Prolog

3.9K 354 35
                                    

"Tidak ada yang tahu pasti, akan
tetapi kami akan terus menyelidiki kasus ini."

Daia menutup tab di layar ponselnya. Ia keluar dari aplikasi pencari berita lalu membuka Instagram, mencari gambar dan video yang terkait dengan artikel kasus orang hilang yang ia baca. Namun, ia tak menemukan
satu pun.

Gadis itu menghempaskan ponsel pintar yang ia bawa ke meja kayu yang penuh dengan buku fisika di hadapannya. Ia melirik ke kiri, semua temannya tengah maju bergiliran untuk menjawab soal di papan tulis.

Mengabaikan pemandangan mengerikan itu, Daia melirik ke kanan. Netranya menatap pemandangan di balik kaca jendela, yaitu sebuah gedung tua yang tidak terlalu dipakai lagi. Gedung dua lantai di pojok sekolah yang dulu digunakan untuk ruang ganti olah raga dan toilet.

"Bahkan gedung tua itu masih jauh lebih baik daripada kelas hari ini," gumamnya setengah kesal. Pandangan Daia pun beralih ke kantin. Aroma-aroma sedap kantin mulai merayap masuk melalui ventilasi kecil kelas yang lupa ditutup, lantaran saat ini semua kelas sudah ber-AC. Otomatis, tak hanya Daia, semua murid kelas pun merasakan bau sedap masakan ibu kantin. Namun, jam istirahat masih lima belas menit lagi. Selama seperempat jam, mereka harus bertahan di kelas pembantaian ini.

"Daia Liusterka! Nomor dua puluh!"

Daia kembali menoleh ke arah papan tulis. Ia mendapati guru fisikanya yang super galak sudah mulai menyebut gilirannya. Dengan berat hati, ia mengecek soal nomor dua puluh yang ia dapatkan. Tiba-tiba matanya terbelalak.

"Bu, soal ini belum diajarkan!" protes Daia seraya mengangkat tangan.

"Kerjakan sebisamu di papan tulis!" respon sang guru tidak mau tahu.

Kerjakan sebisamu artinya sama dengan matilah kau bagi semua murid sekolah. Sudah pasti guru tidak mau menerima jawaban yang salah, apalagi cara yang asal jawab. "Penjelasan selalu diakhir. Cobalah dulu yang terbaik" adalah kata terampuh untuk guru di kurikulum zaman sekarang.

Bahkan dalam hidup pun, ketika memutuskan sesuatu yang berat, "cobalah dulu" selalu menjadi kalimat dorongan basi. Tidak ada yang namanya mimpi, penuntun jalan, yang ada hanyalah nasibmu baik atau buruk. Dua hal itupun bukan diri sendiri yang menentukan. Sungguh misteri dunia yang tidak jelas.

Daia yang tak punya kuasa apa-apa hanya bisa mendengus pasrah. Mau bertanya pada murid terpintar di kelas pun percuma kalau orangnya tengil setengah mati.

"Perlu kubantu?" tawar Rion, si murid terpintar fisika, sedikit menggoda Daia yang kesusahan.

Daia cepat-cepat menolak. "Tidak perlu."

Gadis itu melangkah ke depan, meraih spidol di papan tulis layaknya seorang kesatria meraih pedangnya, lalu mulai menulis.

"Lakukan sebisa mungkin" ya? Makan ini untuk karirmu!

Dengan cepat ia menuliskan semua cara dan jawaban yang ia ketahui. Daia pun menoleh pada gurunya setelah selesai. "Bu, sudah."

Ketika guru itu mengecek, ia mengangkat alisnya. "Daia, i-ini... ini rumus yang tak pernah dipakai lagi sama perumus fisika. Kamu tahu ini dari mana? Jawabannya juga sempurna..."

Daia tersenyum simpul lalu ia mundur perlahan. "Maaf, Bu, saya mau ke toilet."

Kalimat sakti sejuta pelajar pun ia lontarkan.

"Oh, ya sudah cepat sana."

Dengan senyum kemenangan yang tersembunyi dalam hati, Daia melangkah ke luar kelas, mengabaikan decak iri teman-temannya yang langsung paham arah pikiran Daia.

Kantin sekolah, gedung tua, aku datang!

***

Ada yang bilang, hal-hal menarik selalu berdampingan dalam hidup kita yang terkesan biasa saja. Namun, orang normal cenderung mengabaikan hal tersebut, membiarkan hal menarik itu tertelan oleh waktu.

Daia termasuk kategori kedua. Dia orang yang tak bisa mengabaikan semua hal menarik di sekitarnya.

Film tentang sekolah sihir ia lalap sampai habis. Film tentang raja singa dan empat kesatria dunia lain Daia lalap pula sampai habis. Lalu film Sherlock Holmes, baik serial maupun versi movie, semua ia tonton. Bahkan tak luput, Daia membeli semua novelnya.

Dengan ketertarikan sederhananya, hal itu menimbulkan efek kupu-kupu bagi Daia. Sebuah perubahan kecil terhadap sudut pandangnya sebagai seorang remaja. Imbasnya adalah, jika Daia melihat sesuatu yang tak biasa, maka ia akan mengejarnya, menguliknya, mencari tahu sampai titik akhir hal tak biasa itu.

Lalu, sebuah takdir mengikatnya.

Daia pun menemukan hal menarik di sekolah. Sebuah gedung tua yang tak terpakai di sana telah menarik seluruh atensinya sejak awal Daia dikenalkan pada lingkungan sekolah itu.

Semua hanya karena Daia bisa merasakan hal hebat akan datang dari gedung tua tersebut.

Seolah, Daia telah melihat pantulan dari sisi lain dirinya. Memanggil untuk saling bertemu dan menyingkap pintu ke tempat yang tak akan bisa diterima oleh orang normal.

Tapi jika tak berhati-hati, pintu itu justru membawanya ke tempat yang jauh.

Gadis remaja itu mungkin takkan pernah kembali lagi setelah berhasil menemukan celah untuk masuk.

Ini petualangan Daia. Kehidupan unik Daia dan tantangan yang tak pernah terlintas dalam pikiran gadis itu akan segera muncul.

Membuat ia menyesali perbuatannya sendiri ketika saat itu tiba.

Mirror WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang