08. [REY] Sweet Beby

11 3 0
                                    

Hari ini, dalam rangka merayakan bulan bahasa yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi, kami mendapat tugas untuk membuat puisi. Seluruh siswa SMA Bina Bangsa ditugaskan membuat puisi bertema bebas untuk diambil satu puisi terbaik di setiap kelas, dengan tujuan dibacakan di panggung acara oleh wakil dari masing-masing kelas. Beberapa penampilan terbaik akan mendapatkan hadiah.

Dari kelasku, sepertinya Candy yang akan mewakili. Semua siswa di kelasku tahu, kalau ia adalah siswi yang paling ekspresif dalam membacakan puisi. Pasalnya, sudah berulang kali ia mengikuti lomba baca puisi dan memenangkannya. Tentu saja hal itu menjadi alasan kuat teman-teman mempercayakan nasib kelas kami padanya besok Jumat.

Kuputar isi otakku untuk menguntai kata demi kata hingga membentuk sebuah puisi. Kami juga diminta membacakannya di depan kelas walau kami sudah sepakat Candy yang akan mewakili. Guru tetap akan mengisi daftar nilai dari seluruh siswa, bukan?

Aku yakin, puisi Ramon lah yang akan dipilih. Jadi, aku bisa memilih kata-kata yang santai saja. Lagipula, kalau aku berpikir berat pun, kurasa puisi Ramon tetap lebih indah dariku.

Setelah sekitar setengah jam, beberapa anak yang sudah selesai akhirnya dipanggil terlebih dahulu untuk membacakan puisi di depan kelas. Yang lain menyusul.

Aku mendengarkan satu persatu puisi teman-teman yang maju.

Dan dugaanku tentang Ramon ternyata salah. Kali ini, rasanya puisi Ramon terdengar tidak indah di telinga juga hatiku. Meski aku tak terlalu mengingat apa isinya, tapi intinya, puisinya bertema tentang cinta. Kata-kata yang kuingat adalah 'Ke manapun kaki kecilmu melangkah, tentu ku kan tetap jadi rumah.'

Apa aku boleh melemparinya dengan upil?

Apa aku boleh berpendapat bahwa ini adalah puisi termenyebalkan yang pernah ia buat?

Apa aku cemburu?

Tidak. Tidak boleh. Itu hanya puisi. Aku tidak boleh membenci karya sastra hanya karena sesuatu yang disebut 'cemburu'.

Kudengar lagi puisi dari teman-temanku. Banyak yang kurasa terdengar indah di telingaku. Dan, bisa kupastikan, bukan puisi Ramon yang akan ditampilkan di acara perayaan bulan bahasa tahun ini.

Kudengar puisi yang dibacakan oleh Beby. Meski ia tak menyebutkan siapa sosok yang dimaksud dalam puisinya, aku paham bahwa puisi itu adalah ungkapan isi hati Beby untuk ayahnya.

Mengharukan, jika semua yang mendengar tahu bahwa itu untuk ayahnya. Menyedihkan, jika mereka tahu sebenarnya, Beby tak punya banyak waktu temu dengan ayahnya.

Kata-kata yang kuingat dari puisinya adalah 'Setiap minggu terselip harapan semu. Selalu, kenangan bersamamu berakhir dengan rindu. Semua kelabu di mataku.'

Semua yang mendengar setiap kata yang diucap oleh Beby bersorak riuh gempita penuh celetukan. Kurasa, mereka mengira bahwa Beby membuat puisi untuk mantan gebetannya. Beby pun hanya nyengir ketika mendengar celetukan-celetukan dari teman-teman. Ya, memang itu yang biasa ia lakukan di depan orang-orang. Tersenyum dan tertawa seolah hanya kebahagiaan yang selalu ia rasakan.

Giliran Andre yang membacakan puisinya, ia juga mendapat banyak sorakan riuh. Puisinya pun tentang cinta. Namun, kurasa puisi milik Andre lebih enak didengar dari milik Ramon.

Ada kata-kata yang paling kuingat dari puisi Andre. 'Aku tak ingin apa-apa. Hanya ingin melihat senyum indahmu lagi.'

Sederhana, juga tak berlebihan seperti puisi milik Ramon. Puisi Andre juga mampu membawaku terbayang akan Beby dengan kata-kata sederhananya yang sebenarnya mampu merasuk dalam kalbu.

Ah, kenapa Beby lagi?

Kulihat Beby tersenyum sepanjang Andre membacakan puisinya. Mungkin itu yang membuatku betah memandang Beby sedari tadi. Rasanya, seperti sedang menonton film dengan soundtrack yang tepat. Puisi Andre benar-benar membawa seluruh anganku kepada Beby.

Real Partner ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang