Prolog

50 5 3
                                    

Aku terbangun dari tidurku, yang kulihat hanyalah plafon putih kamarku. Sinar mentari telah menembus jendela besar yang tirainya setengah terbuka. Aku pun bangkit dan duduk di pinggir tempat tidur sambil menatap nampan berisi makanan dan minuman beserta obat-obatan di atas nakas.

"Pasti bibi yang menaruhnya.... atau dia? Beberapa hari yang lalu ia mulai datang untuk memeriksa keadaanku, aneh..... bibi tidak pernah cerita bahwa ia akan mendatang kan psikiater lagi...."

Yuna POV

"Yap.... sudah sampai, terimakasih pak.... ini bayarannya" kataku sambil memberikan uang kepada sopir taxi kemudian aku turun dari taxi yang kutumpangi itu.

"Dasar bocah... gara-gara anak itu aku harus pergi dengan taxi! Disaat mobilnya rusak ia malah membawa mobilku untuk bersenang ria. Padahalkan aku sedang bekerja! Dimana hati nurani adikku yang satu itu?. Kataku menggerutu sambil berjalan menuju rumah pasien baruku diseberang sana. Tak lama aku pun sampai di depan pintu gerbang rumah tersebut, pak satpam membukakan gerbang dan mempersilahkan ku masuk. Aku berjalan melewati taman pekarangan sambil memandangi keindahannya. Dan akhirnya aku sampai ke depan pintu kemudian aku menekan bel.

~ ting tong.....

Sambil sesekali aku melirik ke arah belakang untuk memperhatikan keadaan taman sejenak.

"Luas sekali...."

Pekarangan ini ditanami berbagai macam tanaman. Terutama bunga. Banyak jenis bunga indah yang ditata sedemikian rupa dan bahkan aku tidak tahu namanya. Yang aku tahu cuma bunga mawar dan bunga seruni yang di tanam disekitar bangku taman

"andai aku mempunyai taman seluas ini, aku bisa bersantai, menghilangkan penat dan memikirkan karir baru yang harus kutempuh...."

Dulu aku sangat mencintai pekerjaanku ini tapi semenjak peristiwa itu, membuatku sangat trauma dan menyesal hingga aku memutuskan untuk vakum selama 3 tahun terakhir dari pekerjaanku ini.

~krieeeettt.....

Bibi Lena membuka pintu, mendengar aku pun langsung mengubah arah pandanganku ke arahnya.

" Dokter Yuna sudah datang.... apa sudah lama menunggu ? Maaf ya tadi bibi ada didapur...."
Ucapnya dengan nada khawatir.

"Tidak apa-apa kok bibi, tadi aku sambil melihat-lihat taman...." sahutku

"Oh ya udah silahkan masuk..."

"Terimakasih bi... " jawabku dengan senyuman.

Kemudian aku berjalan masuk mengikuti bibi.

"Rumah ini sangat besar, namun hanya dihuni oleh 2 orang. Tak seperti rumahku yang tiap malam terdengar suara candaan maupun pertengkaran kecil kedua adikku, disini sepi dan sunyi.... keadaan maupun suasana rumah ini mampu melukiskan hati pemiliknya yang hampa."

Seketika aku teringat kedua adikku dan membuatku tersenyum simpul.

Tapi aku masih belum memaafkanmu bocah..."

Bibi mengantarkanku sampai ke depan pintu kamar Rai.

"Baiklah bibi... apa dia ada di dalam?" Tanyaku

" iya... Rai jarang keluar dari kamarnya selama beberapa bulan terakhir"

Rai POV

Tak terasa matahari mulai terik, segera aku menutup tirai kemudian aku melirik nampan diatas nakas yang belum kusentuh sama sekali.

"Aku bosan... percuma membawa psikiater kesini, mereka hanya butuh uang. Berapa banyak orang yang sudah bibi panggil.

Aku mendengar pintu kamar diketuk.....
"Pasti dia yang datang..."

Tok tok tok...

"Permisi apa anda di dalam?"
"Bagaimana sih? Kan tadi bibi bilang dia memang ada di dalam? Tak apa apa hanya basa basi"

"Bisa tolong bukakan pintunya?"

"Berisik!"

"Jika tidak keberatan aku akan membuka pintunya...." kurasa pintunya tidak terkunci.

" orang asing hanya membuatku risih, tapi bibi malah seenaknya..."

"Aku akan anggap itu sebagai kata ' iya', aku akan buka pintunya. Satu..... Dua....... Tiga....!

Tapi yang kudapat hanyalah tatapan kosong tanpa ekspresi seperti yang kemarin-kemarin. Tapi wajar saja... namanya juga pasien adakalanya mereka merasa tidak suka....

Author : mau ngomong apa ya? Aneh kali aku ni dipanggil author 😅😅😅
Author : semoga menyukai ceritanya dan jangan lupa vote :)

PsychologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang