2. Back

36 9 2
                                    

James POV.

Aku menyesal kembali ke kota ini, entah ada angin apa tiba-tiba Ibu menyuruhku bertemu wanita malam nanti.

Semoga saja dia tidak merencanakan sesuatu.

"Thom bisakah kau undur jadwalku semua, nyonya kita menyuruhku untuk makan malam dan aku butuh istirahat untuk memulai semuanya" kataku dengan menekankan kata nyonya sangking malasnya.

"Baik tuan saya kerjakan"

"Satu lagi tak bisakah kau mencarinya, aku sangat merindukan dirinya" ucapku sedih.

"Maaf tuan Nyonya tak mengizinkan saya melakukanya" katanya sambil menundukkan kepala.

"Kenapa dia selalu ikut campur urusanku, sampai urusan hati pun dia kacau kan"
Teriakku frustasi "sudahlah kau bisa pergi dan siapkan aku tuxedo untuk nanti"

                                
***

Di lain tempat.

"Apa yang harus aku kenakan?"

"Em.. Emily bisakah kau bantu aku mencari gaun yang pas denganku"

"Maaf nona anda selalu cantik mengenakan apa saja" jawabnya dengan senyum merekah.

"Kau selalu saja memujiku, jadi malu rasanya" ucapku dengan nada yang menjijikkan.

Memang lucu sekali Emily ini, kepolosannya membuatku gemas sendiri terkadang.

"Apakah aku harus membeli gaun yang baru" pikirku.

"Tidak usah, nona memiliki gaun-gaun yang masih bagus"

"Benar juga, menurutmu apa ini bagus" kataku dengan memamerkan gaun yang baru saja kutemukan.

"Cocok sekali, sangat bagus untuk nona" senyumnya menular padaku.

"Kau bisa ambil pakaian apapun yang kau suka Em, dan panggil aku kakak saja kan kita teman"

"Baiklah kak terimakasih" katanya malu-malu.

"Kau bisa keluar, aku akan mempersiapkan diri agar anak dari nenek sihir itu takluk padaku" kataku bermonolog sendiri.

Dan disini tinggal aku sendiri.
"Seperti apa rupa lelaki itu, kalau dia tampan mungkin aku akan berpikir ulang" dengan diiringi tawa berikutnya.

Bagaimana bisa aku memandang orang dengan ketampanannya, sangat sakit bukan jika kita diliat karena rupa?

Ah memikirkannya membuatku pusing mungkin tidur sebentar bisa menghilangkan rasa pusing dan mual itu.

06.00 pm

Aku bangun langsung melihat jam, sepertinya aku melupakan sesuatu. Yas i am late dude, kesan pertama yang bagus sekali Helen.

Aku buru-buru mandi dan memakai gaun yang telah aku temukan tadi, untung saja rambutku masih indah.

Cepat-cepat aku memasuki mobil dan menyuruh kembaranku untuk mengantar.

"Kau merepotkan ku saja Helen" keluhnya padaku.

"Bukan seperti itu, aku buru-buru dan butuh sekali dirimu" tukasku diakhiri dengan senyuman maut.

"Tapi aku memiliki firasat buruk tentangmu, apa tak sebaiknya kau dirumah saja" aku tau kami memiliki koneksi yang luar biasa tepat, tapi aku tidak mungkin membatalkan begitu saja.

"Ahh Jammy kembaranku, aku sungguh sangat terharu tapi ini penting dan bisakah kamu cepat aku terlambat" kataku dengan senyum manis yang dipaksakan.

"Ya nyonya hamba akan mengabulkan perintah anda" aku pun tersenyum mendengarnya, sungguh aku rindu akan kebersamaan ini.

Di mobil hanya ada alunan musik yang mengalun dan diriku yang sibuk memoles wajah, sampai tak sadar sudah di tempat tujuan.

"Helen kau bisa menghubungiku jika terjadi sesuatu" katanya ramah dengan tangan yang mengusap kepalaku.

"Aku akan melaksanakan perintah mu, sampai nanti" aku memajukan badan untuk mencium pipinya hal yang biasa kami lakukan.

Baru membuka pintu sudah ada pelayan yang menunggu dan mengantarkan ke meja yang sudah terisi seorang pria.

Aku memperlambat jalanku karena firasat ku tak enak, sepertinya aku mengenali pria ini.

Oh god pria itu bukan dia kan

Dehaman seseorang membuatku terkejut, aku mendongakkan kepala untuk melihatnya dan...

"Dirimu" tanyaku setengah berteriak

"Kau lama sekali, membuang waktuku saja dan ternyata wanita yang disebut ibuku itu dirimu? Dasar tidak tau malu, jika kau menyukaiku tidak usah meminta bantuan. Kau ini memang benar penggoda ya" kata pria itu dengan diiringi tawa berikutnya.

Sungguh perkataanya membuatku tercekat.

Apa yang telah dia bilang aku penggoda? Air mataku merembes keluar tanpa dipaksa, aku menamparnya kuat-kuat seakan memang itu bisa membuat sakit ku meluap dan aku berlari keluar setelahnya.

Beraninya dia berkata penggoda kepadaku, seujung jari pun aku tak pernah menggodanya apalagi ibunya dasar anak dan ibu yang tidak memiliki etika, para manusia yang memiliki harta selalu seenaknya sendiri dan menganggap orang lain sampah.

Aku menangis hebat belum ada orang yang melukai harga diriku sampai sedalam ini.  Cuaca mendung memperburuk suasana hatiku.

Aku hanya bisa berdoa agar tidak ada petir untuk hari ini dan sebaiknya aku menginap di hotel saja tidak mungkin pulang dengan keadaan kacau seperti ini.

Rab, 20 Mei 2020


Jangan lupa voment teman🤗

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang