9

1.1K 100 25
                                    

Lanjutlah sudahhh diri ku udh ngantuk.

Jgn lupa jejakny. Bsk pagi ku cek dan balasin komen kalian yaa..

See u next chap

Saranghae
💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

______________________________________












Sementara itu dilain tempat,

 Di sebuah markas militer. Seorang pemuda tampan terbalut seragam militer yang melekat pas ditubuhnya yang terlihat ramping, berjalan dengan penuh percaya diri dan langkah tegasnya. 

Pandangan mata yang terlihat tajam dan berkarisma itu menatap lurus kedepan. Tidak ada banyak orang sana, karena markas ini bukanlah markas biasa yang bisa dimasuki sembarangan. Walaupun bukan markas utama, markas ini sering kali digunakan oleh para Jendral saat mereka datang ke Ibu kota. Karena itu tidaklah terlihat banyak orang. 

Kaki itu berhenti tepat didepan ruangan berpintu hitam yang menjadi tujuannya. Ia menarik nafas pelan sebelum mengetuk pintu dan mendorongnya saat mendapat ijin dari dalam untuk masuk ke ruangan itu. 

Ada beberapa orang di ruangan itu, dengan segera ia memberikan salam hormat dengan pose hormat khas militer pada orang-orang yang telah memanggilnya untuk datang, salah! Mungkin kata yang lebih tepat adalah memanggilnya pulang.

"Hormat!" ucapnya kepada para Jendral di depanya itu. 

Tentu saja mereka para Jendral, memang siapa lagi yang bisa memberi perintah padanya secara langsung. Pemuda itu menatap para Jendral dihadapannya dengan tegas tidak ada sirat sungkan atau takut dimatanya. Tentu saja itu hasil dari didikan mereka.

"Tiga tahun yang lalu kami mengirim mu pergi dari sini dan aku masih ingat dengan jelas! Kali ini kami memanggilmu pulang dan kau telah berubah banyak dalam segi fisik sepertinya, Kapten Park!" ucap salah satu Jendral itu.  

Park Jimin, pemuda yang ternyata dipanggil Kapten Park itu masih diam ditempatnya tidak mengeluarkan suara. Saat ini dia adalah Kapten Park. Bukan Park Jimin yang akan langsung menjawab saat diajak berbicara.

 Seragam dan kedudukannya jelas mengajarkannya bagaimana sikap seorang yang berkecimpung di dunia keras seperti ini. 

Para Jendral ini dalam hati tersenyum bangga, memuji bagaimana sang Kapten muda bersikap. Tetapi mereka juga berkata dalam hati, itu karena dia adalah Kapten Park, jika itu Park Jimin, bisa dipastikan darah tinggi mereka bisa naik tiba-tiba.

"Kapten Park, kami tidak akan berbasa-basi sekarang! Aku ingin kau ikut bergabung kembali dalam misi ini. Karna misi ini sangat berbahaya, kita tidak bisa membiarkan vantae bermain terlalu lama. Itu akan sangat berbahaya untuk keberadaan kita " Kata Jendral yang lainnya.

Jimin tahu misi apa yang mereka bicarakan, misi rahasia yang membuat ia dan kedua sahabatnya harus terhempas jauh dari satu sama lain. Bahkan ia harus terseret kedalam hal-hal mengesalkan akibat ulah sahabatnya di Jepang sana selam tiga tahun terakhir. 

Ingin mendengus, tetapi keadaan tidak memungkinkan. Jika saat ini ia sebagi Park Jimin sudah habis semua unek-uneknya ia  keluarkan.

"Katakan kesiapanmu Kapten Park!" Kali ini Jendral yang berada paling kiri yang bertanya padanya membuat kapten Park yang masih diam itu kembali menegakkan kepalanya dan menatap langung Jendral itu.

Kapten Park tahu, para Jendral dan beberapa orang lain yang berada disini tidak membutuhkan jawabannya.

 Kadang dia berpikir, untuk apa mereka masih bertanya, jika pada dasarnya mereka sebagai seorang prajurit jelas tidak pernah diberikan pilihan untuk menolak sebuah misi, pertanyaan seperti bagaimana? Apa kau mau menjalankannya? Atau seperti tadi, katakan kesiapanmu! Itu hanyalah basa-basi  yang tidak perlu. 

Orang-orang tua ini memang terlalu kolot. Tetapi itu juga termasuk tradisi, jadi yah ikuti sajalah, begitu pikirnya.

"Laksanakan Jendral, aku kan berusaha se-maksimal mungkin!" Kata Kapten Park pada akhirnya, pertanyaan yang terus berputar dikepalanya sepertinya akan ia tanyakan lain kali saat ia memiliki waktu luang untuk melakukanya, yang entah kapan itu.

"Bagus, sekarang pergilah lakukan tugas mu" 

Ingin rasanya ia memutar mata, saat ini saja terlihat tegas dan berwibawa. Diluar mereka para kakek tua yang suka sekali mengawasi cucu-cucunya. Tetapi sekali lagi hanya dalam hati.

 Ia tidak mau dihukum, di hari pertama kembalinya ia ke Negara kelahirannya ini. 

Setidaknya jangan hari ini. Hari lain tidak masalah. Rapalnya dalam hati.

"Baiklah aku permisi Jendral"

Setelah berpamitan dan memberi hormat Kapten Park langsung menuju pintu dan bergerak untuk membukanya sebelum sebuah suara menghentikan gerakannya,

"Selamat bersenang-senang, dan jangan lupa rubah penampilan mu! Jim." Ucap salah seorang Jendral dari orang-orang yang juga ikut hadir diruangan itu.

 Jika dijabarkan dengan spesifik, didalam ruangan itu ada tiga orang Jendral Besar, dan lima orang lagi yang juga merupakan orang-orang yang memiliki posisi yan cukup diperhitungkan dalam lingkup mereka. Dan salah satu nya adalah pria paruh baya yang menyapa sang Kapten tadi, Lee Ki Hoon.

Kapten Park yang sudah berada di ambang pintu itu terkekeh sesaat, pria paruh baya yang punya peran cukup besar dalam hidupnya selama belasan tahun belakangan itu tidak pernah berubah, irit bicara tetapi sangat perhatian! 

Salah satu orang yang sangat dihormati olehnya dan para sahabatnya. 

Sambil berbalik dan menunjukan senyum yang meneggelamkan mata bulan sabitnya Kapten Park, Ah! Salah, Orang itu memanggil namanya aslinya, jadi Park Jimin lah yang berkata,

 "Tentu saja Lee Appa, aku akan bersenang senang, sudah lama aku tidak bermain bersama Alien dan Kelinci satu itu..."Jawabnya dengan senyum misterius terpatri di bibirnya dan berlalu meninggalkan ruangan yang penuh para orang-orang tua itu dengan berbagai spekulasi dikepala mereka.



Biarkan saja mereka penasaran, sesekali membuat mereka menerka-nerka tidak masalahkan? Toh tidak  akan membuat mereka ampai serangan jantung! mungkin, Pikir Jimin.

****

"Nah, urusan dengan para Kakek tua itu telah selesai! Sekarang waktunya bersiap-siap untuk permainan." Katanya dengan riang. Kakinya membali melangkah keruangan pribadinya di markas itu, dia harus mengganti pakaiannya lagi dengan yang normal tentu saja, tidak mungkin ia pergi kemana-mana dengan seragam seperti ini. 



"Ah, hubungi Jesica Noona saja." 

Tangan putihnya bergerak cepat mengambil ponsel genggamnya yang tadi tersimpan di saku celana seramnya dan mencari kontak yang menjadi tujuannya telponnya. Tidak butuh waktu lama hingga panggilan itu tersambung dan memperdengarkan suara halus seorang wanita.

"Noona, aku butuh bantuan! Apa kau ada waktu?"



Tidak ada salam, tidak ada basa-basi. Bar-bar sekali. Hanya satu kalimat singkat itu dan panggilan itu di tutup setelah mendapatkan jawaban. Yah, sudahlah orang tampan bebas. Orang lain bisa apa selain elus dada.

TBC

(TERSEDIA FANBOOK) Lion #2 : The Second Captain! ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang