Berangkat

87 3 0
                                    

Keluar dari kamar mandi Aku sudah siap, dengan senyum merona dan hati yang berbunga-bunga.

Jeans coklat polos dengan atasan blouse lengan panjang selutut, aku melangkah menuju cermin dan mulai memoles wajah ku dengan makeup tipis dan lipstick pink muda melindungi bibirku agar tetap sehat.

Setelah itu ku ambil jilbab dan ku bentuk sesuai keinginanku, untuk menutup auratku.

Lalu ke pasang sepatu boots yang baru saja ku beli di salah satu Mall di ibukota.

Kutatap kembali seluruh badan ku, dari atas hingga ke bawah, untuk memeriksa apa ada yang kurang.

“Ya, ampun. Dimana jam ku??” tanyaku bingung dan kembali membongkar laci meja rias ku
untuk mencari jam pemberian orang yang sangat berarti dalam hidupku.

“Ketemuu.. Kau kemana saja hah?” segera ku pakai jam pemberian dari orang yang kini sangat ku rindukan, tapi tak lama lagi aku akan bertemu dengannya.

Aku kembali tersenyum
mengingat segala hal tentang dirinya. Wajahku memerah malu dan bahagia, aku berteriak dengan
suara yang sangat keras untuk mengungkapkan perasaanku.

"I am coming Parisss, I'm coming Honeyy."

*

Ya, hari ini aku akan berangkat ke Paris, kota paling romantis didunia, kota yang menjadi naungan orang yang sangat ku sayanggi.

Sosok pria tampan, nan baik hati yang memikat hatiku sejak dua tahun terakhir, sosok yang aku cintai, sosok yang selalu menjadi alasanku tidur larut agar dapat melihat wajahnya melalui VideoCall, sosok yang menjadi alasan kenapa aku selalu senyum-senyum sendiri seperti orang gila, sosok yang menjadi salah satu alasan kenapa aku sering berdebat dengan Mama.

Perdebatan yang selalu berujung sebuah kalimat dariku, "Aku punya Keyakinan, dan keyakinanku pada Tuhanku, dan Tuhanku hanya satu Allah swt."

Aku dan dia sama, kami saling
mencintai dan menyayangi, tapi di sisi lain, kami amatlah berbeda.

Kami berbeda keyakinan. Aku
meyakini Tuhanku sepenuh hati, begitu pula dengannya. Itu yang menjadi alasan kenapa aku ingin ke
Paris, untuk mentukan kemana cintaku akan berlabuh. Aku sudah lelah terombang-ambing dalam
lautan asmaran yang tak ada ujungnya, tak tentu arah.

Jadi, semuanya sudah kusiapkan sejak dua minggu terakhir, baju, mantel hangat juga makanan semua sudah siap di dalam koper baruku. Koper berwarna coklat yang semalam baru ku beli.

Sebelum berangkat ku periksa kembali barang-barang yang ada di dalam ransel hitam yang akan kubawa nanti.

“Alat shalat ada, earphone ada, peta wisata paris ada, dompet ada, charger ada, alat makeup ada, kamus prancis ada, aqua ada, buku bacaan ada, Al-Qur'an ada, emm apa lagi yahh?”

Aku berusaha mencari hal apa yang kurang dalam tasku.

“Ah cemilan”, jentik tanganku mengingat sesuatu yang hilang.

Segera ku buka lemari kecil yang ada di sebelah kakiku dan ku ambil satu pack makanan kesukaanku dan ku masukkan kedalam ransel.

“Siap. Berangkat”.

Ku gendong segera ransel hitam modis itu ke punggungku dan segera ku gengam pegangan koper ku dan juga ku rampas mantel tebal juga syal yang tergantung di pintu kamarku dan bergegas keluar kamar.

Tapi belum ku pegang ganggang pintu kamarku tiba-tiba aku
teringat sesuatu.

“Handphone!! Dimana handpone ku??”

Aku segera membolak balik buku yang ada di meja belajarku dan untunglah handphone ku
ada di sana. Ku cek apa ada pesan atau panggilan, tapi tidak ada.Waktu di handphone ku menunjukkan pukul 08.40.

“Tidaakkk, aku terlambatt.”

Aku berlari keluar kamar dan menuju dapur untuk berpamitan kepada bibi, wanita paruh baya yang merawatku kurang lebih sudah dua puluh tahun.

"Aku brangkat ya Bi", bilang sama Pak Bagus jaga rumah baik-baik yah.”, pamitku padanya.

“Ia Non, ingat jangan lupa shalat, minum vitamin, jangan lupa makan, jaga barang-barangnya nanti kecopetan, jangan lupa kabarin Bibi kalau sudah sampai.” nasihatnya cemas.

“Ia Bi, Jaga kesehatan.
Assalamu Alaikum ”.

“Waalaikum salam”

Aku mencium tangannya dan segera berlari ke gerbang menuju jalan mencari taxi ke bandara.

“Taxiii, taxiiii, kalian lenyap kemanaaaa,hahh??”

Aku merengek kesal di pinggir jalan yang mulai padat. Mataku menangkap sebuah mobil biru melaju perlahan ke arahku, dan berhenti tepat di hadapanku. Aku segera bergegas masuk ke dalam, hingga tak sempat memasukkan koperku ke bagasi. Pak Sopir bingung melihat tingkahku, tapi tak ku pedulikan.

“Bandara, cepat pak.”

Why It Has To Be You ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang