/ 11 /

1.8K 55 1
                                    

Fri Nov 7, 2014

>>>>>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<<<<<

Aaron's POV

"Kak mau kemana." Arnold memanggilku disaat aku hendak pergi ketempat Rachel.

"Apa urusanmu adik kecilku?" ucapku sambil menggodanya. Bahkan dia sekarang terlihat sebal dengan tingkahku. Arnold sudah dewasa sepertinya.

"Ini sudah malam kak. Dan kau baru saja pulang dari Paris." Arnold mencoba menasehatiku. Aku ingin mengacak-acak rambutnya yang agak gondrong itu namun terlambat, dia cepat sekali menghindar.

"Kau ini." kataku sebal dan pura-pura kesal atas sikapnya itu. "Aku hanya ingin bertemu dengannya."

"Dia lagi?" Arnold mulai sewot. "Memang tidak bisa besok pagi kak?" tanyanya. Dia tidak tahu sudah berapa lama aku tidak berhubungan dengan Rachel. Aku bahkan terlalu jenius tidak menghubunginya. Persetan memang dengan bisnis sialan itu.

Saat aku ingin melewati pintu untuk keluar rumah Arnold mencegahku. Dia seakan-akan berubah menjadi benteng pertahanan yang mungkin tak akan sanggup aku runtuhkan jika tidak memberi sebuah cerita maupun nasihat padanya. Akupun mengalah dan duduk kembali ke sofa.

"Apa? Aku sudah duduk Arnold." kataku padanya yang masih tetap dalam posisi sama. Tidak membiarkan aku melewati pintu itu. Aku hanya bisa tertawa melihat tingkah adikku itu.

"Kau tahu kan aku sudah bekerja keras demi perusahaan kita." Aku menatap Arnold dan dia hanya mengangguk. "Sekarang mungkin sudah saatnya aku mencari pendamping hidup." Arnold memasang tampang sangat menakutkan. Sial tidak seharusnya dia berekspresi seperti itu.

"Umurku sudah cukup untuk menempuh hubungan yang lebih serius Arnold." jelasku padanya.

"Tapi tidak harus dengan Rachel kan?" ucapnya sarkastik. Aku tahu adikku yang satu ini mengagumi Rachel. Kakak kelasnya yang bahkan umurnya terpaut jauh dari Arnold.

"Kau cemburu?" godaku padanya.

"A-apa? Ti-tidak. Yang benar saja. Buat apa aku cemburu." Ekspresinya kini menunjukkan rasa kesal dan rasa malu secara bersamaan. Oh ayolah kau tidak bisa membohongiku Arnold.

"Ambil saja. Dia untukmu." Arnold memandangku. Sepertinya kini dia tengah sibuk berpikir. "Tapi kau harus melangkahi dulu mayatku." Dia menatapku nanar. Benarkan dia suka pada Rachel.

"Aku hanya bercanda bro!" Tinjuku ringan padanya. Aku teringat sesuatu dan kembali ke kamarku. Aku keluar dengan membawa sebuah kotak ditanganku.

"Berikan ini pada Rachel ya." Aku memberikan kotak itu pada Arnold. "Jangan sampai lecet. Hidup dan matiku ada disana?" sekarang dia mulai gemetar. Takut terhadap benda yang tengah dia pegang.

"Arnold kau terlalu berlebihan." Dia tertawa dan kini mulai duduk disebelahku. Mengizinkanku untuk pergi eh?

"Kenapa harus aku?" tanyanya dengan bingung. "Kau kan akan kesana. Kenapa tidak sekalian saja kau berikan padanya."

"Aku kan menyuruhmu. Kenapa malah balik menyuruh. Dasar idiot." Aku menjitak kepalanya. Dan dia mengaduh sakit.

"Aku merasa kau yang akan memberikan kotak ini padanya, bukan aku." Arnold memandangku bingung. Aku bahkan juga tidak mengerti maksud dari ucapanku.

"Kau bisa ceritakan semuanya padanya. Tentang perasaanku, dan mungkin juga perasaanmu." Godaku lagi. Dia mendengus sambil berkomentar yang-benar-saja.

"Aku sangat mencintainya kau tau?" Arnold diam sekarang. Dia menatapku lekat-lekat.

"Kau tak boleh kemana-kemana!" ucapnya kasar sambil mendorongku duduk kembali dan dia berada diposisinya tadi yaitu menghalangi pintu.

MAPS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang