[06] Exception

1.8K 402 91
                                    

:: Happy Reading ::

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

:: Happy Reading ::

"Seokjoo-ssi, aku tahu kita perlu memperbaiki semuanya jika ingin Yeonjun segera sembuh. Tapi tolong jangan terlalu keras padanya."

Dokter bermarga Kim itu mengingatkan. Menatap Seokjoo yang tangannya tergepal kuat seakan ingin segera meluapkan amarah.

Yeonjun membohonginya.

Terakhir kali, sekitar dua bulan yang lalu saat mereka ke sini. Si putra kesayangan berjanji akan rutin meminum obatnya dengan baik. Tapi apa? Hasil ronsen tak menunjukkan perkembangan yang baik. Seharusnya dia sadar Yeonjun begitu keras kepala dan takkan pernah sudi meminum obat. Apalagi dia bergelut pada bagian kimia yang berkaitan erat dengan farmasi. Tentu dia mengerti seberapa keras obat anjuran agar kepalanya tak lagi merasakan nyeri.

Indikasi kanker otak, di mana ada tumor dikepala pemuda itu. Yeonjun sadar dengan kondisi tubuhnya. Tapi sekali lagi, dia juga paham perkembangan si tumor tidak cepat dan tak seganas jenis pada umumnya. Alasan yang tepat untuk mengeyampingkan minum obat serta membiarkan pot pil putih di dalam saku tetap terisi penuh sekalipun rasa nyeri terkadang menggerogoti kepalanya.

Yeonjun tak mau dianggap lemah.

"Ingin menjelaskan sesuatu?"

"Pa, Yeonjun masih sehat. Yeonjun ga butuh obat ataupun upaya pengobatan lainnya."

"Kamu masih bisa bilang begitu?"

Dia terdiam.

Memandangi tangannya yang kini tersambung dengan selang infus. Yeonjun benci semua hal berkaitan rumah sakit. Dia suka ilmu ipa dan kesehatan, tapi tidak dengan semua ornamen di dalamnya jika dia yang menggunakan semua barang itu demi bertahan hidup.

Oh ayolah! Orang sakit kanker sekalipun masih bisa bertahan hidup tanpa obat jika dia yakin akan sembuh.

Begitu prinsip yang Yeonjun pegang erat.

"Kamu pikir untuk siapa Papa bekerja? Untuk siapa Papa mengumpulkan uang demi kehidupan? Dan untuk siapa semua harta Papa?"

Seokjoo bergumam pelan. Hatinya sakit melihat wajah si putra kesayangan begitu pucat pasi.

"Untukku, Beomgyu dan Mama. Benarkan?"

"Berhentilah bicara soal Beomgyu saat kita cuma berdua!"

"Kenapa? Papa selalu begitu, setiap aku bicara soal Beomgyu, Papa selalu membencinya. Pa! Beomgyu juga anak Papa,"

"Kau pikir dia bisa apa Yeonjun-ah? Dia hanya akan selalu sakit dan seperti orang gila terus menggambar di kaca jendela!"

"Papa bilang Beomgyu gila?" Yeonjun tak lagi tahan, hati pemuda itu seakan disayati oleh pisau saat mendengar adiknya begitu dikucilkan.

"Papa bahkan malu punya anak seperti dia, biar kamu tahu? Dia cukup menjadi aib keluarga kita karena begitu banyak memiliki kekurangan."

"Lalu, bagaimana denganku? Sekarang aku sakit kanker. Lebih parah dari betapa introvert nya Beomgyu, dan lebih serius dari Thalasemia yang Beomgyu derita. Kenapa ga Papa buang aja Yeonjun sekalian?"

[√] CR[À]YONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang