Haaiiii para kalong di dunia literasi!
I love you so much. thanks untuk kalian yang senantiasa membaca karyaku yang belum seberapa ini. apa arti sebuah cerita tanpa pembaca? nothing!
Jam dinding menunjukkan pukul dua siang. Jisoo tersenyum licik senada telapak meremas gelas plastik. Seperti biasa petugas kebersihan akan bersih-bersih di area toilet usai jam makan siang. Segera dia beranjak dari tempat duduk melewati awak-awak tahanan asyik bermain dan olahraga. Dia tak tertarik bergabung meski diajak lantaran ada hal jauh lebih menyenangkan.
"Permisi!" ujar Jisoo pada petugas kebersihan lalu masuk ke pintu toilet ketiga atau tengah-tengah karena ada lima toilet di sana.
Dia menaiki closet menggapai balok mesin lalu membuka penutupnya. Ada buntalan plastik berwarna hitam yang ternyata tersimpan pakaian petugas kebersihan lengkap dengan topi, botol semprot, dan sepasang sarung tangan. Langsung Jisoo berganti pakaian dan menaruh baju tahanan ke plastik sampah kemudian menguntit keberadaan petugas tadi dari balik tembok.
Kosong. Jisoo melirik ember berisi dua kantong sampah yang seketika memunculkan ide. Kedua kaki melangkah meraih satu kantong tersebut dan beranjak tanpa menoleh ke sana-sini. Pandangan lurus ke depan menuju pintu belakang tempat pembuangan sampah seisi penjara. Tampak ada dua orang penjaga di sana, tapi tak begitu menggubris. Maklum, pakaian Jisoo dan jumlah tahanan membuat benak penjaga tidak bisa merekam jelas wajah satu persatu.
"Kalian tidak berguna bagi negara, tapi keuntungan untukku," maki Jisoo tersenyum meninggalkan pagar menuju parkiran mobil. Ya, sudah ada seseorang menunggu tapi tampak malu dalam balutan masker dan kacamata hitam. "Hihihihi, lebih mudah dari yang dibayangkan."
"Ini!" pinta seseorang di bangku setir seraya memberikan laptop. Mesin mobil menyala lagi dan membawa sepasang kakak-adik undur diri dari kepolisian. "Sadap dan hapus seluruh kasusmu!"
"Aigoo, hanya bisa dari arsip kepolisian. Jika aku sehebat itu untuk apa harus merencanakan kematian kedua istrimu?"
Bingo!
Wanita di bangku kemudi tersebut tak lain adalah kakak dari tahanan yang kabur ini. Im Yoona. Selepas keluar dari area rumah tahanan, masker dan kacamata melepaskan diri menampakkan wajah elok di balik otak kriminal.
"Sudah kuduga. Di dalam tas ada paspor, tiket pesawat, dan wig. Dua pekan kemudian akan kususul ke Jepang karena tidak mudah bagi siapapun terbiasa di tempat baru."
"Otakmu selalu brilian, Eonnie," puji Jisoo menatap gurat wajah ditutupi tatanan rambut bergaya klimis di paspor. "Ya, jenius. Meski kau hampir mati karena rencana kita terbongkar."
-flashback-
Yoona berulang kali menatap ke spion atas memastikan Jisoo tak jauh berada di belakang karena takut sang adik kehilangan jejak. Memang dia adalah otak dari segala rencana tapi penindak terbaik bukan dia melainkan Jisoo. Lebih cekatan, atraktif, dan tangkas. Bila kecerdasan diasah dan dibawa ke jalan lurus, mereka bisa mendirikan rumah produksi ber-genre thriller, mystery, bahkan crime.
"Bisa cek pisau di sana?" ujar Irene tiba-tiba setelah belasan menit dalam kebungkaman. Dia melirik telapak Yoona sedaritadi singgah di saku kanan jaket.
"Ne?"
"Aku membeli pisau untuk memotong buah di vila nanti. Ada di jok pintumu."
"Oh, sebentar!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Dibuka!
Mystery / ThrillerTeror terus berdatangan sampai akhirnya fakta demi fakta terkuak. Siapa dalang dari semua ini?