"Lo kan udah janji buat bantuin gue, Sya." ucap Vira dengan wajah memelasnya.
"Iya, tapi ...." Fisya mendesah dengan sengsara. "Nggak harus jadi pacarnya Rey juga kali, Vir. Lo kan tau, kalo gue ...." Fisya tak mampu menyelesaikan ucapannya.
Vira yang menyadari apa alasan Fisya, segera terdiam. Ia merasa bersalah, dengan menyuruh Fisya berkorban untuk memenuhi ambisinya.
"Ah udahlah, gue bakal tetep bantuin lo, kok. Tenang aja."
Vira segera menatap Fisya yang sedang tersenyum ke arahnya, "lo yakin, Sya?"
Fisya mengangguk dengan semangat, "kenapa nggak?"
"Kalo hal itu menyakiti diri lo, mending gausah, Sya."
Fisya tertawa kecil dan segera merangkul bahu Vira, "buat sahabat gue, apasih yang, nggak?"
"Fisya ...," Vira amat bersyukur memiliki sahabat seperti Fisya. Ia segera memeluk Fisya dengan haru. "Makasih, karena lo selalu dukung gue."
"Lo juga pasti akan melakukan hal yang sama ke gue." Ujar Fisya, melepaskan pelukannya.
Mereka berdua tersenyum. Meski Fisya tau, bahwa keputusannya ini akan membuat dirinya terjebak dalam sebuah masalah besar. Hari-harinya akan segera berubah, entah menjadi lebih baik atau bahkan jauh lebih buruk.
"Lagipula, bantuin lo nggak harus dengan jadi pacarnya Rey, kan?" ada sedikit jeda, baru kemudian Fisya melanjutkan ucapannya, "gue cukup tahan dengan kehadiran dan segala ucapan konyolnya itu. Dengan begitu, lo pasti bisa lebih deket sama Geo. Karena, Geo kan sahabatnya Rey. Jadi, dia pasti selalu ada di sisi Rey dan menemaninya kemana, pun."
Vira tersenyum senang. Dengan cara seperti ini, setidaknya ia tak terlalu membuat Fisya menyakiti dirinya sendiri demi dirinya. Karena, ia benar-benar tak mau kehilangan sahabatnya hanya karena seorang cowok.
[][][]
Bel istirahat berbunyi, menandakan bahwa hari-hari Fisya akan terasa jauh lebih berdebar-debar dari sebelumnya. Belum apa-apa, Rey langsung menghampiri tempat duduknya.
"Mau ke kantin bareng, nggak?" tanya Rey.
Di belakangnya, berdirilah seorang cowok yang membuat Vira lupa bagaimana caranya bernapas. Ia benar-benar kikuk berada dekat dengan Geo.
Fisya meliriknya dengan malas, "lo duluan aja."
Rey tersenyum ke arahnya, "atau mau gue beliin makanan aja? Biar lo nggak usah capek-capek jalan ke kantin."
Sebenarnya Fisya ingin segera mengusir cowok pengganggu itu. Menyusahkan hidupnya saja! Tapi, mengingat janjinya kepada Vira, Fisya berusaha sekuat tenaga untuk menahan keinginannya itu.
"Nggak usah, makasih."
Fisya sempat melirik Geo yang terlihat sangat cuek dan cool. Berbanding terbalik dengan sikap si pengganggu ini.
"Yakin?" Tanya Rey, ia masih terus menampilkan senyuman terbaiknya. Yang sukses membuat semua cewek di kelas menatap iri, sekaligus kesal ke arah Fisya yang terkesan sok jual mahal dengan cowok sekeren Rey.
"Iya." Fisya menekankan perkataannya. Sungguh, ingin rasanya ia segera mengeluarkan jurus nyolot ala Fisya sekarang juga. Namun, ketika melirik Vira yang hanya bisa terdiam memandang Geo dengan kagum, Fisya menahan hasratnya dengan sekuat tenaga.
"Oke," Rey mengalihkan tatapannya kepada Vira, "atau lo yang mau nitip sesuatu?"
Vira segera tersentak dengan suara Rey yang sedang bertanya kepadanya. Ia mengedipkan matanya dan berusaha mengontrol suaranya, "gausah, nanti gue bareng Fisya aja." Sial, kenapa suaranya masih saja terdengar seperti tikus yang sedang mencicit? Memalukan!
KAMU SEDANG MEMBACA
PHILOPHOBIA
Teen FictionRafisya Reygan adalah gadis tomboy yang tak pernah tertarik dengan laki-laki manapun. Seorang pribadi yang mandiri dan enggan menjalin hubungan cinta dengan siapapun. Ia merupakan pribadi yang tertutup. Bukan, lebih tepatnya terlalu menutup diri ten...