Ketika Daia merasakan sinar Matahari menembus dalam celah ruangan kamar, perlahan matanya terbuka. Ia berkedip beberapa kali, pandangannya masih buram.
Itu tidur pertamanya di dunia antah berantah.
Dan dia sudah tidur sangat lelap tanpa kesusahan.
Mengusap mata, Daia mengubah posisi tidur.
Ketika menoleh ke sisi yang lain, Daia mendapati Elidio masih terpejam.
Dan tangan pemuda itu merangkul pinggangnya. Entah untuk berapa lama.
Daia langsung terbelalak. Tapi dia tak ingin mengagetkan Elidio.
Dia tetap diam dan membiarkan pikirannya saja yang berkecamuk bagaikan badai.
Bodoh! Bodoh! Bodoh!
Semalam jam berapa aku tidur?! Kenapa aku sampai tak menyadari apapun!
Terakhir yang kulihat hanya..
Daia mengingat-ingat. Yang kulihat.. hanya tatapan mata Eli..
Setelah itu tak ada suara apapun.
Wajah Daia memerah. Bertahan di posisi ambigu itu, ia harus terus melihat wajah Elidio yang masih tertidur pulas.
Wajah laki-laki itu ketika terpejam sangat damai. Seperti tak memikirkan apa-apa. Bulu matanya teramat panjang. Ia memiliki garis wajah yang bisa menyaingi semua gadis cantik di luar sana.
Kalau Eli ada di Korea, dia akan menjadi dewa idol. Daia mulai berpikiran aneh.
Rambut Elidio yang kecoklatan terlihat sangat halus. Terpancing untuk melakukan sesuatu, Daia mengulurkan jemarinya. Menyentuh helaian rambut pemuda itu.
"Hmmph..."
Terdengar suara erangan.
Elidio sudah terbangun.
Cepat-cepat Daia menarik tangan. Ia pun kembali memejamkan mata. Berpura-pura masih tidur.
Elidio menguap sekarang. Perlahan bola mata hazel pemuda itu kembali terlihat. Dan reaksi Elidio ketika berhasil mendapatkan kesadarannya kembali tak jauh berbeda dengan Daia.
Wajahnya memerah. Ia nyaris syok.
Apa yang kulakukan?
Kenapa tanganku..
Akh! Jangan sampai ia melihatnya!
Elidio menarik tangan yang mengitari pinggang Daia. Perlahan, ia menegakkan punggung, duduk di kasur tanpa suara.
Semalam adalah waktu istirahat paling tenang yang pernah terjadi sepanjang hidupnya. Belum pernah Elidio merasakan tidur seperti ini.
Ia terbiasa berjaga dan waspada akan apapun.
Dan malam itu, Elidio lengah. Daia membuatnya lengah.
Hatinya berdebar dan tenang dengan cara yang ajaib ketika melihat Daia.
Padahal mereka baru saja bertemu. Itu tidak masuk akal untuknya.
Elidio menepuk pipi. Ia terus merasakan panas. Melihat Daia dalam posisi itu, membuat dirinya gerah.
Ia tetaplah laki-laki normal.
Mengesampingkan segala pikiran negatif, Elidio menyentuh pipi Daia, mengusapnya perlahan.
Membangunkan gadis itu.
"Nona- ehm, Daia," panggil Elidio pelan, "sudah pagi."
Daia langsung membuka mata. Akhirnya ia tak perlu menunjukkan ekspresi canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror World
Fantasy[120 tahun sebelum masa The Abandoned kingdom & The Next King] Jangan pernah berharap dirimu terlahir di dunia yang berbeda. Kau tidak akan pernah tahu bahwa apa yang kau harapkan dengan segenap hati dan pikiranmu bisa menjadi malapetaka... atau seb...