WY - #5

12 1 0
                                    

Vote and Comment^^

Rabu, 20 Mei 2020

Happy Reading


===

Sebenarnya mereka cocok untuk dijadikan sepasang kekasih. Namun, kegengsian yang ada di dalam diri mereka lebih besar. Apa boleh buat? Tunggu saja waktunya dan semua akan terjawab.

---

Ara dan Arthur sedang menuju butik yang telah dipilih oleh orang tua mereka. Suasana mobil kala itu bisa dibilang canggung karena kejadian beberapa jam lalu. Hanya suara musik terdengar indah dari radio yang Ara putar setelah meminta izin dari pemiliknya.

Keadaan Ara sudah lebih baik dari sebelumnya. Maka dari itu mereka berdua saja yang akan memilih pakaian untuk pernikahan mereka nanti. Ara tidak habis pikir dengan kedua orang tua mereka. Bayangkan saja, memilih pakaian dan cincin satu hari sebelum acara. Harusnya di undur saja!

Tapi mau bagaimana lagi? Sudah terlanjur.

Arthur berjalan mendahului Ara ketika sampai di butik teman mamanya. Arthur terlihat santai sedangkan Ara terlihat malas malasan. Arthur yakin kalau ada mama gadis itu disini, pasti beliau akan berkata 'Kamu itu masih muda! Masa jalan aja kayak gak punya tulang! Jalan yang bener!'. Lalu gadis itu hanya mengiyakan perkataan mamanya. Dramatis.

"Arthur!" Panggil Ferdia, pemilik butik sekaligus teman mamanya.

Arthur menoleh ke sumber suara dan berjalan menghampiri Ferdia.

"Tante udah siapin beberapa jas yang Mama kamu pilih. Oh ya, calon istri kamu mana?" Ferdia terlihat antusias. Arthur memberi kode lewat jempolnya, bahwa seseorang yang ditanyakan berada di belakang.

Ara sedang melihat beberapa busana yang menarik perhatian mata serta dirinya. Bahkan dirinya terlihat serius sampai tak sadar ada dua orang yang memperhatikan dirinya. Dirinya baru saja ingin memegang salah satu dari dress itu, namun ada suara yang memanggil namanya.

"Ara, lo harus coba beberapa gaun." Arthur menghampiri Ara dengan balutan jas di tangannya.

"Ck. Lo aja deh yang pilih." Ara mendecak sebal. Lagipula semua gaun juga cantik ketika dia pakai.

"Gak! Pilih sendiri. Gausah manja," Ferdia terkekeh pelan melihat perdebatan kecil mereka. Ferdia sangat yakin mereka akan menjadi keluarga harmonis.

"Apa salahnya lo yang milih?! Bebas deh lo mau pilih yang mana, lagian kan ada beberapa yang dipilih sama ortu kita. Dan denger ya! Gue gak manja."

Arthur memikirkan ucapan Ara barusan. Sifat jahil Arthur muncul kembali. Entah kenapa dia bisa berubah seperti ini. Semenjak dia dekat dengan gadis di depannya ini, sifatnya yang lama telah kembali. Memang Arthur dulu adalah anak yang ceria dan jahil. Seratus delapan puluh derajat berbeda dengan sifatnya yang sekarang.

Arthur tersenyum miring melihat gadis itu.

"Lihat aja nanti, Ra." Gumamnya pelan.

---

"Karena tadi gue yang pilih baju, sekarang lo yang pilih cincin. Cepetan." Arthur memberi perintah.

"Iya sabar."

Pilihannya jatuh pada cincin sederhana dengan berlian melingkarinya. Arthur pun tampaknya juga menyukai cincin itu.

"Mbak, saya mau cincin yang ini ya." Pelayan itu mengukur jari Arthur dan Ara.

Keduanya pulang setelah dirasa tak ada lagi hal yang dibutuhkan. Wajah mereka sama sama terlihat lelah. Ara tertidur di jok mobil dan Arthur fokus melihat jalan sesekali melirik Ara yang tertidur pulas.

Sangat tenang.

Arthur memutuskan untuk menginap di rumah Ara kali ini. Badannya sudah tidak bisa di ajak kompromi. Dirinya membutuhkan istirahat segera. Apalagi besok adalah hari penting. Untung saja, semuanya sudah disiapkan oleh kedua orang tua mereka.

Terlebih acaranya memang diadakan agak siang, jadi teman Arthur dan Ara bisa datang. Yang di undang pun tidak sedikit. Walaupun yang di sekolah hanya mengundang Leory, Samudra, dan tentu saja Vratelo.

Tapi, jangan harap pernikahan ini hanya mereka yang mengetahuinya. Pertama, seseorang telah mendengar perkataan dirinya dan Ara di UKS waktu itu. Kedua, dirinya mengendong Ara yang pingsan tadi pagi. Ketiga, para penggemarnya itu selalu mengetahui berita tentang dirinya.

Arthur sengaja tidak membangunkan Ara ketika sampai di rumah. Dia ingin menggendong tubuh Ara yang mungil sekali lagi. Hal ini menjadi hobi Arthur yang baru.

Arthur menempatkan Ara di kasur dan menyelimutinya sampai dada. Ia mengambil bantal dan segera tidur di sofa. Memang tidak seempuk kasur. Namun juga tidak sekeras batu. Intinya masih bisa dijadikan alas untuk tidur.


===

Bersambung

Tinggalkan jejak yaaaa

WANT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang