Sebuah Akhir

49 2 2
                                    

Andreas Firmansyah, sosok cowok tinggi dan ramah serta baik hati yang merupakan kakak kelasku di sekolah.

Aku suka dengan kak Andreas, dari awal masuk sekolah dulu sampai sekarang dan aku menyimpan rasa ini sendiri tanpa siapapun yang tahu.

“Aku tau kamu suka dengan kak Andreas,” ucapnya tiba-tiba setelah duduk disampingku, di kursi taman yang langsung mempertontonkan pertandingan bola basket.

Ya tempat di mana kak Andreas sedang latihan bersama teman-temannya. Aku sering melakukan hal ini setiap kali pulang sekolah Kak Andreas latihan, bahkan aku sampai hafal jadwalnya 
Jujur saja aku saat itu hanya bisa diam dan tak berani menengok, bingung dan keringat dingin menbajiriku, bibirku susah untuk berbicara.

Bagaimana dia tahu, hanya kata kata itu yang keluar, tapi keluar di dalam batinku saja.

Nadela berdehem dan melanjutka ucapannya dengan pelan dan dekat dengan telingaku,”Ayolah jujur saja padaku, aku bisa membantumu Mentari.”

Huh, aku membuang napasku kasar tapi mulutku masih bungkam,enggan untuk mebongkar rahasiaku.

Nadela masih duduk disampinku, ia terlihat menarik napasnya kasar lalu membuangnya perlahan dan menarikku membuat tubuhku mau tak mau menghadapnya.

Yang membuatku terkejut adalah pengungkapanya bahwa ia menyukai Athar secara tiba-tiba padaku, ia berkata ia sama sepertiku yaitu menyukai orang yang belum tahu rasa suka kita padanya.

Sebenarnya bukan cuma pengakuannya yang menyukai Athar yang notabenya adalah kakak kelasku juga tapi mengenai setatus si Athar yang membuatku sangat terkejut.

Athar adalah ponakanku, anak dari adik Ibuku.

Setelah mendengar curhatan Nadela, rasanya aku merasakan apa yang aku alami juga dialami olehnya, setelahnya aku akhirnya mengatakan rahasiaku padanya, karena aku pikir telah menemukan orang yang pas.

Kamipun selalu berbagi cerita saat bertemu, saat kelas kosong, saat di kantin, dan bahkan sampai di rumahpun kami tetap bisa menukar cerita lewat perantara ponsel dan aplikasi chat-nya. Bahkan dulu persahabat kita yang awalnya biasa saja seketika erat saat kita memiliki tujuan yang sama yaitu bisa mendapatkan hati orang yang kita tuju dan kita harapkan.

Waktu demi waktu berlalu sampai pada akhirnya kita berdua merencanakan di suatu acara paling pas untuk kita memunculkan jati diri kita langsung kepada seseorang yang kita suka.

Waktu itu acaranya bertepatan dipilih saat acara wisuda kak Andreas dan Athar. Itu adalah waktu yang pas, aku bahkan sudah menyiapkan bunga mawar dari kain flanel berwarna merah untuk kak Andreas, dan masalah Nadela entahlah aku tak tau, itu urusannya.

“Apakah kamu membawa bunganya Mentari?“ tanya Nadela saat kita berada di tengah acara wisuda sekolah, memang Nadela tahu niatku ini.
“Yah sudah, tapi aku malu untuk memberikannya Del,” ucapkun sambil menunduk.

“Ah janganlah takut, sini biarkan aku saja yang berikan dan kamu tinggal menuliskan sesuatu lalu selipkan pada bunga itu,” lagi ucapanya selalu membuatku bisa percaya dan menurut padanya.

Aku pun mengukuti perintahnya lalu kuberikan padanya, dan diapun menaruhnya di dalam tas kecilnya.

Aku berharap semoga kak Andreas suka dan membaca surat yang aku isi, aku sangat berharap kak Andrea segera tau.

Saat acara wisuda selesai para wisudawati dan wisudawan membubarkan diri, disinilah Nadela akan beraksi, aku mengikuti Nadela tanpa ia tahu, ya aku mengikutinya tanpa sepengetahuannya aku hanya ingin tau bagaimana reaksi dari kak Andreas saat menerima bunga buatanku yang aku nilai semdiri sangat indah dan cantik.

CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang