"Mau ikut apa?"
Ini sudah hari Jum'at kedua setelah Joy berada di Jakarta. Dan di sekolahnya ini, semua kegiatan ekstrakurikuler hanya dilakukan pada hari Jum'at.
Masalahnya, Joy yang pemalas ini tidak mau ikut ekskul, padahal setiap murid wajib mengikuti minimal satu ekskul.
"Jadi mau ikutan apa, Joy?" tanya Arin masih menunggu jawaban Joy.
"Kalo ga ikutan apa-apa boleh ga?" Ucap Joy pada akhirnya.
"Ya ngga bisa gitu, kan setiap murid harus ikutan."
"Males banget," gerutu Joy pelan, "Lo ikutan apa, Rin?"
"Gue ikut basket."
Sudah Joy duga, Arin yang tomboy itu pasti lebih memilih olahraga. Tapi setidaknya Arin tidak seperti Joy yang tidak tertarik untuk mengikuti apa-apa. Jiwa pemalasnya sudah menempel erat di tubuhnya.
"Gue pikirin dulu deh. Lo mau latihan kan? Sana, tar telat, Lo nyalahin gue lagi."
"Ngusir gue nih ceritanya?"
"Kagak, Rin."
"Yaudah, gapapa nih gue tinggal sendiri di kelas? Awas loh kalo malah tidur disini, ga tanggungjawab ya gue kalo Lo bangun-bangun udah berganti hari berganti bulan berganti tahun apalagi sampe gue nikah sama Daniel Wenas." Cerocos Arin makin ngelantur.
Joy mengangguk cepat. Malas menanggapi ocehan tak jelas dari Arin. Setelah mengucap selamat tinggal, Arin pun langsung pergi meninggalkan kelas.
Joy yang kesepian itu tak lama kemudian keluar kelas juga. Liat-liat dulu, siapa tau ada yang menarik, pikirnya.
Tapi, karena perutnya berbunyi nyaring bak suara merdunya Adele, dia pun memutuskan pergi ke kantin. Takut jikalau suara merdunya berubah jadi fals jika tak diisi.
"Bu, mau mie rebus pake telor dong," kata Joy sesampainya di sana.
"Oke siap," si ibu kantin mengacungkan jempol.
Sambil menunggu pesanannya Joy memperhatikan lapangan yang ada di seberang kantin. Ada banyak murid yang memakai pakaian putih dengan beragam warna sabuk di pinggangnya. Khas pakaian karate.
Gue keren deh kayaknya kalo ikut karate.
Oke, karate masuk list pilihan ekskul gue.
Tapi, mata Joy bukan hanya fokus pada murid-murid yang kini sedang melakukan split, tapi lebih fokus pada cowok tinggi yang berdiri di depan semua murid sambil terus menghitung dengan suara lantangnya.
"Si Udin ikut karate? Ga nyangka," gumam Joy.
Hingga akhirnya ketika Joy menyuap suapan terakhirnya, Langit sadar ada yang memperhatikannya dari jauh. Joy yang melihat itu langsung melambaikan tangan kirinya, dengan mulut yang masih mengunyah. Setelah ia menelannya, baru cengiran kudanya ia tampakkan ke arah Langit.
Tapi itu semua tak berlangsung lama. Wajah Joy langsung berubah kesal ketika Langit tak kunjung membalasnya. Cowok itu malah keluar lapangan, entah mau kemana yang pasti Joy tidak peduli.
Si Udin nyebelin banget sih!
Gue kan malu, kalo ada orang ngeliatin gue yang nyengir sendiri, tar dimasukin ke rumah sakit jiwa gue.
"Pulang sekolah tunggu gue di halte."
"Anjir," Joy mengelus dada melihat Langit yang tiba-tiba muncul di sampingnya.
"Bahasanya," Langit memperingati Joy.
Joy melirik kesal ke arah Langit yang masih tetap stay dengan wajah datarnya. Selalu. Setiap waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
J³ + L²
Teen FictionIni semua tentang Joy. Gadis pecinta warna hijau yang memberi beribu kebahagiaan untuk Langit. Yang membuat hati Langit luluh meskipun ia selalu saja menyangkalnya. Ada perasaan yang sulit untuk diungkapkan. Tapi ketika semuanya telah tersampaikan...