Jeon Jungkook, 24 September 2004.
Ini sudah beberapa hari berlalu dari hari ulang tahunku. Appa belum memberiku sebuah kado atau pun ucapan. Eomma sudah berbicara dan mengatakan padaku berkali kali jika appa adalah orang yang sibuk dan seorang pengabdi negara. Jadi aku harus sabar dan tetap bangga dengan appa. Namun appa selalu seperti ini.
Triing triing
Jungkook berlari dari kamarnya menuju ruang tengah ketika mendengar bunyi telpon rumah berdering.
"Ya saya sendiri dengan jeon jeora"
Jungkook menyentuh jari ibunya.
Ibu jungkook tersenyum dan mengatakan dari laboratoriun ayahnya tanpa suara.
Jungkook mengangguk dengan antusias. Ibunya tersenyum sambil mengelus rambut jungkook namun tetap mendengarkan teliti apa yang ingin disampaikan teman suaminya ini.
"....mengakibatkan suami nyonya terkena cidera. Jadi sekarang suami nyonya berada di rumah sakit"
Ibu jungkook terdiam seketika.
"Nyonya? Misi nyonya jeon. Saya atas nama pribadi memohon maaf sebesar besarnya nyonya. Tuan jeon sekarang berada di rumah sakit nasional seoul. Di sana alat yang dibutuhkan lengkap nyonya"
Lalu ibu jungkook menutup telpon dan berlutut di depan jungkook.
"Kookie, kita ke seoul sekarang ya? Kookie ingin bertemu appa kan? Tadi kookie bilang rindu sama appa. Kita ke seoul ya? Ayo siapkan perlengkapan kookie"
Jungkook menatap kepergian ibunya yang pergi ke kamarnya. Jungkook paham. Pasti ada hal yang tidak beres.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Nyonya, sudah sampai""Ayo kookie"
Jungkook mengekori ibunya.
.
.
.
.
"Silahkan nyonya. Ini ruangan tuan jeon"Ibu jungkook terdiam sebentar lalu menggenggam tangan jungkook dan mengetuk pelan pintu ruangan suaminya ini.
Cklek
"Nyonya? Silahkan masuk"
Ibu jungkook mengangguk dan masuk ke dalam dengan posisi yang masih sama, menggenggam tangan jungkook.
Cklek
Jungkook di dudukkan di kursi sofa yang ada dan ibunya berlalu ke kursi yang ada di samping kanan ranjang ayah jungkook.
Ibu jungkook menggenggam pelan tangan suaminya ini.
"Jarvis?"
"Ya nyonya?"
"Bagaimana kondisi suamiku?"
Yang dipanggil jarvis tadi berdiri dari duduknya yang berada tidak jauh dari tempat duduk jungkook dan berjalan mendekati ibu jungkook.
"Tuan jeon keadaannya membaik dengan perlahan. Masa kritis sudah terlewati nyonya. Namun tuan jeon belum kembali bangun. Mungkin obat bius yang diberikan belum hilang"
Ibu jungkook mengangguk paham.
Jarvis kembali ke tempatnya tadi.
"Halo tuan jungkook. Ini pertemuan kedua kita kan?"
Jungkook yang diajak bicara mengalihkan pandangannya ke orang di sebelahnya ini.
"Benarkah? Aku tidak mengingatnya paman"
"Jangan panggil aku paman. Panggil aku jarvis saja"
Jungkook bingung. Dia diajarkan sopan santun yang ketat oleh keluarganya.
"Emm, tidak apa apa paman. Aku memanggil dengan paman saja. Atau ingin dipanggil dengan ahjussi?"
Jarvis menggeleng.
"Aku adalah program dari ayahmu. Aku-"
"Jarvis. Bukan waktunya"
Ibu jungkook menyela ucapan jarvis. Jungkook bingung dengan apa yang terjadi.
"Maafkan aku nyonya. Sebelum kecelakaan ini, tuan jeon ada menitipkan suatu rancangan rencana"
Ibu jungkook mengangguk.
"Nanti kita bicarakan"
"Tapi nyonya, tuan merancang untuk tuan jungkook"
Ibu jungkook menatap suaminya ini. Memang jungkook anak yang sangat luar biasa. Dia sangat paham dengan teknologi dan kecanggihannya.
"Tuan jeon menitipkan laboratorium kepada tuan jungkook"
Ibu jungkook menghela napas pelan.
"Baiklah. Jalankan apa yang direncakan suamiku. Lakukan protokolnya"
Jarvis yang mendengar ucapan ibu jungkook pun meminta membawa jungkook ke laboratorium ayah jungkook.
"Semoga ini yang terbaik untuk jungkook"
KAMU SEDANG MEMBACA
the luna & myth
FanfictionSemua makhluk mistik berkumpul dalam sebuah kumpulan. Lalu bagaimana keadaan manusia, jika takdir mereka mulai terjadi?