14. Tumbuh Rasa?

1.9K 193 28
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Biarkan kulambungkan bahasa indah dalam bait doaku. Teruntuk dirimu yang aku pun tak tahu bagaimana rasamu terhadapku. Namun terkadang, perangaimu adalah kunci jawaban untuk doa-doa yang selalu terpanjatkan oleh lisanku. Izinkan kusimpan rasa ini hingga aku bisa memilih, maju atau mundur karena-Mu Ya Rabb.

Skenario Terindah
Rani Septiani & Intan Fatimah

***

Mata sembab itu kini sudah merasa lebih baik. Tatkala ada kabar bahwa orang tua mantan kekasihnya telah dibawa ke rumah sakit. Setidaknya Afifah tahu bahwa orang tua Danial telah ditangani pihak rumah sakit dan diberi perawatan sebaik-baiknya. Namun, kesembuhan adalah milik Allah semata.

"Anti sudah tidak papa?" Khairani bertanya pada Afifah. Ia mendekati Afifah yang masih terduduk setelah selesai sholat tahajud.

Afifah mengangguk dan tersenyum, "InsyaAllah, sudah tidak papa, Ra."

"Alhamdulillah. Anti do'akan saja orang tua Danial selamat dan kembali sehat. Do'akan juga semoga Danial mengerti."

Afifah kembali mengangguk dan memeluk Khairani untuk beberapa saat, "Terima kasih ya, Ra. Mudah-mudahan Danial baik-baik aja. Tapi ana tetap kasian, ana merasa bersalah."

Khairani membalas pelukan Afifah. Ia berusaha menenangkan sahabatnya itu. Hingga keduanya selesai, akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan bunga tidurnya. Karena mulai besok mereka akan memulai ujian pondok.

Khairani terbangun setelah beberapa saat ia terpejam. Sedang Afifah sudah pergi ke alam mimpinya. Khairani tidak bisa tidur, karena ada rasa yang tak bisa di definisikan malam ini, ia teringat seseorang dan tiba-tiba hatinya ingin bertemu.

Ada apa dengan hatiku. Rasanya sesak dan tak menentu, seperti rasa rindu ketika ingin bertemu dengan ummi dan abi di rumah. Bedanya, ini ingin bertemu dengan dia, ucap Khairani dalam hati.

Khairani benar-benar bingung. Pasalnya ini pertama kalinya bagi Khairani. Khairani pergi ke luar sekadar melepaskan rasa gelisahnya. Ia terus merapalkan istighfar dan tasbih. Ia berjalan menyusuri beberapa hujroh banath[1]. Khairani benar-benar tak bisa tidur, padahal sebentar lagi subuh. Terdengar dari gema lantunan ayat suci Al-Qur'an yang mulai terdengar di area masjid. Pertanda subuh sebentar lagi, karena jam sudah menunjukan pukul 03.35 pagi.

"Kahirani ya?"

Suara yang tak asing di telinga Khairani tiba-tiba mengagetkannya. Dan rupanya benar, itu adalah suara orang yang dirindukannya malam ini.

"U-ustadz Adam," jawab Khairani gugup sembari tetap menundukkan pandangannya.

"Anti ngapain di sini? Bukannya tidur, kalau ketahuan mudabbiroh dihukum nanti," ucap Ustadz Adam dengan nada suara yang terdengar begitu khawatir.

"Afwan Ustadz. Ana tadi tidak bisa tidur. Ana hanya mencoba jalan-jalan sebentar, lagi pula sebentar lagi subuh. Afwan. Ustadz jangan hukum ana. InsyaAllah, ana tidak akan mengulanginya," jelas Khairani dengan perasaan bersalah dan cemas.

Ustadz Adam terkekeh pelan. Namun dapat terdengar oleh telinga Khairani.

"Kenapa Ustadz tertawa? Ana melakukan kesalahan yang tidak ana ketahui ya? Atau ana membuat sesuatu yang lucu? Tapi di sini tidak ada yang lucu Ustadz, gelap semua." Khairani berucap dengan polos. Dan itu malah membuat Ustadz Adam semakin tertawa, namun kali ini ustadz Adam sedikit memalingkan wajahnya karena tak tahan dengan tampang santrinya yang polos ini.

Skenario Terindah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang