Pernah merasa ada yang sedang melihat kita padahal tidak ada siapa-siapa, lalu kalian berpikir bahwa itu hanya khayalan kalian saja? Percayalah padaku. Pikiran kalian itu salah.
° ° °Viola terus berjalan sembari berfikir kira-kira ada apa atau lebih tepatnya akan ada apa, sampai-sampai harus melibatkan seluruh anggota OSIS.
Bel masuk sudah berbunyi, tetapi sepertinya guru-guru sudah memberikan izin kepada semua orang yang berkepentingan. Bahkan Viola sampai belum sempat untuk menaruh tasnya di kelas.
Dari jauh Viola sudah dapat melihat banyak orang yang sudah berkumpul di depan ruang OSIS. Viola lalu mempercepat langkahnya ke arah Jia yang seperti sedang membincangkan sesuatu yang kelihatannya serius dengan sang ketua.
"Permisi Kak, Jia, kalo boleh tau ini bakal ada apa ya? Apa kira-kira ada acara yang harus kita urus lagi?" Viola bertanya sembari menatap ke arah Jia dan Kak Gavin secara bergantian. Gavin, Kakak kelas sekaligus ketua OSIS yang keberadaannya paling dinanti oleh para kaum hawa.
Gavin dan Jia secara bersamaan maju selangkah mendekati Viola, membuat Viola reflek sedikit memundurkan tubuhnya. Gadis itu bingung di saat dua orang di depannya ini menghembuskan nafas pelan pada saat yang sama juga. "Em, Kak? Jia?"
"Biar gue aja yang jelasin." Gavin menatap jengkel Jia di sampingnya yang sedang menatapnya tajam.
"Gue aja. Gue tau lo mau modus." Jia tak mau kalah. Kini mereka berdua saling menatap tajam satu sama lain.
Gavin bersedekap dada, berniat ingin menambahkan kesan cool pada dirinya. "Enak aja lo kalo ngomong. Gue disini sebagai ketos ya berhak dong mau ngapain aja sama anggota gue. Apalagi sama Adek Viola yang sifatnya kalem, polos, imut-imut gitu, beda jauh sama lo."
"Gue disini sebagai waketos lo, ya setidaknya gue juga ada hak dong! Berhubung Viola waketos kedua, kita suruh dia aja yang milih siapa yang bakal jelasin ini ke dia, gimana?"
Lelaki itu balas mengangguk tanpa ada ragu sedikit pun. "Setuju! Siapa takut. Nah jadi Adek Viola yang gemay, siapa yang bakal kamu pilih buat jawab pertanyaan kamu tadi?" Gavin lalu menghadap ke Viola yang tampak tidak mengerti sama sekali apa yang sedang terjadi.
Gavin dan Jia sesekali menatap sengit satu sama lain, membuat Viola semakin melongo saja. Hingga akhirnya gadis itu terpikirkan sesuatu yang mungkin bisa menyelamatkan dirinya saat ini.
"Nggak usah dijawab dulu Kak kalo gitu. Nanti Viola juga bakal tau waktu rapatnya udah mulai. Viola masuk dulu ya, mau naruh tas. Permisi Kak, Jia." Viola kemudian berlalu masuk ke dalam ruang OSIS, berniat tidak ingin mendengar perdebatan kedua manusia itu lagi.
Gavin mendengus kesal. "Liat 'kan? Adek Viola jadi pergi gara-gara lo, kutu beras."
Jia memutar kedua bola matanya malas. Gadis itu mulai membuka kedua sepatunya lalu mengikuti Viola yang sudah berada di dalam ruang OSIS, serta meninggalkan Gavin yang masih tetap berdiri di posisinya dengan memasang wajah datar.
Gavin cemberut, ia merasa terkacangi. "Gini amat punya sepupu kek guk-guk."
• • •
"Intinya sekitar tiga hari lagi kita bakal ngadain pentas seni di sekolah kita, dan seperti biasa OSIS bakal jadi panitia utamanya. Masalahnya, guru-guru juga nyuruh kita buat nentuin tema pentasnya tentang apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Huh, That Devil!
HorrorMelihat hantu atau roh? Merasakan kehadiran mereka? Mendengar teriakan minta tolong dari area pemakaman? Berbicara dengan mereka? Viola Tsundari sudah terbiasa dengan itu semua. Bahkan ia sudah dianugerahi semua kemampuan itu semenjak ia dilahirkan...