VEINTIUNO

2.7K 179 11
                                    

Angin malam mengganas sehingga membuat beberapa pohon berumur ratusan tahun tumbang dan kendaraan atau apapun dibawahnya rusak. Terjadi badai disertai hujan pada malam ini.

Arlent menatap keluar dengan perasaan risau. Sejak ayah dan ibunya pergi bersama Githa dan Sherly membuatnya berpikir bahwa sebenarnya dunia ini sedang kacau. Ada musuh yang akan menyebabkan kematian dimana-mana.

"Kenapa aku tidak tahu tentang ini?" Gumamnya risau.

Arlent meremas seprei kasur rawat Nat dengan perasaan yang sangat risau. Arlent menatap tangan Nat yang berada di dekatnya lalu digenggamnya.

"Aku jadi takut." Lirih Arlent.

Tetesan air mata Arlent jatuh ke tangan Nat yang sedang di genggamnya itu. Tangan Nat seolah dipeluk oleh Arlent. Arlent merasa begitu takut sehingga dia tidak menyadari ada pergerakan sedikit dari tangan Nat.

Tangan Nat perlahan mulai menggenggam tangan Arlent dan akhirnya Arlent merasa sesuatu yang mengganjal. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Nat.

Betapa bahagianya dia saat melihat Nat membuka matanya memandang langit-langit kamar rawatnya. Perlahan sorot mata itu menatap ke arah Arlent. Seuntas senyuman tercetak di wajah Nat.

"Kamu sudah sadar? Thanks Lord. A..aku panggil dokter dulu ya." Ucap Arlent sembari menekan tombol merah di atas kepala Nat.

Arlent begitu senangnya sampai dia memeluk tubuh ringkih Nat. Tidak ada erangan kesakitan pun dari bibir Nat. Tangan Nat perlahan bergerak mengelus kepala Arlent. Merasa dielus membuat Arlent begitu senang sampai bingung bagaimana untuk berkata-kata.

"Permisi." Dokter memasuki ruangan bersama perawat.

Arlent melepaskan pelukannya dan membiarkan dokter memeriksa keadaan pacarnya itu. Nat diperiksa dengan teliti sampai membuat dokter itu mengerutkan dahinya.

"Kenapa dok?" Tanya Arlent mulai risau.

Dokter itu menggaruk lehernya.

"Semua lukanya sembuh, bahkan tulang yang kemarin sempat patah juga sembuh. Ajaib."

Dokter itu tertakjub sendiri lalu perawat menukar infusnya dengan infus vitamin. Lalu Nat perlahan mengucapkan sepatah kata.

"Be..rapa lama a..ku ping..san?" Tanya Nat.

Dokter itu tersenyum, "Hampir sebulan, bu. Tapi itu tidak bisa dikatakan pingsan, bisa dikatakan itu koma. Bu Nat, Anda sangat kuat. Bahkan saya sebagai dokter saja takjub dengan kesembuhan ibu selama ini. Kalau begitu saya permisi."

Dokter dan perawat itu mengundurkan diri dari kamar rawat itu meninggalkan Arlent dan Nat di sana. Arlent menatap haru melihat Nat siuman.

Nat menoleh karena merasa dirinya dilihat oleh Arlent. Dia melemparkan senyuman manis kearah Arlent yang terus membuat Arlent berkali-kali jatuh cinta padanya.

"Kamu apa kabar?" Tanya Nat masih sedikit terhambat.

Lidahnya masih kelu karena komanya yang lumayan lama itu. Arlent mendekatkan diri kearah Nat lalu mengecup bibir Nat sebentar. Arlent menarik senyumnya kearah Nat.

"Aku baik, honey. Lidahnya masih lemes?"

Nat mengangguk. Arlent paham itu.

Smirk tercipta kembali di bibir Arlent. Jemarinya menyentuh bawahan Nat.

"Kalau ini?"

Nat berjengkit kaget. Serangan dadakan Arlent hampir membuatnya jantungan. Melihat itu membuat Arlent terkekeh.

Te Voy A Amar (GXG) {FIN}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang