Part 06. Pengawas Dadakan

109 13 0
                                    

"Abang kenapa grusa grusu gitu sih. Emang ada pembagian sembako?" Tanya Ara dengan gamblangnya.

"Otak lo emang minta gue jepit yah. Udah sana lo ke kelas. Abang mau ada ulangan" jawab Aris kesal.

Ara tak menjawab, ia langsung saja berjalan menuju kelasnya sambil bersenandung kecil.

Setelah sampai dikelas, Ara segera duduk dibangkunya. Segera ia keluarkan handsetnya lalu ia pasangkan ditelinganya. Ara membaca novelnya sambil manggut manggut dengerin musik yang jedug jedug ditelinga.

Brakkk!

"Lukmannn. Mana uang kas lo hah?" Sentak Nina.

"Uang kas apaan sih?" Tanya Lukman pura pura bego:v

"Setan lo. Nggak usah sok nggak tau. Ini hari Rebo goblok. Waktunya buat setor duit ke gue sama ke Nina" sahut Nadia.

"Gue nggak punya duit" jawab Lukman enteng.

Brakk!

"Lo nggak usah alesan bangsat. Lo tuh ketua kelas disini. Belaga polos lagi lo" sentak Nadia.

"Buset dah lo berdua. Nggak usah pakek gebrak gebrak meja segala lagi" jawab Lukman.

Nina merasa geram dan mengangkat kakinya tepat dikursi tempat duduk Lukman.

"Lo bayar sekarang atau gue cukur rambut lo sampek botak" ancam Nina. Lukman menggelengkan kepalanya cepat dan mulai merogoh saku kemejanya. Ia mengeluarkan uang 2 ribuan.

Nina menyaut uang tersebut dan menyatukannya dengan uang uang yang lain.

"Kurang apa enggak?" Tanya Nadia.

"Pas. Dua ribu" jawab Nina.

Nadia manggut manggut dan mencentang nama Lukman dibuku kas kelasnya.

Nina itu premannya sekolah. Meskipun masih kelas 1, dia nggak tanggung tanggung buat ngejajar orang. Apalagi dia jadi bendahara. Sama Nadia lagi. Jadi komplit satu paket premannya Cempaka.

Setiap hari Rabu Nina dan Nadia pasti menggebrak meja dan mematahkan kursi serta sapu karena ulah teman temannya yang susah untuk membayar kas.

"Gentong lo bayar sekarang. Lo udah ngebon sama gue. Total utang lo itu 10 ribu" ujar Nadia.

"Ngarang lo pasti. Gue nggak pernah ngebon curut" jawab Gandhi.

Nadia dengan cepat mengangkat kerah baju Gandhi ke atas. Sementara yang disiksa pun hanya memohon ampun. Nina juga tak tinggal diam. Ia merogoh semua saku celana serta kemeja yang Gandhi kenakan. Ia menemukan selembar uang 10 ribuan.

"Ini apaan kalo bukan duit? Gaya lo ngibulin gue sama Nadia" sentak Nina.

"Gue menghemat uang lah bego" jawab Gandhi kesal.

Nina marah dan kembali menarik kerah baju Gandhi ke atas.

"Jangan macem macem lo sama gue. Pakek ngatain gue bego segala lagi. Gue ganti semua tulang lo pakek tulang badak mau hah?" Sentak Nina.

"Nggak. Gue nggak mau" jawab Gandhi menggeleng keras. Nina melepaskan tangannya dan kembali merapikan bajunya.

Nina dan Nadia kembali keliling menagihi anak anak kelas. 2 sapu sudah patah menjadi 4 dan satu kursi telah terbalik. Itu semua karna kelakuan preman kedua gadis itu.

Ara sama sekali tak mendengar percekcokan antara teman temannya. Ia tau bahwa ini adalah harinya preman dan ia sudah menyiapkan benda pusaka untuk menyelamatkan telinganya dari kebudekan.

"Ara bayar kas lo. Lo bayar doble 2. Minggu lalu lo ngutang sama kita" ujar Nadia.

Ara tak bergeming. Ia masih manggut manggut membaca novel sambil mendengarkan alunan lagu.

Kinara ZainissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang