Happy reading guys!
Semoga suka ya chapter kali ini.◾◾◾◾
Sudah beberapa Minggu terakhir ini Gevan sangat jarang berkomunikasi dengan Anzel. Bukan Gevan menjauh atau lebih sibuk dengan urusan pribadinya tapi, entah mengapa? melihat suasana hati Anzel yang suka berubah-ubah membuatnya mengurungkan diri untuk berbicara dengan gadis itu. Gevan bukannya tidak perduli hanya saja ia merasa Anzel memang membutuhkan waktu untuk menyendiri.
Malam ini Gevan berniat menengok Anzel, selain untuk mengecek keadaan gadis itu ia juga ingin melepas rindu, bercanda tawa dengan gadis itu. Gevan akui semenjak ia dan Anzel memiliki pasangan, mereka jarang meluangkan waktu bersama. Sebenarnya pasangan mereka mengerti dengan hubungan Gevan dan Anzel yang memang tidak pernah lebih dari seorang kakak dan adik. Namun, entah mengapa? mereka seolah mencoba menjaga perasaan dari pasangan lawan.
Gevan sudah berada di depan rumah Anzel, ia tak perlu mengetuk karena biasanya ia akan langsung masuk jika ingin bertemu Anzel, mereka sudah biasa melakukan hal ini. Gevan melangkahkan kakinya memasuki rumah Anzel. Sepi, saat Gevan sudah berada di dalam hanya kesunyian yang menyapanya. Bi Marmi ART yang di pekerjaan Bima biasanya sudah pulang sejak pukul 6 sore, wajar jika malam hari rumah ini sepi karena memang hanya Bima dan Anzel lah yang tinggal di rumah ini.
Gevan melangkahkan kakinya menuju kamar Anzel. Gevan sudah sangat paham Bima akan pulang pukul 8 malam dan di jam 7 Anzel akan menggulung diri dikamar. Jika sang Ayah sudah pulang barulah Anzel berlari keluar untuk memeluk Bima.
Tok! Tok! Tok!
"Zel!"
"Buka dong gue nih," kata Gevan di luar kamar.
Pintu terbuka menunjukkan wajah Anzel yang sembab sehabis menangis. Hal itu sontak membuat Gevan mendelik mendapati kondisi Anzel yang acak-acakan.
"Lah, lo kenapa?" Tanya Gevan.
"Gue galau tau," kata Anzel galak.
"Kok bisa?" Anzel ingin sekali melempar Gevan dengan sandal.
"Lo pikir gue gak bisa galau, setan."
"Ye, gak usah ngegas kali. Kenapa sih emangnya? lo mau cerita gak ni sama gue." Gevan sudah mendudukkan dirinya di ranjang Anzel sesekali berguling-guling.
"Males," jawab Anzel sewot.
"Idih, Sok jual mahal lo," cibir Gevan.
"Kalo lo cuma ganggu mending lo pulang, Bang. Dari pada lo gue timpuk pakek sendal."
"Kalem lah, Zel. Gue kangen tau godain lo."
"Gue enggak," ucap Anzel yang di hadiah jitakan oleh Gevan.
"Sakit bego," maki Anzel.
"Lagian omongan lo bikin kesel."
"Sejujurnya gue ngerasa kita sedikit merenggang, Zel." Ucap Gevan mulai serius.
"Gue juga, Bang." Angguk Anzel.
"Gue suka gak enak deketin lo terlalu banget, Bang. Gue gak mau Ghea cemburu sama gue," tutur Anzel menyuarakan isi hatinya.
"Sama, Zel. Gue juga gitu, gue suka ngerasa gak enak sama Theo kalo terlalu deket banget sama lo. Walaupun gue rasa pasangan kita ngerti aja hubungan kita cuma tetep aja gue menghargai pasangan lo." Anzel menyetujui pendapat Gevan.
"Tapi kadang gue juga suka kangen ribut sama lo," ucap Gevan lagi membuat Anzel tersenyum mengejek.
"Emang dasarnya lo itu sayangnya sama gue udah mendarah daging. Gue tau, Bang. Gue itu emang suka ngangenin." Lagi perkataan Anzel di hadiahi sentilan oleh Gevan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAMERS VS PLAYGIRL (TAMAT)
Teen Fictionkisah asmara dari seorang gadis playgirl yang menjadi pacar seorang pria gamers yang terkenal cuek. Namun,memiliki sisi lembut di balik sikap cueknya. Anzel yang manja, egois, dan suka menang sendiri harus membuang ego demi mengakui perasaannya. T...