#2

4.9K 300 1
                                    

Hela napas keluar dari mulut Adira. Dia turun dari tempat tidurnya hati-hati, bahwasannya kondisinya sudah membaik setelah kemo 2 hari yang lalu, menatap ke luar melalui kaca jendelanya. Pandangannya tertuju pada orang yang ia temui di taman. Dengan menopangkan kepalanya yang miring ke kiri, Adira tersenyum lebar menyadari tangan Sean yang ia ingat namanya sudah digulung perbang. Matanya tiba-tiba saja terlihat berbinar.

"Seannn." panggil Adira tepat pada Sean yang berdiri tidak jauh dari jendela kamarnya.

Lalu orang yang dipanggil pun melihat ke sumber suara dan mengerutkan dahinya bingung dan sedetik kemudia ia ingat bahwa itu Adira, perempuan yang bertemunya di taman dan tiba-tiba peduli dengannya.

"Tunggu disitu." perintah Adira pada Sean. Segera Adira keluar dari kamarnya dan berjalan semangat ke mana Sean berdiri.

Tak disangka Adira kesandung kakinya sendiri dan hampir jatuh ke lantai, tapi tangan yang kuat menopang tubuh Adira.

Sambil membenarkan tubuh Adira supaya bisa berdiri, "Lo kalo jalan tuh pake mata." masih dengan nada dingin.

"Iyaa maaf, lagian Sean nih ya kan jalan tuh pake kaki baru ngeliatnya pake mata. Masa iya jalannya pake mata, ngaco nih Sean." dengan cengiran di akhir kalimat.

"Terserah lo deh, kenapa lo nyamperin gua?" tanya Sean menaikkan satu alisnya cuek.

Mata Adira tertuju pada tangan Sean lalu menarik tangan yang dibaluti perban. "Tangan Sean udah baik-baik aja?"

Mendengar pertanyaan itu air wajah sean berubah menjadi kesal. "Serius lo nyamperin gua cuma untuk nanyain hal sepele kaya gini doang sampe-sampe tadi tuh lo hampir jatoh?"

"Iyaaaaa." Adira menjawab dengan antusias dan tak lupa tersenyum.

"Udah gila lo!"

Lagi-lagi Adira ditinggal pergi oleh Sean. Tiba-tiba kepalanya merasakan sakit dan pusing, pertahanannya pun hampir tak stabil. "Adiraa!" teriak seorang perempuan yang tak jauh darinya.

Perempuan itu mendekat sambil berlarian menuju arahnya. "Ohh suster Bilaa, bantuin aku bawa ke kamar ya sus." suster bila pun mengangguk sambil membantu Adira berjalan menuju kamarnya.

Sampai di kamar tersebut suster Bila membantu Adira berbaring, setelah merasa posisinya sudah enak Adira tak lupa untuk menyampaikan terimakasihnya. Tapi saat suster Bila hendak pergi, langkahnya terhenti ketika tiba-tiba Adira melenguh di sisi tempat tidur. Kepalanya terjuntai ke bawah , bersiap untuk memuntahkan apapun yang ada dalam perutnya, padahal perutnya sudah dia kosongkan, tepatnya pada muntah pertamanya di hari itu sebelum ia bertemu dengan Sean . Kini muntahan yang ke lima kali, dia tidak lagi bisa mengeluarkan apapun selain cairan bening. Suster yang berdiri di sampingnya sibuk memijat tenguk pasien kesayangannya itu dengan sabar.

Di rasa sudah tidak akan mengeluarkannya lagi, Adira bersender pada headboard dan diberikan segelas air putih oleh Suster Bila.

"Sus, tolong jangan kasih tau Bang Alden soal ini yaa plisss." memohon kepada suster Bila karena tidak mau apabila Abangnya itu khawatir terus dengan kondisinya sehingga ia terpaksa harus bolos kuliah lagi.

"Yaudaa kalo gitu saya gaakan bicara apa-apa ke Alden, tapi kalo kamu perlu bantuan harus selalu hubungi saya ya." dibalas anggukan dan senyuman hangat oleh Adira lalu suster Bila pergi meninggalkannya.

Tanpa sepengetahuan siapapun seseorang dari luar dengan modal pintu yang terbuka setengahnya menyaksikan kejadian tersebut.

UnspokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang