[✔] Bad Boy

Ninth

Ketahuilah, membuat cerita tidak semudah membacanya.

Saya tau kalian paham bagaimana cara menghargai suatu karya.

So.. budayakan memberikan vote sebelum membaca, dan meninggalkan komentar setelah membaca.

Happy Reading!

.

Seminggu berlalu tanpa terasa. Selama itulah, para murid yang mendaftar untuk berpartisipasi dalam Pentas Seni mulai tenggelam dalam kesibukannya masing-masing. Dan pada akhirnya, Hari dimana Pentas Seni akan di mulai pun tiba.

Aula besar dan luas sekolah yang telah dihias oleh beragam ornamen beserta pernak-pernik menggantung, terlihat di padati oleh warga sekolah. Semua penontonnya terlihat antusias, beberapa saling berbisik, dan sisanya menatap dengan sorot menunggu pada panggung di depan sana.

Lami berjalan memasuki aula. Netranya menyapu sekitar, mencoba mencari celah atau sekiranya sebuah tempat duduk yang kosong untuk di tempati.

Namun sial bagi Lami, karena ia tak juga menemukan satupun tempat baginya setelah satu menit mencari. Semuanya penuh.

"Ah, anjir penuh semua. Telat kayaknya gue." Lami menggumam pelan, hendak balik kanan untuk keluar dari aula tatkala pundaknya tiba-tiba terasa di tepuk.

Lami menoleh, sontak membulatkan mata saat melihat sosok cowok dengan wajah yang di bisa di katakan tampan itu telah berdiri di depannya. "Oh, Kak Taeyong?"

Taeyong tersenyum kecil. "Mau kemana? Gak nonton?"

"Udah penuh, kak. Gak kebagian kursi." Lami meringis kecil.

"Mau ikut gue? Masih ada satu kursi kosong buat panitia di barisan depan." Tawar Taeyong, seketika membuat dahi Lami berkerut heran.

"Tapi kan aku bukan panitia, Kak."

Taeyong terkekeh. "Santai elah. Kursi panitia biasanya suka di lebihin beberapa. Mumpung kosong juga, mau gak lo?"

Lami terhenyak sejenak. Berpikir apakah ia harus menerima tawaran kakak kelasnya itu atau tidak.

Tapi.. daripada gak nonton, kan?

"Boleh deh, Kak. Makasih." Ujar Lami, kemudian tersenyum.

Kemudian keduanya kembali memasuki ruang aula. Taeyong berjalan di depan, dan Lami mengekor dua langkah di belakangnya-sebab Lami cukup sadar diri untuk tidak berjalan beriringan dengan si ketua OSIS yang jadi idaman satu sekolah.