Sebentar lagi bulan Juni, gumam Rara dengan suara lirih. Pandangannya seperti menatap jauh kedepan, nyatanya ia hanya sedang menatap dinding kamar, tak sadar memperhatikan alur retakan yang entah kenapa semakin di lihat, mata Rara menangkap semakin banyak retakan yang sambung menyambung tipis-tipis menghiasi dinding kamarnya.
Ditengah pandemi ini, sudah hampir tiga bulan Rara membatasi dirinya untuk keluar rumah, ditambah lagi tempat ia bekerja sudah menerapkan sistem Work From Home sejak awal. Minggu-minggu pertama ia merasa jenuh dengan situasi ini, tapi lama-lama ia mulai terbiasa bahkan merasa nyaman.
Rara terduduk sembari memegang ponselnya, membuka aplikasi percakapan. Tanpa menggubris pesan lainnya, ia langsung saja masuk ke salah satu grup yang ia beri pin sehingga posisinya tetap berada paling atas tak tertimbun pesan lain.
"Bagaiamana rasanya pulang? Apakah menyanangkan?" send, pesan terkirim.
pesan singkat berupa dua pertanyaan yang tak akan pernah ada yang membalasnya, selain dirinya sendiri. Grup percakapan itu, hanya beranggotakan dirinya sendiri. Grup itu menjadi ruang pribadinya, tempat ia mengutarakan apapun yang ia ingin utarakan. Baginya, tak ada tempat lain yang bisa ia kirimkan pesan, tak ada.
Jika ditanya siapakah manusia paling kesepian di dunia ini, Rara, gadis usia 22 tahun itu, bisa dipastikan ia akan masuk nominasinya. Bagaiaman tidak, sejak ibunya meninggal dunia tiga tahun lalu, dan ayahnya menikah lagi tepat setelah 40 hari kepergian ibunya, Rara resmi hidup seorang diri.
Sebetulnya Ia masih punya dua orang kakak, namun bagi Rara, hidup sendiri adalah pilihan terbaiknya. Setidaknya, ada banyak jutaan kenangan indah yang menyertainya.
**
"Berhentilah menganggap aku tempat pulang kalian. Sesekali, pun dengan diriku, menginginkan hal yang sama, Pulang" Send. Lagi, Rara mengirimkan pesan ke grup yang hanya beranggotakan dirinya sendiri itu. Kemudian Rara kembali mengetikan dan mengirimkan pesan-pesannya lagi, kali ini cukup banyak yang Ia utarakan lewat pesan itu.
"Aku merasa lelah"
"Aku ingin sesekali menjadi tamu"
"Pagi ini aku menyadari, aku tak tumbuh menjadi 'wanita', aku tumbuh menjadi seorang ibu yang cerewet dan menyebalkan, seperti ibu kebanyakan. Itu menyakitkan"
"Aku lelah menggantikan posisi seorang ibu yang harus selalu siap menjadi tempat pulang"
"Bagaiamana mungkin aku bisa aku bisa bertahan selama ini, padahal jiwaku, pun sedang dalam pencarian jalan pulang"
Ah, tak ada artinya. Gumam Rara.
Keluhan kesah ini, apakah sebagai bentuk pembuktian bahwa Rara adalah manusia? Atau ini hanya bentuk gerutu dari sisi lain dalam dirinya yang tak bisa menerima takdir dengan Ikhlas?
Entahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG
Short StoryPerahuku kan berlayar menuju arah pulang Namun, ada yang harus aku ikhlaskan Ada yang harus aku tanggalkan Agar perahu ini tak kelebihan muatan Baiklah, Aku menanggalkan semua rasa benci Mengikhlaskan perasaan cinta Melepaskan apa-apa yang selama i...