#18

2.8K 173 1
                                    

"Tanya sama diri lo sendiri, Adira! Tanyain sama diri lo yang sok polos dan sok gatau apa-apa!" ucapan Almeta berhasil membuat Adira berkaca-kaca.

"Dulu iya gue mengharapkan seorang adik dari ibu, tapi setelah lo lahir gue pengen lo lenyap dari hadapan gue!" lanjut Almeta membuat kristal bening itu berhasil jatuh dari kedua kelopak mata Adira.

"Aku juga gatau bakal kaya gini, ini takdir tuhan kak. Bahkan kalo tau bakal seperti itu pun aku lebih baik gausah dilahirin ke dunia. Aku minta maaf ka."

"TAKDIR TUHAN LO BILANG? Gini aja lo sebut takdir tuhan. Lo udah ngerebut semua kebahagiaan gue, Ibu, ayah, Bang Alden,S— siapa lagi yang mau lo ambil hah!? PENYAKITAN kaya lo tuh diem di rumah sakit jangan banyak tingkah bikin makin menderita tau gak? Kasian Bang Alden selalu bolos kuliah cuma demi ngurusin lo!"
Bentaknya membuat Adira hancur seketika itu pula. Ini pertama kalinya Almeta membentak Adira. Sebenci itukah Almeta terhadap Adira?

"Jangan pernah lo sok asik sama gue dan mencoba untuk ngobrol sama gue! GUE MUAK SAMA LO!"

Pergi meninggalkan Adira yang menangis karena bentakan dari Almeta. Adira segera beranjak untuk pergi menuju WC supaya tak ada orang melihat dirinya menangis. Setelah ia berjalan keluar taman tangannya di cekal oleh seseorang.

"Ra, lo kenapaa?" tanya seorang yang sama sekali tak Adira jawab.

Beberapa menit ia menunggu jawaban dari Adira. Tetapi Adira tetap saja tidak menjawab dan dengan seenaknya dia mengangkat dagu Adira hingga kini mata mereka saling menatap. Sean, itu Sean.

"Lo nangis?" Pertanyaannya menyadarkan Adira.

Dengan cepat Adira menepiskan tangannya sedikit kasar dari dagunya dan memutuskan tatapannya. Adira tak mempedulikan tatapan Sean yang seolah mengintimidasinya dan tanpa berkata Adira segera membalikan badannya lalu berlari menuju arah di mana WC berada.

Setelah kejadian itu, Adira tidak terlihat keberadaanya. Sean mendatangi kelas Adira saat bel pulang sekolah namun tetap saja tidak terlihat. Melainkan dapat jawaban dari Talia dan Bian bahwa Adira sudah berlalu pulang buru-buru bertepatan dengan guru keluar sebelum bel berbunyi.

Mendengar itu Sean mengacak rambutnya frustasi takut terjadi apa-apa dengan gadis yang ia sayangi itu. Dengan cepat ia membuka ponselnya lalu menelpon Adira, tapi telponnya itu tidak diangkat sama sekali walaupun sudah berkali-kali ia coba telpon.

Sean bergegas untuk pergi mendatangi rumah Adira, namun nihil Adira belum pulang ke rumah. Berniat untuk menunggunya tapi tetap saja ia tidak melihat tanda-tanda bahwa Adira pulang selama setengah jam ia menunggu.

"Lu dimanaasih Ra." memukul stir mobilnya itu kesal.

Dengan berat hati ia memutuskan untuk meninggalkan rumah Adira dan balik ke rumah untuk menenangkan dirinya sejenak lalu akan mencoba menghubungi Adira kembali memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.

Sudah mulai maghrib namun Adira belum kembali ke rumah. Alden baru saja datang dari kampus dan mengecek kamar Adira berniat untuk mengajaknya makan malam bersama. Nihil, Adira tidak ada di kamar dan ia bergegas untuk ke kamar Almeta menanyai keberadaan adik bungsunya itu.

"Ta, Adira dimana?" tanya Alden masih dengan wajah tenangnya.

"Mana tau, Meta dari tadi di kamar baca buku." belum menoleh kearah abangnya itu dan masih sibuk membaca.

"Yaampun ta, kalian serumah ko gatau."

"Belum pulang kali." sahutnya.

Alden mendengar itu menaikkan sebelas alisnya bingung, setau dia Adira selalu pulang sekolah bersama Almeta. "Loh ko belum pulang? Kan biasanya pulang sama lo? Walaupun ga pulang bareng dia pasti kasih alesan dong?" tanyanya bertubi-tubi.

"Apaansi, lagian Meta gapernah pulang bareng sama dia."

Alden menepuk jidatnya itu lalu pergi keluar kamar Meta bergegas untuk menelpon adik bungsunya itu. Alden lupa bahwa kedua adiknya itu tidak pernah akur, lebih tepatnya Almeta yang sangat menolak untuk dekat dengan Adira. Selama ini Adira selalu bicara bahwa dirinya pulang bersama Almeta supaya abangnya itu tidak khawatir.

Alden sangat panik dengan Adira, karena takut akan terjadi sesuatu pada adiknya itu. Selama ia menghubungi Adira tak ada balasan apapun dari adiknya hanya suara ringtone yang terdengar dari ponselnya itu. Sudah satu jam ia menunggu adiknya, akhirnya Adira pulang dengan wajah yang lesu.

Raut wajahnya berubah tersenyum hangat ketika sadar bahwa Alden menatapnya. "Assalamualaikum bang."

Alden langsung menangkup wajah adiknya itu memastikan keadaannya baik-baik saja lalu memeluk erat Adira. "Syukur deh kamu gapapa, Bang Alden khawatir. Kamu gapapa kan? gaada yang sakit? apa yang kerasa? kamu kemanaa aja?" tanya Alden bertubi-tubi membuat kepala Adira berdenyut.

Adira membalas dengan senyuman hangatnya seperti biasa. "Bang Alden, Rara gapapa. Gapapa banget malah, maapin Rara bikin abang khawatir soalnya Hp Rara lowbat." alibi Adira

"Kamu darimana sih emang?" menatap wajah Rara masih cemas.

"Bang Alden kepo deh wlee" jawab Rara sambil menjulurkan lidahnya. "Udah ah, Rara mau mandi dulu. Badan Rara bau." lalu pergi meninggalkan Alden yang masih menatapnya.

UnspokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang