24 - Versas

134 24 1
                                    

Seberang pulau, tujuan mereka dari awal perjalanan ini sudah di depan mata.

Menaiki kapal seperti yang diarahkan Duke Kartas, Daia mengamati lautan yang membentang luas di hadapannya dengan sorot keraguan. Ada yang mengganjal di hatinya.

Memegang erat belati pemberian Duke Kartas, ia mencoba melihat ukiran pada belati itu. Daia mendapati simbol mawar yang tak biasa. Mawar mungkin umum di dunianya, tetapi di sini, di tanah Zelvallace, simbol mawar hanya merujuk pada satu hal, Kerajaan Roshelle de Rosemarie.

"Belati ini.."

"Duke Kartas mendapatkan belati ini dari Raja Artair. Bagaimana dan kapan Duke Kartas mendapatkannya, itu tidak penting. Sekarang aku mempunyai satu lagi pertanyaan untuk rajaku sendiri," kata Elidio menatap belati di tangan Daia. Perlahan Elidio menyarungkan belati itu, lalu menepuk tangan Daia pelan, "simpanlah. Jika itu dari Raja Artair, aku yakin Raja 'melihat' sesuatu. Dia kerap kali mengatakan hal aneh dan membuat seseorang melakukan hal yang di luar dugaan, tapi tak pernah untuk hal yang buruk. Semua sudah diperhitungkan baginya."

Bahkan mungkin rasa sakitnya juga sudah diperhitungkan, tambah Elidio dalam hati.

"Master Verile memiliki sisi lain. Itu benar. Sebaiknya kita bersiap untuk menghadapi sisi lain Master," sambung Elidio. Ia mengeluarkan teropong kecil dari sakunya. "Pulaunya sebentar lagi terlihat. Aku harap kita bisa menyelesaikan ini secepatnya dan kembali."

Kapal yang mereka pakai memiliki awak pribadi pengikut dan sekaligus pelayan Duke Kartas Silvae. Semuanya bergerak dalam sinergi yang rapi, dari awal berlabuh hingga saat ini di lautan lepas. Bahkan kecurigaan Raja Allen pun tak bisa menandingi kesiapan Duke Kartas. Meskipun semua sudah nyaman dan tanpa gangguan, awak kapal tersebut sangat berhati-hati, sulit didekati, dan hanya terus menatap Elidio dari jauh. Hanya tertuju pada Elidio seorang. Seolah mereka takut untuk menyinggung putra dari Grand Duke Elidio Solveig Deventi, sang anjing peperangan Roshelle de Rosemarie.

Mengabaikan fenomena itu, Daia bahkan sudah tak terkejut lagi.

"Berapa lama waktunya untuk sampai?" tanya Daia penasaran.

"Tidak memakan waktu lama jika dengan kapal ini," jawab Elidio. "Kurang lebih satu jam? Mungkin bisa lebih cepat. Jaraknya tidaklah jauh, yang membuat rumit adalah ombak yang berderu di lautan Ratzell cukup hebat apabila ingin ke pulau itu. Hanya saat ingin ke pulau itu saja, seolah lautan menyuruh untuk berputar balik. Padahal jalur lainnya, misal ketika ingin pergi ke Kerajaan Sol, semua baik-baik saja dan ombaknya cukup tenang."

"Aku bertanya-tanya apakah Master Verile yang membuat lautannya seperti itu, dia memasang barrier semu atau apa..."

Daia menyaksikan Elidio yang sedikit terganggu dengan lautan. Sedari tadi memang ombaknya sangat mengganggu. Kapal terus bergoyang, tidak stabil. Seolah ada badai di tengah langit yang cerah.

Tersenyum, Daia hanya bisa menyandarkan kepala di pundak Elidio, membuatnya sedikit terkejut. "Rileks adalah hal yang diperlukan ketika masalah berdatangan. Selesaikan dengan kepala dingin. Percaya dengan prosesnya. Tidak perlu khawatir."

Elidio kini menghela napas, menjauhkan teropong dari penglihatannya dan ikut bersandar pada Daia. Mereka saling bersandar menatap lautan.

"Benar, sebaiknya aku berusaha tenang setidaknya sampai bertemu Master Verile dan menceritakan keadaan genting."

"Menjadi pewaris nama Deventi sungguh bukan keinginanku.."

Daia tertawa kecil. "Lalu apa keinginanmu?"

"Bertemu kakakku, memiliki hubungan saudara yang normal tanpa gelar kebangsawanan dan perebutannya, hidup di pinggiran kota, jauh dari tumpukan berkas kerajaan maupun medan pertempuran, memanen apel dan buah beri setiap musimnya. Jauh dari Raja Artair walaupun beliau sudah seperti kakakku sendiri." Elidio meringis. Kemudian ia mencolek pipi Daia, "sekarang, aku hanya ingin tinggal dimanapun kamu berada."

Mirror WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang