Pohon maple di tengah hutan

246 23 11
                                    

Dégel mencelupkan pena bulu ke dalam botol tinta seraya satu tangannya membuka lipatan kertas dengan hati-hati. Dengan gesit ia liukkan pena tersebut di atas kertas, merangkai tulisan bergaya italic dalam bahasa ibunya, sedangkan matanya yang sudah seperti netra bunglon bergerak liar mencari barisan kata penting dari jurnal milik Copernicus. Terkadang ketika jenuh datang menghampiri, aromaterapi teh chamomile selalu bisa membuat pemuda itu terbuai dengan ritual yang sempat absen selama berminggu-minggu.

Botol tinta oleng di atas kertas salinan. Dégel menyambar lembaran-lembaran tipis itu sebanyak yang bisa ditampung tangannya, dan terpaksa merelakan sebagian yang berakhir seperti objek corat-coret Kardia. Yah, kejadian itu tidak akan terjadi jikalau Dégel dapat menemukan kacamatanya. Padahal benda tersebut sudah dicari di tempatnya berlalu-lalang, namun selalu nihil. Nyaris saja Dégel menyerah kalau saja ia tak menemukan remasan kertas di salah satu laci meja kamarnya.

______________________________________________________________________________________________________
Jika kau membaca surat ini temui aku di hutan biasanya, dan maaf karena pinjam tanpa ijin.

______________________________________________________________________________________________________

Alis Dégel berkedut selepas membaca surat pendek yang tulisannya serba semrawut itu. Nama tidak disertakan, tapi untungnya si penulis meninggalkan jejak berupa gambar apel bermata di pojok kanan bawah. Andai masternya masih hidup dan melihat isi surat itu niscaya si penulis bakal dihukum dengan pelajaran tata krama layaknya putri kerajaan seharian penuh.

Di luar tampak para Saint berseliweran, naik-turun tangga kuil seraya menenteng sejumlah materi berat. Suara kaki mereka berhentak keras meski tak mengenakan pakaian tempur, diselingi seruan kelewat kencang susul-menyusul dari kuil terbawah. Sanctuary tengah dalam tahap perbaikan. Sejumlah Saint dengan kasta yang lebih rendah menunduk-mengalihkan pandang ketika berpapasan dengan Dégel. Tak mau kalah, Colosseum penuh sesak belasan pasang ksatria bergender selang-seling yang tengah berlatih tarung selepas minggatnya rasa penat.

Temperatur menurun kala Dégel semakin masuk ke dalam hutan. Pohon-pohon rimbun yang menjelma bentangan permadani jingga jika ditonton lewat dataran tinggi menggugurkan dedaunan. Kerap sepatu botnya menginjak sampah organik yang telah mengering itu timbullah kasak-kusuk khas musim gugur.

Awalnya Dégel mengira tidak akan sulit menemukan batang hidung Kardia mengingat Cosmo gadis itu terbilang mencolok, dan logika tersebut berhasil dipatahkan setelah Dégel menghabiskan sepuluh menitnya berputar-putar tanpa menemukan apa pun.

Matanya terpejam mencoba mengingat isi surat itu, barangkali ada frasa tersembunyi yang terlewat. Namun tidakkan mungkin Kardia sudi repot-repot memeras otak hanya untuk menulis sesuatu yang bermakna ambigu.

Ingin sekali Dégel kembali ke kuil dan menagih kacamatanya sekembalinya Kardia dari hutan, itu pun kalau bukan karena desakan jurnal. Apalagi sepertinya hari ini bukan hari keberuntungan Dégel karena baru saja jurnal yang ia selipkan di lembaran buku catatan terbang terbawa angin saat bukunya terbuka.

Dégel bersumpah demi Athena, lembaran tua nan usang tersebut teramat rapuh bahkan melebihi daun kering yang ia injak!

Mendapatkan lembaran terakhir memberi kesan ngeri-ngeri manis bagi Dégel. Sudah tak terhitung jari kertas terbang itu nyaris robek, basah, dan bolong tertusuk ujung ranting tajam. Yang membuat ajaib, Dégel dituntun ke suatu tempat oleh benda tipis yang melayang-layang di udara seolah peri angin kasihan melihatnya kesusahan.

Sebuah figur pohon maple raksasa menyita perhatian Dégel ketika ia menengadah. Dan benar saja, seseorang yang dicarinya sedari tadi ada di situ, berlarian ria lompat sana lompat sini. Tubuh Kardia yang laksana bom meluluhlantah tumpukan daun kering.

Maple Tree in the middle of Forest [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang