Chapter Eleven: Dead

2.3K 172 26
                                    

#BITE: Chapter Eleven#

'Sasuke berpotensi mengkhianatiku? Memangnya...hubungan kami ini apa? Kenapa Sasuke bisa mengkhianatiku kalau hubungan kami...―tidak jelas?'

Dan apa maksudnya dengan aku 'akan mati'?

"Huh? Tunggu, dia ini 'kan...," Gaara yang sudah kembali menyahut dari balik bahu Naruto, mengendong jam pasir incarannya di lengan sementara tangan lainnya mengurut dagu seolah itu membantunya berpikir sembari ia berjalan mendekat. "Ah, aku ingat. Kau ini peramal yang waktu itu berkata padaku kalau aku akan dapat harta karun kalau memberikan boneka beruangku pada Naruto, iya 'kan?" sambung Gaara sambil menepuk kepalan tangannya di atas telapak tangan yang satunya ―meniru gerakan yang biasa Naruto lakukan, tetapi dengan wajah datar.

"Eh?"

Bibir Gaara mengerucut, "Tapi itu tidak benar. Aku sama sekali tidak pernah mendapatkan harta karun apapun sampai sekarang. Ini penipuan." sambungnya lagi, terdengar tidak senang.

Naruto menyambut itu dengan tawa grogi, entah mengapa ada sedikit rasa lega bersemayam di dadanya.

Peramal ini mungkin salah...

"Apa yang ia katakan padamu?" 

"Bu-Bukan hal penting. Aha-ha-haha...,"

.

.

Hari itu Gaara datang hanya sekedar untuk membelikan makanan untuk Naruto. Seolah bisa tau kalau Naruto akan bangun kesiangan dan pasti lebih memilih untuk memakan apapun di dalam rumah itu ketimbang harus menggunakan gaun lagi ―setelah akhirnya bisa menggunakan kemeja dan celana, untuk keluar mencari makan. Gaara bahkan rela untuk tidur di dalam kereta yang tengah membawanya ke desa untuk mengganti tidurnya yang masih sangat kurang untuk bisa sampai ke tempat Naruto tepat waktu. Naruto tidak perlu tau tentang pengorbanannya itu, lebih baik ia tidak tau sebanyak apa ia berkorban selama ini untuk si pirang itu. Lebih baik tetap seperti ini...itu akan jauh lebih membuat Gaara tenang. Sahabatnya itu adalah satu-satunya aset yang menjadi alasannya untuk tetap hidup, tidak peduli betapa pun Naruto akan marah dengan sikapnya itu, ia akan tetap berkorban untuk Naruto...sekali pun suatu saat nanti, jika Naruto akan bahagia dengan orang yang paling Gaara benci sekali pun, ia akan rela. Rela jika itu benar-benar akan membuat Naruto jauh merasa lebih baik.

'Hanya jika Naruto merasa bahagia dengan keputusan itu.'

"Haahh...Gaara itu, kenapa dia tidak sekalian datang malam saja, kalau harus kembali lagi tadi siang? Merepotkan sekali harus pulang balik dua kali begini." Gerutu Naruto sambil tidur telungkup di atas sofa panjang dengan bertumpu dagu, menatap bosan pada pintu ruang tamu yang ada di depannya, tempat Gaara menghilang pergi beberapa jam yang lalu.

Jendela-jendela besar yang berjejer di kedua sisi pintu utama itu mulai terlihat bewarna jingga oleh pantulan sinar matahari yang tengah beranjak dari singgasananya menuju sisi lain dari bumi ini.

Kegelapan segera menyelimuti dan membuat Naruto semakin malas untuk beranjak dari tempatnya. Apa lagi yang bisa ia lakukan memangnya? Tugas selanjutnya yang harus ia lakukan adalah tinggal menunggu Gaara untuk membawakan dana yang sudah diurusnya. Naruto sudah berdandan sebaik mungkin seperti yang Gaara pesan. Dan menunggu adalah hal termenyebalkan yang bisa Naruto pikirkan, keringat gerah karena baju besar yang ia gunakan membuat Naruto agak risih. Riasan yang Naruto gunakan seadanya pun jadi agak luntur dan Naruto begitu ogah-ogahan untuk membereskannya kembali.

"Bisakah kau nyalakan lampunya setelah langit gelap, tuan-bergaun-manis?"

Mendengar sahutan itu, dahi Naruto mengerut dan memilih tetap pada posisinya. "Memangnya sejak kapan kau suka terang, tuan-berpakaian-itu-itu-saja?" balasnya ketus.

BITE -SasuNaru (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang