Patah

38 5 0
                                    

Aku menangis dengan suara isakan yang sangat keras, menyadari kebodohanku mencintai orang yang salah.

Hanya beberpa pasang mata yang melihatku tapi tak berani mendekatiku. Karena kurasa mereka takut atau apa, aku tidak tahu.

Mungkin mereka enggan mendekatiku karena penutup
kepalaku, karena hijabku.Mereka memandangku rishi, seakan menyudutkanku.

Prancis memang salah satu kota yang sulit untuk menerima Islam, apalagi ditambah dengan pemboman kota Paris beberapa waktu lalu, membuat mereka semakin tak mau tahu.

Tapi aku tak memperdulikan mereka semua. Hatiku hancur tersayat oleh orang yang ku anggap benar.

Vous ếtes trẻs bien? (kau baik-baik saja?)”, suara lelaki ramah terdengar ditelingaku, mengatakan sesuatu yang tak ku mengerti.

Ia berdiri tepat di hadapanku, aku tak berani melihat wajahnya, aku hanya melihat sepatu yang ia kenakan.
Sepatu santai yang cukup bermerek.

Vous ếtes trẻs bien? Pourquoi pleures.tu? (kenapa kau menangis?)”
Laki-laki itu kembali mengatakan hal yang sama untuk kedua kalinya.

Aku masih tidak menyahut, aku masih menunduk sambil menangis dengan isakan yang mulai tak terdengar lagi.

Kemudian karena tak mendapat tanggapan dariku, lelaki itu kemudia menjongkok di hadapanku dan
berusaha untuk melihat wajahku.

Aku berusaha menyembunyikan wajahku yang suram sedih tapi
kurasa ia menangkap wajahku dan tahu kalau aku bukanlah seseorang yng berasal dari sini.

Are you okay?”

Aku menjawabnya dengan gelengan kepala pelan tertunduk.

“You're not alone. Allah always with you.”

Aku kaget mendengar ucapan lelaki yang ada di hadapanku ini, ia berbicara mengenai Tuhanku. Aku mengangkat wajahku berusaha untuk menatap wajah orang yang ada dihadapanku ini.

Ia menatapku balik kemudian ku tundukkan lagi pandanganku.

“Theres a small moses", ucapnya seperti dia benar-benar paham apa yang kubutuhkan.

Setelah memberiku nasihat dan melihatku sudah lebih baik, pria itu berlalu pergi entah kemana. Aku pun menyeka air mata yang ada di wajahku dan bangkit serta melangkah menuju sebuah
musollah kecil.

'Do not Enter If you are not a Muslim,Sorry..'

Tulisan kecil itu tergantung di pagar musollah di depanku. Aku melangkah memasuki tempat ini dan ku jelajahi semua sudut di tempat ini, tapi hanya ada satu orang lelaki tua yang sedang membersihkan karpet.

Bonjour Monsieur !! (selamat sore Pak).”

Lelaki itu segera bangkit dan berdiri di hadapanku dengan wajah ramah dan senyum seadanya.

"Bonjour. Wie kann ich lhnen helfen? (Ada yg bisa saya bantu)" tanyanya ramah.

Aku hanya terpatung tak tahu harus menjawab apa. Aku tidak mengerti.

Kemudian ku balas dengan senyum konyol bingung.

“I don't understand what you say, sorry.” jawabku.

Laki-laki tua itu juga melakukan hal yang sama, bingung dan mencoba mengetahui apa yang ku katakana.

Kemudian aku melakukan gerakan wudhu di hadapannya, kulihat ia tersenyum dan mengetahui maksudku. Ia kemudian menunjukkan tempat wudhu kepadaku dan meninggalkanku.

Setelah wudhu, ku kenakan mukenahku dan menghadap kepada Ilahi yang menciptakanku
dan selalu menjagaku.

Aku merintih dalam hati merasa malu dan hina kepada-Nya. Ku angkat
tanganku untuk mengadukan semuanya pada-Nya, aku kembali menangis di ruangan yang tenang ini. Aku melumpahkan semua keluh kesahku.

“Ya Allah, jika mengenalnya adalah sebuah kesalahan, menyayanginya adalah sebuah penghinaan dan mencintainya adalah sebuah dosa, lalu kenapa? Kenapa Kau pertemukanku dengannya? Untuk alasan apa?” rintih tangis ku dalam do'aku.

Why It Has To Be You ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang