5. Bianglala

13 3 0
                                    

Thx u yang udah baca sampai part ini
Terimakasih atas dukungannya
Semoga kalian suka dan tidak pernah bosan.

Happy reading

----------

Di depan sana sudah terlihat betapa ramainya Taman Bermain yang dulu sering ku kunjungi.

Cukup lama aku menunggu dan tiba-tiba saja seseorang menggenggam tanganku.

Aku terkejut bukan main tapi tidak menolak ketika dia menggenggam tanganku, aku hanya diam tak berniat untuk memulai obrolan.

"Kau ingin naik Bianglala?" tanya pria itu.

"Hm..."

"Sebaiknya kita mencoba yang lain dulu, baru itu yang terakhir," jawabnya dengan senyum yang tak kunjung memudar.

"Aku senang kamu kemari, bisakah..."

"Langsung saja pada intinya, aku lelah Brian," tungkasku sebelum dia menyelesaikan kata-katanya.

Ada rasa penyesalan dihati ku ketika melihatnya termenung, tapi jika dipikir dia yang memulai kenapa aku harus menyesal.

Cukup lama dia terdiam dan aku tidak berminat dengan apa yang dia pikirkan yang kulakukan hanyalah melihat ramainya taman.

Mungkin setelah ini aku akan mendapat julukan Lucifer Girl  karena telah jahat kepada lelaki tampan disebelah ku ini, memikirkannya saja membuatku tak berhenti tertawa.

Aku menatap lelaki disampingku yang daritadi menatapku tanpa henti dan membuat ekspresi seolah bertanya kau ini kenapa melihati ku.

Lelaki di sebelahku malah tersenyum dan aku memutar bola mata malas.

Ketika aku akan melangkahkan kaki untuk pergi dari tempat itu langsung saja pria disampingku bersuara.

"Ana jangan marah, aku tidak bermaksud mendiamkan mu," aku menoleh dan melihatnya malas

"Kau ini kenapa, aku haus capek menunggu patung sepertimu bersuara,"

"Ice Cocholate bukan, ayo kita ke Cafe biasanya,"

Aku diam saja ketika dia menyeretku untuk mengikutinya ke Cafe ujung Taman.

Ketika masuk aku terpaku sudah lama rasanya tapi euforia dan tempatnya tidak jauh berbeda dari dulu, mungkin pemiliknya ingin tetap sama seperti dulu.

Dia memilih duduk ditempat yang sama seperti dulu aku hanya diam dan mengikuti, tak lama pelayan datang.

"Permisi kak, mau pesan apa?"

"Ice Cocholate 2,"
"Expresso doppio 1," ucap kita bersamaan, seketika itu aku merasakan tatapan yang mengintimidasi dari depan kursi ku.

"Iya baik, saya ulangi jadi pesanannya 2 ice chocolate dan 1 expresso doppio ?"

"Chocolate jadi 1 aja ya mbak,"

"Baik ditunggu sebentar ya kak"

Aku diam sambil memainkan handphoneku, mungkin menutupi kegugupanku.

"Sejak kapan kamu minum expresso,"

"Apa yang membuatmu ingin tahu," jawabku.

"Kamu tidak bisa meminum itu," bantahnya.

"Apa kehendak mu," oke ini akan jadi adegan tanya jawab yang memusingkan.

"Kamu mau bunuh diri" jawabnya dengan nada putus asa.

"Urusanku," jawabku dengan penekanan di setiap huruf.

"Aku hanya mengkhawatirkan dirimu," dan aku hanya memberi tatapan seolah bertanya.

"Sepertinya banyak hal yang aku lewatkan"

Aku tetap diam enggan menjawab karena masih emosi dengan kejadian tadi.

"Sebenarnya sudah lama aku ingin menemui mu tapi tidak pernah bisa kamu selalu menghindar dan kata Cia kamu sebelum Wisuda sudah pergi dari kota ini, aku sedih ketika kamu pergi Ana," katanya dengan tatapan penuh kesakitan.

Aku hanya diam terpaku, ada apa dengan pria ini bukannya dia yang mengkhianati ku kenapa dia yang harus bersedih dan kesakitan.

Apa yang tidak aku ketahui, apa aku terlalu terpaku dengan rasa sakit dan kekecewaan hingga membuatku buta akan dunia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang