4. Tiap Kalimat Adalah Doa

1K 182 21
                                    

Es teh manis milik Yasa nyaris tandas padahal lidahnya masih terasa terbakar karena dare sesendok sambal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Es teh manis milik Yasa nyaris tandas padahal lidahnya masih terasa terbakar karena dare sesendok sambal. Bukannya membantu, teman-temannya malah tertawa puas melihatnya, bahkan Sera sempat merekam untuk diunggah ke Instagram.

Sebelum Yasa sempat beranjak, Ben mendorong gelas es tehnya yang masih tersisa setengah. "Minum buruan, takut keburu mati."

"Sialan."

Pada akhirnya mereka memutuskan untuk menghentikan permainannya. Farhan bilang, demi keselamatan kita semua. Padahal dia ogah menjadi korban seperti Yasa.

Pada saat yang sama, Ayas melirik Yasa dengan senyum tipis. Mengingatkan Yasa pada pertanyaan si gadis beberapa menit sebelumnya.

"Kira-kira, kita bisa nggak lulus bareng, terus wisuda bareng?"

Lalu Yasa malah menjawabnya dengan sarkas. "Kita berempat mungkin iya, kalau Ben, gue agak sangsi."

"Itu makanya kita harus saling bantu satu sama lain."

Kalau dipikir secara rasional, mana mungkin Yasa harus terus-terusan membantu Ben hingga akhir. Mereka sudah dewasa, seharusnya bisa melangkah maju sendiri tanpa harus dituntun.

Ayahnya bilang, menjadi dewasa artinya dituntut untuk memilih jalannya sendiri, lalu berani menghadapi konsekuensi atas jalan yang dipilih.

Dan bagi beliau, teman ibarat penggembira, bukan penopang.

Atau Yasa harus temukan arti lain dalam pertemanan?

***

Bab 4

Tiap Kalimat Adalah Doa

***

Matahari bersinar terik, sementara Ayas sedang menuju parkiran bersama Farhan dan Ben. Yasa dan Sera langsung balik ke kosan setelah dari cemara karena lebih dekat.

Farhan dan Ben sedang membicarakan game. Keduanya melangkah bersisian, sementara Ayas satu langkah di belakang, chat dengan Sera.

Bukan apa-apa. Ayas tidak mengerti tentang apa yang mereka bicarakan. Sudah begitu, di sepanjang jalan banyak mahasiswi yang menyapa Farhan—dan sudah pasti bakal kesemsem oleh paras Ben yang menyaingi paras rupawan Farhan.

Mereka belum tahu saja, gimana galaknya pacar Ben. Kayak Maung, hih, tetapi cantik, harus Ayas akui. Tidak salah juga kalau Ben bucin banget terhadap pacarnya.

"Yas, lo langsung balik ke rumah?" Ayas mendongak ketika Ben dan Farhan berhenti untuk bertanya padanya. Ben bersuara lagi. "Farhan mau nongkrong di kafe gue, lo gak mau ikutan?"

Karena dua orang itu berhenti, maka Ayas ikut berhenti dan berpikir. Kemudian menggeleng. "Gue mau langsung balik aja, ngantuk."

Sejujurnya, Ayas agak canggung berkumpul dengan para lelaki—terutama Ben—jika tanpa Sera. Meskipun ada Farhan, rasanya aneh. Ayas seperti kurang leluasa untuk bercanda.

[7] BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang