Pergi

30 3 0
                                    

Setelah melumpahkan semuanya, ku masukkan kembali alat shalatku ke dalam ransel hitamku.

Aku melangkah keluar dan memakai sepatu ikatku. Baru saja aku bangkit setelah mengikat sepatuku tiba-tiba pria tampan yang tadi mengingatkanku pada Tuhanku ada dihadapanku dengan raut wajah datar.

Aimer?(cinta?)” ucapnya datar.

Aku hanya berdiri diam membisu menunggu apa yang ia ingin ucapkan lagi.

“Jadi karna cinta yah?” ucapnya sinis dengan seulas senyum.

Aku keget mendengar ucapannya, mataku membulat tak percaya.

Kemudian dengan rasa
malu dan syok karena dia ternyata mampu berbahasa Indonesia dan juga dia tahu alasan kenapa aku menagis, wajahku semakin merah karena perasaan malu, aku melangkah cepat berlalu meninggalkan pria itu menuju jalan raya dan mencari taxi untuk kembali ke hotel.

Ku lupakan sejenak tentang pria itu. Aku berlari menuju kamar hotelku mengambil koper dan memasukkan semua bajuku tanpa kulipat, ambrul adul, berantakan. Kemudian ku tutup koperku dengan tergesa-gesa dan berlari keluar hotel setelah mengurus semua pembayaran.

Aku berjalan cepat entah kemana, yang pasti aku tak ingin bertemu Fero untuk saat ini.

Kakiku melangkah dibawah langit malam kota Paris menuju salah satu kursi taman di bawah bintang-bintang. Aku duduk lesu memandang Eiffel yang penuh cahaya di pinggir sungai Seine
sepanjang 776 km yang masih setia berada di bawah menara kokoh ini.

Mataku sayup lelah menagis, hatiku kini mulai dingin tak bisa merasakan apa-apa. Udara malam menusuk tulangku hingga kehati.

Wajahku hampah, sehampah hatiku. Kepercayaan dan harapanku selama dua tahun telah dihampas hanya membutuhkan waktu dua hari di kota seromantis ini, dikota yang menjadi saksi bisu hancurnya hubunganku, kota yang menjadi saksi pilu hatiku.

Air mataku kembali memberontak keluar. Aku kembali menangis mengingat semua hal yang dikatakan pria yang menjadi alasanku menangis malam ini. Aku berusaha untuk tak mengundang perhatian orang-orang dengan menggigit bibirku agar tak bersuara.

Aku mulai lelah, air mataku kini tlah mengering. Wajahku memerah kedinginan, bibirku membeku digigit dinginnya malam.

Pandanganku mulai kabur, kepalaku pusing, tubuhku tak lagi mampu menopang berat tubuhku hingga aku tak bisa merasakan apa-pun tubuhku terbaring dikursi taman yang dingin dan semuanya tiba-tiba menjadi gelap, sangat gelap.

Why It Has To Be You ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang