Runtuhnya Kepercayaan

862 63 10
                                    

Ternyata begini sakitnya mengetahui kebenaran__ Anzela

---------------

Suasana koridor sekolah sangat sepi karena memang waktu belajar telah di mulai kembali. Theo berlari mengelilingi sekolah untuk mencari keberadaan Anzel. Theo bersyukur tak bertemu guru saat jam pelajaran begini. Pikirannya sedikit kacau, Theo yakin Anzel sangat marah saat ini. Gadis itu sedang di rundung banyak masalah yang membuat mood-nya sangat sensitif.

Biasanya Theo akan menemukan Anzel di taman belakang sekolah, rooftop, atau di bangku kantin paling pojok. Namun sayang, di semua tempat itu Theo tak menemukan keberadaan Anzel. Tidak hanya tempat yang biasa Anzel datangi saat membolos Theo bahkan sudah mencari Anzel keseluruhan lingkungan sekolah secara diam-diam agar tidak kepergok guru karena berkeliaran di jam pelajaran.

Theo bahkan sudah menelpon Anzel puluhan kali namun, tak ada satu pun panggilannya di angkat. Theo khawatir dengan keadaan Anzel sekarang.

Theo Zergavin:

Zel!.
Lo dimana?.
Gue minta maaf.
Zel!.
Please, jawab telpon gue.
Jangan kayak gini dong, Zel.
Zel!.
Anzel!.
Gue khawatir sama lo, Zel.
Kita bisa ngomong baik-baik kan. Gue pasti dengerin mau lo, Zel.

Banyak pesan yang theo kirim tak ada satu pun dari pesan itu yang di baca. Theo menelpon kembali tapi ponsel Anzel sudah tidak aktif.

"Lo kemana sih, Zel?." Tanya Theo mulai lelah. "Segitu marahnya Lo sama gue?".

Theo menyerah ia tak menemukan Anzel di mana pun. Mungkin memang gadis itu sudah tidak berada di lingkungan sekolah.

◾◾◾◾

Panas di hati Anzel sangat membuatnya merasa tidak nyaman. Niat awal Anzel hanya ingin membolos tapi, entah mengapa nalurinya menyuruhnya untuk pulang. Keinginan itu sangat kuat hingga Anzel memutuskan untuk pulang. Anzel meminta izin pada guru piket sekolah dengan alasan sakit. Bersyukur, keadaan Anzel yang sedikit kacau membuat gurunya percaya dan mengizinkannya untuk pulang.

Selama di perjalanan pulang ponsel Anzel selalu berdering, panggilan itu berasal dari Theo. Anzel yang memang masih kesal pun hanya mengabaikan panggilan itu. Sepertinya tidur akan membuat pikirannya sedikit lebih tenang. Notif chat dari Theo yang masuk pun tak Anzel baca dan malah menonaktifkan ponselnya.

'Syukuri gantian gue cuekin emang enak,' batin Anzel.

"Sudah sampai, Neng." Anzel mendongakkan kepala. Ia lalu tersenyum pada supir taksi yang sudah mengantarnya dan memberikan ongkos.

"Makasih ya pak," ucap Anzel ramah.

"Sama-sama, Neng."

Turun dari taksi Anzel sedikit mengernyit. Mobil Bima, Pops-nya masih ada di rumah padahal ini sudah jam 11 siang. Walau sedikit heran Anzel tetap melangkah memasuki rumah. Namun, sayup-sayup dari kejauhan ia mendengar suara ribut dari dalam rumahnya.

Anzel mendekat karena penasaran. Semakin dekat suara dua orang beradu argument semakin terdengar jelas. Terlebih saat ia mendengar namanya di sebut. Entah mengapa jantung Anzel mendadak deg-degan. Rasa gugup mulai membuatnya resah ketika suara lain terdengar dan ia yakin itu suara Miranda, mama-nya.

"Sebenernya apa mau mu, Mira?." Tanya Bima dengan suara menggema.

"Mau ku. Kau tidak usah ikut campur urusan ku," jawab Miranda sinis.

GAMERS VS PLAYGIRL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang