Bismillahirrahmanirrahim
***
Tangan ini tidak mampu terulur untuk menolongmu. Lisan ini tidak bisa menyuarakan cinta. Pandangan ini tidak bisa selalu memantau segala gerak gerikmu. Hanya do'a yang bisa saya panjatkan untuk segala kebaikan kita. Hingga tiba masanya tangan ini mampu saling menggenggam erat. Lisan ini bisa kapan saja menyuarakan cinta. Dan pandangan ini akan selalu tertuju padamu. Semua itu akan terjadi pada masa dimana kita sudah terikat dengan sebuah ikrar suci.
Skenario Terindah
Rani Septiani & Intan Fatimah***
Afifah terus saja mengomeli dirinya sendiri kenapa tadi bisa-bisanya ceroboh dan pada akhirnya malah menabrak seseorang. Yang lebih parahnya lagi, selain kuenya berhamburan semua, yang ia tabrak itu adalah anak dari pemilik pondok pesantren. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah putra Kyai Qomar dan Ustadzah Aminah. Afifah merasa malunya sudah sampai ke ubun-ubun.
Kini ia sedang kembali ke dapur untuk mengambil makanan yang lainnya untuk dibawa ke tempat acara syukuran nanti malam ba'da Isya. Tapi sejak tadi Afifah terus saja tersenyum saat mengingat kejadian itu. Entah ada apa dengan dirinya, ia pun tidak mengetahui penyebab senyuman ini terus mengembang.
Tanpa Afifah sadari ternyata orang yang sudah mengusik pikirannya itu sedang duduk di meja dapur bersama Aminah. Sesekali Zikri memerhatikan Afifah yang sedang berbicara sendiri, entah apa yang dibicarakan gadis itu. Zikri terkekeh dan langsung menundukkan pandangannya.
Lucu sekali gadis itu, ternyata ia tidak banyak berubah. Masih sama seperti dulu, cantik dan sekarang ia terlihat lebih anggun dengan balutan gamis dan hijab yang semakin lebar. Batin Zikri.
"Ekhem, jangan diliatin terus. Nanti dosa. Kenapa tidak segera dihalalkan saja?" tanya Aminah saat menyadari penyebab sang putra terus tersenyum.
"Ummi bisa saja. Dia masih sekolah, Ummi. Biarkan ia menyelesaikan pendidikannya dulu. Zikri nggak mau membuat dia terbebani dengan tugas sebagai seorang murid juga sebagai seorang istri. Lagi pula, kami juga baru bertemu lagi." Zikri menjelaskan dengan tenang. Jauh di lubuk hatinya, sebenarnya ia ingin segera menghalalkan gadis pujaan hatinya itu. Tapi, ia tidak mau egois. Ia juga pernah merasakan menjadi seorang santri dan itu merupakan masa-masa yang sangat berharga dan menyenangkan.
"Yang terpenting, Ummi dan Abi sudah meretui kalian. Sejak dulu malahan. Jadi kapanpun kamu siap untuk membina rumah tangga, bilang saja. Lagian Ummi sama Abi udah nggak sabae buat gendong cucu," jelas Aminah membuat Zikri terkekeh.
"Uhuk ... uhuk." Afifah terbatuk-batuk saat mendengar ucapan Ustadzah Aminah. Membuat dua orang yang sedang duduk itu menoleh. Aminah bangkit dan menghampiri Afifah.
"Kamu kenapa Afifah? Apa sedang sakit?" tanya Aminah khawatir. Sementara Zikri lagi-lagi terkekeh. Apa dia mendengar ucapan Ummi perihal ingin mempunyai seorang cucu tadi? Tanya Zikri dalam hatinya. Dan ia menggeleng-gelengkan kepala. Mungkin ia syok, begitu pikir Zikri.
"N-nggak papa, Ustadzah. Hehe. Kalau gitu, Afifah antar makanan ini dulu ya. Assalamualaikum," pamit Afifah. Sebelum ia benar-benar keluar dari dapur, ia sempat melirik seseorang yang sedang duduk itu ternyata Zikri juga sedang memerhatikannya membuat Afifah kian salah tingkah.
Dugh
Dahi Afifah mencium pintu dapur, ia meringis antara menahan sakit juga menahan malu.
"Astaghfirullah," ucap Aminah dan Zikri bersamaan.
Zikri bangkit dan menghampiri Afifah, tetapi tetap menjaga batasan.
"Anti tidak apa-apa?" tanya Zikri khawatir. Afifah menoleh dan mengangguk. Zikri memperhatikam dahi Afifah berwarna kemerahan. Saat Zikri akan memberi tahu. Afifah sudah lebih dulu bersuara.
"Kalau begitu saya pamit. Assalamualaikum." Sejurus kemudian Afifah sudah menghilang dari dapur.
Ustadz Zikri tersenyum sembari menggelengkan kepala. Kenapa dia terlihat begitu menggemaskan juga sedikit ceroboh.
"Yakin nggak mau dihalalkan segera, Zikri?" tanya Aminah sembari terkekeh.
"Ummi," kata Zikri berusaha menghentikan Ustadzah Aminah yang terus meledeknya.
Tangan ini tidak mampu terulur untuk menolongmu. Lisan ini tidak bisa menyuarakan cinta. Pandangan ini tidak bisa selalu memantau segala gerak gerimu. Hanya do'a yang bisa saya panjatkan untuk segala kebaikan kita. Hingga tiba masanya tangan ini mampu saling menggenggam erat. Lisan ini bisa kapan saja menyuarakan cinta. Dan pandangan ini akan selalu tertuju padamu. Semua itu akan terjadi pada masa dimana kita sudah terikat dengan sebuah ikrar suci. Bersama membina bahtera rumah tangga dengan mengharap ridho dari-Nya.
***
Saat ini Zikri sedang berkeliling pondok pesantren untuk memerhatikan para santri dan santriwati yang sedang setoran hafalan. Hingga langkah kakinya terhenti di sebuah kelas karena ia mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an yang sangat merdu menyapa indera pendengarannya.
"MasyaAllah. Suara siapa ini?" Zikri bermonolog. Ia menghampiri pintu kelas dan menengok dari arah luar. Ternyata seorang santriwati sedang duduk berhadapan dengan Ustadzah. Ia sedang menyetor hafalannya, yaitu surah An-Nisa'. Surah An-Nisa' adalah surah keempat di dalam Al-Qur'an, surah ini diturunkan di kota Madinah. Surah An-Nisa' memiliki arti wanita dan surah ini terdiri dari 176 ayat. Zikri tersenyum setelah mengetahui siapa gadis itu. Ternyata gadis itu adalah gadis pujaan hatinya. Kian bertambah rasa kagumnya pada gadis itu.
Ya Allah, hamba mohon bantu hamba untuk menjaga perasaan ini. Jangan sampai perasaan ini terselimut nafsu belaka. Hamba mencintainya karena-Mu. Maka hamba mohon, izinkan kami bersatu dalam ikatan atas dasar ridho dari-Mu. Aamiin. Zikri berdo'a di dalam hatinya, lalu ia melanjutkan perjalanan.
Ia sampai pada kelas para santri, dan ia mendapati sang sahabat sedang mendengarkan bacaan santri-santri yang sedang menyetorkan hafalan. Suara-suara para santri ini terdengar begitu merdu dan menentramkan hati. Suasana di pondok pesantren ini yang begitu ia rindukan saat berada di Kairo. Sejak kecil Zikri memang sudah dididik dan akrab dengan lingkungan pesantren.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Zikri mengucap salam di depan pintu. Ia berniat membantu Adam agar cepat selesai. Ia sudah tidak sabar ingin bercertia banyak hal dengan sang sahabat.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Adam dan seluruh santri menjawab dengan kompak.
Zikri berjalan masuk, ia bersalaman dengan Adam dan berpelukan lalu para santri menghampiri dan menyaliminya. Zikri meminta izin pada Adam untuk membantu. Berinteraksi dengan para santri adalah hobi seorang Zikri. Mendengarkan segala keluh kesah apalagi mendengarkan curhatan santri baru menjadi kegemarannya. Dari segala cerita yang ia dapatkan dari santri, ia jadi banyak belajar tentang arti sebuah kehidupan. Belajar tentang berbagai latar belakang dan alasan para santri untuk mondok.
***
Jangan lupa vote dan komen ya supaya kami tambah semangat.
Tag instagram @ranisseptt_ @rintanfatimah dan @penaranintan kalau kalian share sesuatu dari cerita ini yaa.
Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skenario Terindah [TAMAT]
Spiritual[Spiritual - Romance] Cinta indah bila melibatkan Allah dalam cinta itu. Tapi bukankah sebuah cinta harus punya sebuah pondasi? Pondasi cinta adalah kepercayaan. Tapi tidak untuk seorang perempuan yang salah dalam mengambil langkah. Sebuah ikatan ya...