharadie. Pulau. Dan Jogja itu salah satu kotanya.”

“Jadi sistem pemerintahan di bumi seperti itu.” ia mengangguk paham

“Bodoh! Kau mengikuti temanmu ke tempat yang tidak kamu ketahui sama sekali? Dan menghiraukan bahaya disana begitu? Benar-benar bodoh.” celetuk seorang lainnya. Pria yang sama ketika kami mencuri.

“Yah, begitulah.” Thollie tidak mengelak. Ia mengakui dirinya benar-benar bodoh. Tapi dia sudah memutuskan untuk tidak menyesal lagi.

“Ya sudah, karena anak itu sudah bicara, tidak ada salahnya kita membantu. Asalkan kau mengikuti kami dengan baik. Kau akan bekerja disini, sebagai gantinya kami akan memberikan mu tempat tinggal beserta makan. Bagaimana?” ujar salah satu tetua disana.

“Baiklah, lagi pula aku tidak punya tujuan lain disini.”

“Oke, sekarang waktunya makan malam. Kita bisa melanjutkan nanti. Untuk Thollie, hari ini kau akan melihat tempat ini beserta pekerjaan yang kau lakukan mulai besok. Jika ada yang ingin ditanyakan, tanyakan kepada Jav. Ia akan membimbing mu.”

Mereka pergi ke ruang makan. Satu meja besar dikelilingi puluhan kursi. Mereka menempatkan diri di kursi, Thollie duduk dan mengamati. Setidaknya ada tujuh belas orang disana. Namun, suasana ini terasa mengganjal. Tidak ada hidangan apapun di meja. Hanya ada segelas air beserta kardus yang entah berisi apa.

Mereka menundukkan kepala seraya berdoa. Thollie mengikuti dengan ragu. Setelah itu, salah seorang tetua mengambil kardus dan membukanya. Beberapa pil terpampang.

Tetua itu membagikan pil. Satu untuk tiap orang. Thollie menyerngit keheranan. Ia menengok ke samping, dimana Jav berada. Mengerti akan keheranan teman barunya itu Jav menjelaskan singkat.

“Ini adalah pil. Makanan kita sehari-hari. Pil ini dapat mengenyangkan kita selama dua belas jam dengan kegiatan berat. Ini diciptakan ilmuwan ternama di Tharadie beberapa abad lalu. Sampai sekarang, namanya masih agung dan tertulis sebagai pahlawan.” Jav menceritakan dengan semangat. Sedikit berbisik sehingga hanya mereka berdua yang mendengar.

Tetua itu telah selesai membagikan pil. Sekarang mereka memakan bersama. Thollie memakannya. Terasa hambar, aneh dan tidak enak secara bersamaan. Ini lebih buruk dari obat di bumi. Alis Thollie berkedut merasakan pil ini. Ia segera minum air yang disediakan. Menelan dengan paksa. Setelah itu mereka membubarkan diri.

Tharadie: The Unknown LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang