/ 4 /

1.7K 68 0
                                    

So I'm following the map that leads to you
The map that leads to you
Ain't nothing I can do
The map that leads to you
Following, following, following to you

>>>>>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<<<<< 

Mon Jan 3, 2011

Baru tiga hari rasanya Aaron pergi meninggalkan New York. Namun aku sudah sangat rindu padanya. Terakhir kali dia memberi kabar padaku bahwa senin ini dia akan bertemu dengan seseorang yang akan sangat berpengaruh bagi usaha bisnisnya. Aku menyarankan dia untuk tetap tenang dan optimis. Juga tidak lupa aku menyuruhnya untuk ke gereja meminta doa pada Tuhan supaya usahanya dilancarkan.

Sekarang sudah pukul 5 sore dan Aaron masih saja belum menghubungiku. Aku sangat penasaran dengan pertemuannya itu. Berhasilkah atau...? Jangan-jangan! Tetap berpikiran positif Rachel positif. Ucapku mencoba untuk menenangkan diriku sendiri.

Sebuah pesan masuk kedalam emailku. Dari Aaron. Disana tertulis bahwa pertemuan itu sangat mendebarkan. Bahkan orang yang akan menanamkan sahamnya pada Aaron sempat berpikir ulang mengingat usianya yang sangat terlalu muda untuk terjun didunia perbisnissan. Namun Tuhan mendengar doaku dan juga doa Aaron. Pengusaha itu mensetujui dan mendatangani kontrak saham dengan bayaran full. Dan menanggung apapun resikonya. Walaupun itu termasuk bangkrut sekalipun. Ya Tuhan terimasih! Kau telah memperlancar jalan mimpinya itu.

Sehari telah berlalu.

Seminggu.

Sebulan.

Dan sekarang sudah setahun Aaron Mike Harbinger disana –Paris– kota yang tengah menjadi lahan usaha dari mimpi-mimpinya. Nyaris hampir sebulan yang lalu dia tidak mengabarkan apapun padaku. Awalnya aku biasa saja. Namun aku terus berusaha menghubunginya. Bahkan aku mencoba mengemail rekan kerjanya yang berada di Paris.

Aaron sangat sibuk sekarang aku tahu. Tapi tidak seharusnya dia mengabaikanku, mengingat dia yang berjanji akan terus berusaha menghubungi aku dalam keadaan apapun. Aku mulai ragu padanya. Tidak-tidak! Aku mencoba mengenyahkan pikiran buruk itu dari dalam kepalaku. Aku harus percaya padanya. Ya percaya padanya seperti dia percaya kepada mimpi-mimpinya.

Namun semua persepsiku itu hancur. Aku benar-benar di buat frustasi oleh Aaron. Dia menyayat-nyayat hatiku. Membuatku hancur berkeping-keping. Sosoknya yang mulai muncul di televisi merubah segalanya. Seorang pengusaha muda dari New York yang mengembangkan sayapnya di Paris kini tengah naik daun. Aaron Mike Harbinger bergelimang harta. Bahkan dalam tayangan itu terlihat beberapa keluarga Aaron yang aku kenal. Namun aku tidak melihat adik kecilnya dalam tayangan itu.

Aku mencoba menghapus air mataku kasar dan beranjak dari rumah menuju ke kediamannya Aaron. Adiknya. Ya itu satu-satunya cara agar aku bisa berhubungan kembali dengan Aaron. Dan aku bertemu dengan adiknya. Terakhir kali aku melihatnya dia masih kecil. Bahkan tingginya sedada Aaron. Aku sangat ingat betul itu. Namun kini dia terlihat berbeda. Usianya baru 14tahun namun sosoknya mulai terlihat seperti Aaron saat SMP dulu.

"Rachel?" sapanya padaku. Ah aku tidak ingat namanya bagaimana ini?

"Arnold. Arnold Steve Harbinger." katanya lagi.

"Hei Arnold." Aku mencoba menyapanya seperti orang yang sudah terbiasa ngobrol dengannya. Padahal ini pertama kalinya aku berbicara pada adiknya Aaron.

"Ada keperluan apa?" tanyanya kasar. Inikah sifat adiknya? Sangat bertolak belakang dengan Aaron. Sekalinya Aaron jutek itu hanya saat dia ingin pergi ke Paris. Aaron tidak pernah bersikap kasar sedikitpun. Tidak pernah.

"Aku kesini untuk Aa–"

"Aaron? Lupakan saja. Dia sudah berbeda Rachel." Plaakkkk. Seakan ada tamparan keras yang mendarat dipipiku. Melupakannya? Bagaimana mungkin aku melupakan dia si penguasa hatiku?

Belum sempat aku berbicara Arnold berkata lagi.

"Kau lihat tayangannya bukan? Dia sudah terkenal. Dan... Oh, apakah dia tetap menghubungimu Rel?" ucapannya seakan benar-benar mengejek diriku. Merendahkan martabatku.

"Kau..." Aku menunjuk dirinya. "Jangan berpikiran jika dia sudah terkenal seperti itu dia akan melupakanku. Kau dengar sendiri kan apa yang dia katakan."

"C'mon!" desahnya kesal. "Itu sudah masalu Rachel. Jika dia masih ingat padamu, dia akan terus mencoba menghubungimu Rachel Victoria Smith." ucapnya lagi dengan penekanan diakhir kalimatnya. Aku terdiam. Arnold benar. Seharusnya Aaron masih mencoba menghubungiku sekarang. Namun apa yang terjadi? Dia malah seolah-olah hilang, raib dalam kehidupanku.

"Aku juga tak heran jika banyak wanita diluar sana yang mengejar-ngejar dirinya. Dan apakah kau berpikiran jika dia masih terpikat padamu sekarang?" Sudah cukup. Arnold keterlaluan. Aku tak peduli dengan usianya. Dia benar-benar sudah membuatku terlampau marah.

Akupun pergi meninggalkan rumah keluarga Harbinger. Aku kesana ingin membangun kembali kebahagianku yang sempat hilang, namun sekarang sirna semuanya. Kebahagian yang aku cari itu yang ingin aku bangun kembali tidak akan pernah terwujud. Tidak akan pernah.[]

MAPS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang