Chapter Thirteen

4.3K 485 13
                                    

Kebersamaan. Ini tidak akan kusia-siakan.

Alka terjaga semalaman. Dirinya tak mampu tertidur, dan mungkin tidak akan pernah bisa tidur nyenyak lagi. Matanya tak lepas memandangi Leana yang terlelap begitu nyenyaknya seolah sedang bermimpi indah.

Kini Alka bertekad, untuk berdamai dengan hati. Untuk selalu ada di samping gadis itu dan memberikannya mimpi indah.

Kelopak mata yang sedari tadi dipandanginya perlahan terbuka, memperlihatkan manik mata yang indah.

"Pagi." Alka berucap ketika mata itu menatapnya dengan intens.

Sampai Leana tak mampu balas menatapnya lama-lama apalagi dari jarak sedekat itu, ia kembali memejamkan mata, mengucek-ngucek perlahan dan mencoba meregangkan otot-otot tangan.

"Pegel?" Alka bertanya dan di angguki oleh Leana. Sebelah tangannya terulur untuk menyentuh kening gadis itu, lagi-lagi untuk memastikan kondisinya. "Udah agak mendingan, mau olahraga ringan? Kayak gerakan pemanasan kamu tau kan?"

"Biar gak pegel-pegel?" Leana bertanya.

Dan Alka membenarkan.

Maka kini mereka berdua sedang berada di teras depan rumah, menghirup udara pagi yang menyejukkan sekaligus merasakan sinar matahari yang menghangatkan kulit. "Biasakan rutin kayak gini, ini bakal bikin badan kamu sehat." Alka berucap sambil meregangkan kedua tangan ke depan yang juga diikuti oleh Leana.

Mereka disibukkan dengan kegiatan itu selama beberapa menit diiringi obrolan yang mampu menghangatkan suasana, bahkan tak jarang Alka tersenyum saat Leana memberikan lelucon. Melihat kenyataan itu sungguh membuat Leana bersyukur karena kini dirinyalah yang menjadi alasan Alka mengukir senyuman.

Dia akhirnya luluh?!

***

Hari kedua, Leana izin masuk sekolah. Selain karena Alka menyuruhnya untuk banyak beristirahat, memulihkan diri lebih lama, Leana juga belum siap untuk bertemu dengan Dara. Ia tak bisa mengizinkan sahabatnya itu untuk memiliki perasaan terhadapnya.

"Jangan menjauh." Itu tanggapan awal dari Alka saat Leana menceritakan alasannya tak siap untuk pulang. "Dia bakal kehilangan, jadi jangan jauhi dia. Siapapun berhak memiliki perasaan Leana, ada yang mereka simpan sendiri, dan ada yang mereka berikan, kalo kamu nggak mau nerima jangan dihancurin. Kamu juga punya hati, pasti punya perasaan, dan kamu pasti nggak mau semua itu hancur."

Alka menyadarkannya. Emosi dan pergolakan batin yang sempat menyelimuti Leana kini perlahan menghilang digantikan penyesalan karena secara tidak langsung dirinya telah menyakiti Dara dengan sikapnya yang terkesan menjauhi.

Jika dipikir kembali, selama ini Dara adalah sahabat yang selalu ada untuknya, mereka pernah cekcok namun selang satu menit mereda, mereka juga tidak pernah berpisah lama sampai berhari-hari, bahkan sering kali jika Leana butuh sesuatu pasti Dara lah yang berada di garis terdepan untuk memberikan semua yang ia butuhkan, termasuk uang jajan, Leana terkadang tidak habis pikir betapa royal sekali Dara kepadanya sampai-sampai uang tabungannya selalu Dara berikan.

Kenapa harus ada perasaan lain? Leana pikir rasa sayang Dara terhadapnya sudah diluar batas.

Leana kini tengah mengunci pintu rumah Alka, lalu setelahnya melangkah pergi dari sana sambil merapatkan jaket Alka yang ia pinjam tanpa sang pemilik jaket itu ketahui. Alka belum pulang, dan Leana tak tahan dengan kesendirian maka ia putuskan untuk jalan-jalan keluar sekalian beli makanan untuk mereka berdua.

Sampai pandangannya terhipnotis oleh penjual es krim tak jauh di depan sana. Leana tidak bisa menahan godaan jika dihadapkan dengan hal itu, maka Leana berlari girang karena beberapa hari belakangan ia sangat rindu merasakan manisnya es krim.

Alkalea [GxG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang