01. Rencana Jahat

92 7 5
                                    

Kupijakkan kakiku pada satu persatu anak tangga menuju lantai satu. Derap langkah kaki beralaskan sandal kamar berkarakter boneka kelinciku mengalihkan atensi empat manusia di hadapanku. Tiga di antaranya tetap bertahan menatapku hingga aku melepas sandal dan menginjakkan kaki di karpet berkarakter panda milikku yang tergelar di depan televisi.

Kutatap satu persatu wajah di depanku yang sedari tadi menungguku di ruang keluarga. Aku mengundang mereka ke rumah lantaran harus merundingkan masalah penting—menurutku. Dan, tak kusangka mereka menuruti perintahku. Mungkin aku berbakat menjadi bos.

Tapi kurasa tidak juga. Lagi pula, aku masih sering disuruh-suruh, dan aku juga mau menuruti. Tapi tak apa. Siapa tahu di masa depan aku akan menjadi koordinator pesuruh.

Kutatap Candy yang juga tengah menatapku dengan tatapan yang menyelipkan beribu dugaan nista. Begitu juga dengan Ago. Iris coklat kedua insan tersebut seolah berkoordinasi untuk memburuku dengan tatapan intimidasi. Namun tidak dengan Velly, ia menatapku datar.

Reyhan yang sedari tadi asyik duduk di sofa sambil bermain game sontak terkejut ketika ponselnya kurebut. Ia merengek dengan maksud meminta agar poselnya kukembalikan. Aku menurutinya, dengan satu syarat: akan kukembalikan setelah rapat ini selesai.

"Emang mau ngomongin apa, sih?" tanya Velly.

"Gue curiga nih, pasti nggak penting." Ago mengacungkan jarinya tepat di depan wajahku. Candy mengangguk menyetujui pendapat Ago.

Aku berdecak kesal. Kuputar bola mataku. "Ini tuh beneran penting."

"Cepetan!" Reyhan melotot. Seram. Bola matanya seperti ingin loncat dan menghantam mataku. Nanti  bisa-bisa kami bertukar bola mata.

Ah! Memangnya mau barter mata?

"Gini." Aku berdeham singkat. "Kalian kan, temen sekelas gue yang paling deket sama gue, paling sayaaaang banget banget banget sama gue, paling cinta sama gue, dan yang paling mau gue manfaatin."

"Terus?" Candy menyedekapkan tangannya. Satu alisnya ia naikkan.

Aku menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Kalian tau, kan, kalau gue suka sama Andre?"

Keempat pasang mata di depanku terbelalak menatapku. Kukernyitkan keningku.

"Apa?! Gue nggak salah denger, kan?" tanya Ago setelah sempat terkekeh.

"Gue suka sama Andre."

Ago semakin terkekeh. Tak kusangka Velly pun akhirnya tertawa. Aneh. Mereka kenapa? Aku tahu aku lucu. Tapi jangan menertawakan perasaanku pada Andre juga, dong! Hanya karena aku belum pernah berpacaran, bukan berarti aku tak berhak jatuh cinta, bukan?

Pada detik-detik berikutnya, Candy dan Reyhan ikut tertawa.  Hanya aku di sini yang tidak tertawa. Bahkan untuk mencerna sebab mereka tertawa pun aku tak bisa. Mungkin mereka sedang terlalu ceria.

"Haduh! Beby, gila, lo! Mau cari masalah, lo?" tukas Velly sambil masih tertawa. Matanya mengeluarkan cairan bening yang mulai mengalir bebas di pipinya. Cepat-cepat ia mengusapnya menggunakan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memegangi perut akibat tertawa berlebihan.

"Terus mau lo apa?" Reyhan menetralkan suasana penuh tawa yang menurutku tak jelas di mana letak kelucuannya.

Aku menyeringai. "Gue mau kalian jadi rekan gue. Rekan kejahatan gue."

"Hah? Kejahatan gimana maksudnya?" mata Candy terbelalak. Ia rubah posisi duduknya menjadi lebih tegap.

Semua menatapku dengan serius. Kuraih bahu Candy dan Ago yang sedang berada di sisi kanan dan kiriku, mengisyaratkan agar mereka semua mendekat padaku.

Aku tersenyum lebar. "Jadiin gue pacarnya Andre."

"Pacar? Dia kan, udah punya cewek. Lo mau nikung?" Candy mendelik heran. Aku hanya nyengir. Candy melemparku dengan camilan yang ada di meja. "Gila!"

Ago dan Velly kembali terkekeh. Aku merasa menjadi bahan tertawaan di rumahku sendiri. Ingin kulempari mulut mereka dengan biji rambutan. Sayang, aku tidak tahu di mana ada penjual biji rambutan siap lempar. Setahuku, di pasar, semua pedagang buah menjual rambutan lengkap dengan daging buah dan kulitnya.

"Lagian lo ngapain, sih, pakai cara nggak halal gitu? Sinting ya? Kayanya emang bener kata Candy. Lo gila." Velly menggelengkan kepalanya.

"Dia nggak laku, kali?" celetuk Reyhan. Ia terkekeh sebelum akhirnya mengaduh lantaran kutinju lengannya.

"Menurut gue nih, Beb. Di luar sana pasti ada yang naksir sama lo." Ago tersenyum saat menggenggam bahuku.

"Masa, sih?" tanyaku tak percaya.

Ago mengangguk. "Iya. Ya, walaupun itu orang gila." Lagi-lagi Ago terkekeh. Ia kemudian mengaduh ketika kucubit lengannya.

"Terus kalau ada, kenapa gue masih jomblo?"

"Simple." Ago mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Karena lo sinting."

**

Hai, teman-teman!
Ini ceritanya aku update cepet. Soalnya aku ngetiknya udah sampe ending (walaupun masih perlu revisi). Maaf kalo nantinya banyak jokes garingnya. Emang gitu karakter tokohnya 😭🙏
Jangan lupa vote dan comment.
Makasih 💜

Real Partner ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang