#16

2.9K 183 0
                                    

Tokk Tokk Tok!!
Suara ketukkan pintu itu terdengar di kamar Almeta yang sedang berbaring di kasur sembari memainkan ponselnya. Tanpa menghiraukan ketukan pintu itu.

Tak lama kemudian suara pintu kamarnya terbuka. Almeta mendapati Adira yang sedang berjalan memasuki kamarnya dan sekarang berdiri tepat disampingnya.

"Siapa suruh lo boleh masuk kesini?"

"Kak Meta sebenernya kenapa terus marah dan bersikap kaya gini sama aku?" mata Adira berkaca-kaca.

"Mending lo keluar dari kamar gue sekarang!"

"Tap-"

"Telinga lo gaada masalah kan sampe gabisa denger apa yang gue ucapin? Gue bilang keluar ya keluar!" Bentakan Almeta membuat Adira terkejut sekaligus tak percaya bahwa kakaknya itu berkata dengan nada membentak.

"Okey Adira keluar, sorry udah ganggu."

Adira keluar kamar Almeta dengan langkah gontai sambil menahan tangis ia pun buru-buru ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya bersandar tepat di pintu yang sudah ia kunci rapat-rapat supaya tidak ada yang bisa masuk dan melihatnya menangis lemah atas apa yang telah terjadi tadi.

Dirinya menjambak rambut dengan kuat karena lagi-lagi apabila Adira drop selalu saja rasa sakit itu muncul.

Tanpa sadar dirinya pun sudah terlelap masih di depan pintu dengan rambut yang berantakan juga mata yang sembab, segera ia pergi ke kamar mandi karena jam sudah menujukan pukul 06.30 takutnya Adira akan terlambat menuju sekolah.

Tepat pukul 07.15 Adira sudah berada di area sekolah. Tidak seperti pagi biasanya kini dia berpenampilan dengan rambut sedikit kusut, wajah pucat juga mata yang sembab. Mereka yang berada di koridor menyapa Adira hanya dibalas dengan senyuman tipis. Dengan langkah gontai, Adira berjalan menuju kelas. Sesampainya di kelas, ia langsung membuang tasnya ke atas meja dan menenggelamkan wajahnya. Tubuhnya sangat lemas. Ditambah lagi, suasana kelas yang ramai seperti pasar membuat kepalanya semakin berdenyut sakit.

Sudah 15 menit ia tertidur kelas masih saja ramai. "Tal, gaada guru?" tanyanya kepada Talia yang sedang memainkan ponsel dihadapannya juga Bian yang sedang mendengrkan lagu dengan earphone yang dikaitkan dengan telinganya.

"Lo sakit lagi? Kenapa masuk sih Dir?" menatapnya dengan sendu karena selalu saja Talia melihat Adira berwajah pucat yang ia yakini pasti Adira sedang sakit memaksakan masuk sekolah. Talia pun memandang Adira seperti ada yang aneh, matanya sembab. "Abis nangis? Kenapa? Cerita dong sama gue."

Adira hanya menggeleng pelan, "Guru gaakan masuk?" tanyanya lagi.

Talia menggeleng. "Biasa, lagi pada rapat. Kayanya free sampe istirahat pertama."

Dengan tak seimbang, Adira berjalan keluar kelas diikuti Talia dan Bian yang menjaganya dari belakang. Mereka selalu takut apabila Adira akan pingsan.

Sampai di UKS Adira langsung membaringkan tubuhnya. Ia memejamkan matanya berusaha untuk tidak meringis kesakitan karena tak ingin Talia juga Bian memandangnya lemah. Adira harus bisa mengatasinya sendiri tanpa melibatkan siapa pun terutama kedua teman dekatnya itu.

Tak terasa ia sudah masuk ke alam bawah sadarnya, Bian dan Talia memutuskan untuk kembali ke kelas takutnya akan mengganggu tidurnya Adira.

Sedangkan Sean menyibukkan diri di perpustakaan belum mengetahui keberadaan Adira ia pikir Adira sedang belajar, toh dia pun akan bersama Adira ketika istirahat nanti. Ia benci akan keramaian apabila tidak ada Adira disampingnya, tapi Sean juga benci apabila berada di keheningan yang kadang banyak sekali bisikan yang tidak ia harapkan muncul begitu saja.

"Lo itu gila!!"
"Dasar anak aneh!"
"Gaguna!"
"Gara-gara lo orang tua kita cerai!"
"Mati aja lo!"

Detak jantung Sean yang tadi perlahan normal kini kembali menggila. Bisikan itu kembali datang membuat ia ketakutan, sesuatu yang bisa mencekik Sean hingga kehabisan napas.

Sean menjambak rambutnya frustasi, tak sadar bahwa disampingnya ada seorang perempuan yang baru saja duduk memperhatikan dirinya.

"Sean? Kenapa? Lo baik-baik aja kan?" tanya Almeta sambil menepuk bahunya.

Sadar akan Almeta disampingnya, Sean pun menepis tangan Almeta dengan sedikit kasar. "Bukan urusan lo!" lalu beranjak pergi keluar perpustakaan meninggalkan Almeta yang berwajah sendu. Selalu saja pengorbanan untuk mendekati Sean ditolak begitu saja.

Hari ini Almeta sadar bahwa memang cintanya itu bertepuk sebelah tangan, seharusnya ia katakan sejak dulu tanpa terhalang rasa takut yang menghampirinya.

Almeta selalu memilih diam untuk mencintai Sean dengan caranya namun dia tidak mengerti bahwa caranya itu tidak seperti apa yang Sean mau. Hingga suatu hari posisinya tergantikan oleh seorang perempuan yang ternyata adalah adik kandungnya sendiri, ya Adira datang dengan membawa perhatian lebih dari yang Almeta beri. Seseorang yang bertingkah seperti ekspetasi Sean kiranya.

UnspokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang