14. Kucari Rey

5 1 0
                                    

Hari Sabtu. Yang aku tahu, hari ini adalah hari bersenang-senang. Hari melepas penat setelah lima hari sibuk berkutik dengan belasan mata pelajaran sekolah. Walaupun aku siswi IPS, bukan berarti aku bisa setiap hari bersantai selama bersekolah, bukan?

Hari ini aku mengajak Reyhan ke toko buku. Kurasa, aku memang senang mengunjungi toko buku, walau hanya sekedar membaca sinopsis yang ada di cover bagian belakang buku. Bukan karena tidak punya uang, tapi karena rak bukuku sudah mulai penuh. Jadi, aku hanya membeli buku yang sinopsisnya benar-benar menarik rasa penasaranku.

Aku membaca sinopsis buku-buku yang ada di hadapanku. Reyhan pergi entah ke deret rak bagian mana. Sudah sepuluh menit aku berada di deret rak ini, namun belum menemukan novel yang benar-benar menarik perhatianku. Sebagian besar novel yang di pajang di sini sudah tidak asing bagiku.

"Beb!" Aku melonjak kaget ketika merasakan tepukan di bahuku. Kutoleh ke belakang, aku semakin tersentak.

Cowok itu mengenakan hoodie berwarna abu-abu gelap dengan celana jeans hitam sebagai pasangannya. Ia mengenakan sepatu Vans berwarna putih. Rambutnya ia biarkan teracak bebas, menambah kesan maskulinnya. Andre sedang menatapku. Bibirnya menampilkan lengkungan indah. Ia tersenyum.

"Eh, Andre," sapaku gugup. Aku membalikkan badan hingga posisiku menjadi berhadapan dengannya. Aku meringis. "Sendirian aja?"

Andre menggeleng. "Gue... sama someone."

"Someone?" Aku menyipitkan mataku.

"Iya, someone." Andre menaik-turunkan kedua alisnya, membuat kesan sok keren. Ia kemudian tertawa.

Aku ingin ikut tertawa, namun seperti tertahan di tenggorokan. Aku akhirnya hanya mampu memaksakan bibirku untuk tersenyum. Hanya sebatas itu. "Sama gebetan ya?"

"Ya, pokoknya, kira-kira gitu lah," jawabnya lalu kembali tertawa.

Aku hanya nyengir terpaksa. "Oh, ke mana doi?" tanyaku.

"Ke toilet, katanya."

"Oh." Aku tak mampu berkata lebih banyak lagi pada Andre saat ini. Aku ingin cepat-cepat menyingkir dari sini, sebelum aku bertemu dengan gebetan Andre di depan Andre dan aku ketahuan galau. Walau aku ingin tahu, paling tidak, Andre tidak melihat kegalauanku saat mengetahui siapa gebetannya. Aku belum siap memberi tahu Andre tentang perasaanku. Terlebih jika ternyata gebetannya cantik. Aku pasti ingin menghilang saja. Aku minder.

Aku butuh Reyhan. Ke mana Reyhan? Aku butuh genggaman yang memberiku ketenangan jika nanti aku akan kacau. Aku benar-benar membutuhkan sosok Reyhan.

Mataku menyapu seluruh bagian ruang yang terlihat dari sini. Tak kutemukan Reyhan. Dia mungkin sedang berada di deret rak yang cukup jauh dari sini.

"Lo sendiri, sama siapa?" tanya Andre setelah celingukan mengikuti arah mataku memandang.

"Eh," aku tersadar dari kesibukanku mencari Reyhan dan kembali menatap Andre. "Gue sama Reyhan."

"Oh, mana orangnya?" Andre kembali celingukan.

Aku menggeleng. "Nggak tau. Lihat buku matematika, kali." Aku berjalan melewati Andre yang masih celingukan. Kususuri setiap deret rak buku yang ada di toko ini. Namun tak kutemukan batang hidungnya.

Kuraih ponselku dari dalam kantong celana jeansku. Kucoba untuk menghubungi Reyhan, namun yang kudengar hanya nada sambung.

Sejujurnya, aku takut ditinggal sendirian. Nanti bisa-bisa aku terlihat hina karena bisa-bisanya aku yang jomblo mempunyai teman tampan yang gebetannya cantik. Aku butuh Reyhan agar pegawai toko ini tidak memandangku sebagai jomblo yang terlalu ngenes.

Jangan sebut aku pembohong. Aku tidak bohong. Orang-orang saja yang sering menyimpulkan seenak jidat mereka kalau aku dan Reyhan pacaran. Tapi, aku juga tidak menyangkalnya. Karena, paling tidak, aku tidak terlihat jomblo yang ngenesnya kelewat parah di mata masyarakat.

Kucoba menelpon Reyhan sekali lagi. Tetap saja tidak dijawab. Malah, yang menjawab panggilanku suara mbak-mbak. Ya, dia operator. Katanya, nomor yang kutuju tidak menjawab. Tidak usah diberi tahu juga aku sudah tahu, Mbak. Entahlah, mungkin si Mbak operator itu hanya ingin bicara denganku. Mungkin dia fans rahasiaku.

Kumasukkan ponsel pintarku ke kantong celana jeansku kembali. Kuhela napas panjang. Kulangkahkan kakiku untuk kembali mencari.

Bukan mencari Reyhan, tapi mencari novel yang menarik bagiku.

Aku kembali bertemu dengan Andre. "Gimana? Udah ketemu Reyhan?"

Aku menggeleng. "Lo, gimana? Doi udah balik dari toilet belum?" Kusenggol lengannya, Andre tertawa kecil.

Apa Andre juga seperti Reyhan yang hobi tertawa? Apa semua laki-laki itu hobi tertawa?

"Doi, doi. Punya nama, kali," ucapnya.

"Siapa, hayooo?" tanyaku meledek. Jujur, aku ingin menampar mulutku sendiri karena kata-kata yang barusan mulutku ucapkan berarti pertanda ajakan perang dengan hatiku.

"Ah, entar juga lo tau sendiri."

Aku memalingkan wajah, membuang napas lega. Untung saja ia tak memberi tahu siapa gebetannya. Sejujurnya, walau aku melakukan misi penguntitan terhadap Andre, aku benar-benar belum siap mengetahui siapa cewek yang berhasil merebut hati Andre.

Tapi aku berjanji, setelah ini, aku akan benar-benar siap untuk mengetahuinya.

"Duh, ke mana ya, Reyhan?"

"Eh, kok ngilangnya bisa bareng gitu? Jangan-jangan, Reyhan nikung gue." Andre mendelik, celingukan.

"Hah?" Aku tertawa lepas, hingga mampu menarik perhatian pegawai toko. Aku berhenti tertawa, karena ternyata hanya aku yang tertawa. "Halu, lo!"

"Ya, bisa aja, kan?" Andre mengedikkan bahu.

Iya. Tentu hal itu bisa terjadi. Bisa saja sekarang mereka sedang berduaan. Dan kalau hal itu benar-benar terjadi, berarti ada dua kemungkinan. Gebetan Andre itu cantik sekali, atau mungkin gebetan Andre itu ternyata juga gebetan Reyhan.

Tapi Reyhan tak pernah cerita tentang gebetannya. Apa Rey benar-benar menganggapku sahabatanya?

Tapi, persetan ia menganggapku sahabat atau tidak. Yang terpenting bagiku adalah, aku tidak ingin Rey punya pacar. Aku ingin Rey tetap jomblo. Entah. Mungkin aku takut tersaingi oleh Reyhan.

"Iya, sih." Aku mengembungkan pipi. Refleks.

"Ya udah, kita tanya ke Abang yang lagi jaga aja, yuk!" titah Andre. Ia berjalan menghampiri pegawai toko ini. Kuikuti langkah Andre.

"Ada yang bisa saya bantu?" tawar Abang ganteng, salah satu penjaga toko ini.

"Mau tanya, Bang. Lihat ada cowok di sini nggak?" tanyaku polos.

Abang ganteng si penjaga toko terkekeh. "Ya banyak lah, cowok di sini. Ini tempat umum, Neng!"

"Oh, iya, sorry." Aku tersenyum malu. Andre pun terkekeh. "Cowoknya itu tinggi, Bang. Lumayan ganteng, lah. Kira-kira tingginya segini," ucapku sambil menunjuk Andre. Andre nyengir.

"Oh, pakai jaket hitam, bukan? Sandalnya Swallow butut, kan?"

Astaga. Aku baru ingat kalau sandal yang Rey pakai tadi merk Swallow yang sudah usang. Sandal sebelah kirinya saja sudah tercuil, saking rapuhnya. Katanya, sandal yang biasa ia pakai sedang dipinjam tetangganya. Keterlaluan sekali tetangganya. Sandal saja pinjam.

"Iya," jawabku sambil nyengir, malu.

"Oh, tadi sih, kalau nggak salah keluar," jawab Abang ganteng penjaga toko.

"Keluar?" Aku menyipitkan mata.

"Kalau cewek rambut panjang, pakai cardigan pink, lihat nggak, Bang?" tanya Andre.

Abang ganteng sang penjaga toko hanya menggeleng.

"Ya udah, makasih, Bang." Aku melangkah pergi ke luar untuk mencari Reyhan.

Ke mana dia? Ada perlu apa dia ke luar?

**

Duh, Rey ke mana ya? 😗

Real Partner ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang