Chapter Seven

4.7K 495 19
                                    

Bahagia. Kapan dan dimana aku bisa menemukan makna kalimat itu?

"Ketemu nanti sore. Gimana?" Alka bertanya, sangat berharap-harap cemas mendengar jawaban Aina.

"Aku ada janji sama Ergi, besok aja ya. Maaf Alka." Ia lupa bahwa sekarang prioritas Aina adalah pria itu. Kecewa, tentu saja. Perasaan itu sedang melandanya saat ini, bahkan bola pingpong yang sedang dipantul-pantulkannya jadi sasaran kemarahan.

"Iya nggak apa-apa. Kita masih punya banyak waktu." Mau tak mau ia menanggapi seperti itu dengan enggan.

"Jangan lupa makan Alka, yang teratur, maaf akhir-akhir ini aku sibuk banget jadi nggak sempet nemuin kamu...."

Bola pingpong itu semakin kencang dipantul-pantulkannya sampai melesat dari cengkeraman dan mengenai dahi seseorang yang tengah berlari antusias menghampiri Alka. Siapa lagi kalau bukan Leana.

"AW?!"

Alka tentu saja panik bercampur kesal karena gadis itu selalu saja muncul di saat yang tidak tepat. Dengan enggan ia beranjak dari pinggir lapang. Pembelajaran kelas lain telah selesai beberapa menit lalu tepat saat bel pulang berbunyi.

"Kok aku dilempar bola pingpong sih?" tanya Leana dengan polosnya.

Kedua tangannya dengan rapat menutupi pelipis sehingga Alka tidak dapat melihat apakah ada luka atau barangkali memar.

"Awas tangannya, biar aku liat." Dan tanpa disuruh dua kali Leana menurut.

"Nggak apa-apa kali Kak. Untung aja bola pingpongnya ringan bukan dari batu." Gadis itu selalu mudah menunjukkan senyuman, seolah tak ada beban dalam dirinya. Mendadak Alka dibuat geram melihat sikapnya yang selalu ceria itu. "Yuk, pulang bareng!" Ajak Leana dengan percaya diri.

"Pulang sendiri. Aku ada urusan."

"Urusan? Makan-makan sama para guru lain ya? Bagus deh biar Kak Alka bisa berbaur sama yang lainnya di sini."

"Bukan, aku ada janji sama temen."

Untuk sesaat senyuman di bibir Leana memudar. "Oh, bareng Kak Aina?" Sikap Diam Alka menjadi jawaban. "Ya udah kalau gitu, hati-hati di jalan ya Kak. Inget pulang, jangan sampai terlalu malem." Lantas Leana menjulurkan lidah, tanda mengejek, sebelum akhirnya berlalu pergi dengan berlari-lari kecil membuat helaian rambutnya bergerak ke kanan dan kiri.

Saat ini rasanya bagai ada yang meremas hatinya. Menyesakkan. Tapi senyuman setidaknya membuat Leana perlahan-lahan namun pasti selalu merasa seolah baik-baik saja. Senyuman adalah kunci bagi dirinya keluar dari perasaan sedih, kecewa dan perasaan apapun yang mengganggu hati.

***

Si kecil Khansa—adik dari Ergian—berlari dengan girangnya menghampiri Leana di ambang pintu yang baru saja dibukakan oleh Ergian. Leana lantas berjongkok untuk meraih Khansa ke dalam pelukan.

Alkalea [GxG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang