Tidak ada hal yang lebih menyeramkan dari asumsi-asumsi buruk yang bermunculan di kepala
Aku mendapati Hanniel sedang menunggu di atas tempat tidur ketika aku keluar dari kamar mandi, matanya tetap mengawasi setiap pergerakanku. "Apa masih sakit?, sepertinya kita harus ke dokter". Aku sedikit bingung harus menjawab apa, karena sebenarnya bukan badanku yang sakit. Aku menuju di meja rias, terlihat jelas mataku bengkak dan sedikit memerah dan aku merasakan tenggorokanku sedikit kering "aku butuh istirahat aja, sebentar lagi juga udah baikan". Aku mulai sibuk dengan skin care, sepertinya aku harus mengaplikasikan anti aging sebanyak mungkin di mukaku untuk mencegah kerutan akibat mendapatkan goncangan hari ini.
"Kamu dari tadi nangis Ra, apa kamu masih kekeh baik-baik aja?". Aku dapat menangkap sedikit nada geram.
Mulutku seketika bungkam di tembak seperti ini, ternyata Hanniel menyadari.
"saat bangun tidur tadi jelas kamu habis nangis, 1 jam di toilet juga kamu habiskan untuk menangis. Sekarang masih ngaku baik juga ?. " kamu bisa ngabarin orang lain kalau kamu lagi sakit tapi kamu sama sekali enggak kasih kabar ke aku". Aku mendengar nadanya sekarang semakin naik dengan geraman yang tertahan
"Aku hanya enggak mau ngerepotin kamu, setiap jumat kamu sibuk meeting".
Aku tidak sepenuhnya berbohong dengan alasan ini, hari Jumat dan Senin biasanya Hanniel paling sibuk di kantor karena dipenuhi dengan weekly meeting.
"Aku suami kamu sementara Aldo hanya atasan kamu, ini sama sekali enggak lucu". Aku mendengar suara bentakan dan bantingan pintu setelahnya, tubuhku seketika menegang dan air mataku membasahi pipi.
Skin care yang tadi baru dipakai sudah luntur oleh air mata, sepertinya aku harus mengaplikasikannya lagi nanti. Sejak menikah, ini kali pertama aku dan Hanniel bertengkar lumayan hebat, selama ini hanya terjadi perselisihan kecil yang beberapa saat kemudian. Biasanya Hanniel akan mendiamiku atau moodnya akan berubah jelek ketika aku harus pulang malam karen lembur, masih kerja saat di rumah atau harus bekerja di hari sabtu.
"Ra, aku gabisa tidur, gulingnya enggak ada". Aku merasakan tangan Hanniel sudah melingkari perutku dan kepalanya bersandar di bahuku. Kadang aku tidak percaya sikapnya bisa seperti ini dibalik tampangnya yang begitu serius. Hanniel terbiasa menggunakan aku sebagai gulingnya saat tidur, katanya aku multifungsi salah satunya sebagai guling saat tidur.
"ini tanggung Han". Aku masih saja melanjutkan memeriksa laporan yang besok harus aku submit. Tiba-tiba laptopku ditutup dan tubuhku melayang di udara, mukaku setekika masam tanda protes, tetapi Hanniel tetap saja akan menang ketika kami berdebat. Hanniel kemudian menjatuhkanku ke tempat tidur. "aku berasa enggak punya istri kalau harus tidur sendiri". Dia mengukungku dalam pelukannya tanpa mempedulikan reaksi prostesku.
***
Aku merasakan tempat tidur bergerak dan tangan yang melingkari perutku seiringan dengan tubuhnya yang kian merapat. Aku dapat mendengar helaan napas yang lumayan panjang dan terpaan napasnya di belakang kepalaku. Kasur bergerak lagi kemudian aku merasakan tangan Hanniel berada di keningku. Jantungku berdetak lebih kencang dari sebelumnya karena takut Hanniel mengetahuiku hanya pura-pura tidur. Hanniel kemudian Kembali mengambil posisi tidur dan memelukku dari belakang, aku merasakan nafasnya sedikit memburu dan sepertinya memang belum dia belum bisa terlelap.
Mataku masih nyalang ke jendela dan otakku yang tidak bisa berhenti berpikir. Apakah memang saat ini memang waktu yang berat untuk kami. Aku tidak pernah tahu alasan Hanniel yang terlalu posesif terutama menyangkut Aldo. Aku bahkan tidak memberitahu Aldo sama sekali mengenai kepulanganku yang mendadak, bahkan aku tidak mengangkat telpon dari Aldo tadi siang, aku terlalu sibuk menangisi lelaki yang saat ini memelukku.
Pikiranku kembali ke dua bulan lalu ketika Hanniel muncul di Bali saat aku ada workshop dari kantor. Setauku saat itu dia seharusnya ada project di Makassar sampai hari sabtu sore, tetapi sabtu pagi aku sudah menemukannya di lobby hotel tempat aku menginap.
"kamu nyusul kok enggak bilang-bilang sih".
"surprise Ra".
"kamu kan harusnya masih di Makassar". Aku menatap penuh curiga dengan memicingkan mata.
"Projectnya udah kelar Ra, kamu gak seneng banget sih suaminya nyusulin, kamar kamu dimana aku masih ngantuk ngejar flight pagi". Aku akhirnya menuju lift dan disusul oleh Hanniel di belakang. Setibanya di kamar dia langsung meletakkan kopernya begitu saja dan naik ke kasur.
"kamu mau sarapan apa ? biar aku order, tapi kamu masih kuat nggak nunggu 15 menit ? abis order aku mau mandi, acaranya bentar lagi mulai".
"nanti aku yang order, kamu mandi saja".
Setelah setelah keluar dari toilet aku menemukan Hanniel sedang sibuk dengan ponselnya, aku mencoba mencari jejak bekas sarapan di atas meja tetapi aku tidak menemukannya, rasanya mustahil Hanniel sudah menghabiskan sarapannya secepat itu.
Aku buru-buru memasukkan laptop dan semua peralatan yang aku butuhkan untuk workshop nanti ketika Aldo mengatakan sudah berada di lobby. Aku buru-buru pamit ke Hanniel yang masih saja sibuk dengan ponselnya.
"nanti siang kamu makan sendiri ya, aku baru pulang sore, tapi nanti malam masih ada dinner dengan klien".
"Kamu pulangnya siang aja Ra".
Aku paling benci mengahdapi Hanniel yang sudah masuk ke mood yang begini.
"Han, please, aku udah mau berangkat, Aldo udah di lobby dari tadi". aku menghampiri Hanniel di tempat tidur dan memeluknya, " see you".
Hanniel beranjak dari tempat tidur dan menuju pintu.
"Aku mau sarapan di bawah saja"
"katanya ngantuk".
Spontan Hanniel memelukku, sepertinya Hanniel menangkap nada ketus dalam suaraaku.
"suaminya lagi lapar malah dimarahin, perut kosong mana bisa tidur Ra".
Akhirnya aku berjalan keluar kamar yang diikuti oleh Hanniel, Hanniel langsung menggandeng tanganku ketika keluar lift dan spontan melingkarkan tangannya di pinggangku saat kami sudah sampai di lobby tempat Aldo menunggu. Hanniel paling jarang melakukan skinship di depan umum, berbanding terbalik ketika kami hanya berdua saja. Aku tahu selama ini dia tidak pernah nyaman bertemu dengan Aldo, entah alasannya apa, aku juga tidak pernah menanyakan juga, karena saat di kampus dulu yang aku tahu mereka dalam genk yang sama.
Meeting yang terlalu padat mengharuskan kami tidak bisa balik ke hotel dulu sebelum dinner, aku sebenarnua sudah sangat tidak nyaman dengan baju ini, aku sudah memakainya dari pagi. Aku sudah memberitahukan Hanniel tetapi malam ini entah apa yang merasukinya, dia terus-terusan menelepon tanpa henti. Aku akhirnya memute ponselku karena tidak enak dengan Aldo dan klien kami akibat suara getaran ponselku yang terus-menerus.
Hanniel langsung menyerbuku dengan ciumannya begitu aku memasuki kamar.
"Hans please, aku belum mandi".
"Tapi aku kangen". Tanpa mempedulikanku, malam itu ciumanya lebih menuntut dari biasanya, sedikit lebih kasar. Kami hanya berpisah dua hari karena Hanniel ada dinas di Papua, ini adalah hal yang baru untukku karena biasanya Hanniel tidak pernah seperti ini meskipun kami tidak bertemu cukup lama.
Aku tersadar ketika Hanniel mengeratkan pelukannya di perutku, aku dapat mendengar napasnya yang teratur. Banyak hal yang berputar di kepalaku, termasuk semua kenangannya bersama Sika. Selama 8 bulan ini aku baik-baik saja dan aku berpikir Hanniel sudah move on, tetapi mendapati fakta hari ini membuatku sangat ragu. Apakah dia masih sering menemui Sika di belakangku.
Malam ini aku sama sekali tidak bisa tidur memikirkannya, beberapa kali air mataku jatuh karena asumsi-asumsi yang muncul di kepalaku.
hai haii, aku update lagiii.
si Nara sudah mulai curiga dengan Hanniel nih guys, menurut kalian Hanniel bertemu dengan Sika karena apa ? mungkinkah Hanniel memang belum move on seperti dugaan Nara ? jawab di kolom komentar ya guys
Stay safe everyone, love :p.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA MENGUBAH ASA
General FictionDera Winara yang bekerja sebagai Financial Analyst tidak menyangka mendapatkan lamaran dadakan yang kecepatannya diyakini melebihi kemampuan analisanya selama bekerja. Lamaran dari seorang Hanniel Tallis si pria minim ekspresi yang selama ini tidak...