"Gauri mengincarmu untuk mendapatkan jiwa Ae-cha, Mark,"
"Akan sangat berbahaya jika Gauri bertemu dan bertatap muka secara langsung dengan Ae-cha,"
"Asal kau tahu, Gauri beribu-ribu kali lipat lebih berbahaya dari Gaedda,"
"Arwah itu sangat kuat, bahkan aku sendiri tak dapat menemukan kelemahannya,"
"Gauri---"
"Gauri----"
"Gauri----"
"ARGHHH! KENAPA HARUS GUE, HAH?! KENAPA?!"
Prang!
Aku berteriak, menarik kasar selimut di atas ranjang, membanting semua barang yang berada di atas nakas.
Perkataan yang di ucapkan Lee Soo-man nalgeun-nim kepada Mark pagi tadi membuatku frustasi setengah mati.
Aku menjambak rambutku, merosotkan tubuhku ke samping ranjang, meringkukkan tubuh dengan tujuan meredam tangisanku yang semakin menjadi-jadi.
Aku merasa bersalah kepada mereka, kepada Lee Soo-man nalgeun-nim, Professor Oh, Haechan, dan terutama Mark.
"KALO LO MAU JIWA GUE, AMBIL! AMBIL JIWA GUE! LO NGGAK PERLU NGINCAR MARK BUAT AMBIL JIWA GUE!"
Aku mengerang, mengeluarkan semua unek-unekku. Tidak, aku tidak boleh memakinya. Akan sangat berakibat fatal jika sampai aku memaki arwah seperti Gauri.
Brak!
"Cha?! Buka pintunya!! Lo kenapa?!"
Itu suara Mark, dapat ku dengar dari nada bicaranya jika ia sangat mengkhawatirkanku.
Aku diam sesenggukan, tak berniat untuk menjawab pertanyaannya.
"Cha! Ae-cha! Buka pintunya, Cha!"
Mark tetap menggedor pintu kamarku, berusaha mendobraknya secara paksa.
Sementara aku, semakin merasa bersalah terhadap laki-laki yang berada di balik pintu itu. Laki-laki yang selalu melindungiku selama 2 bulan terakhir ini. Laki-laki yang selalu menjadi tempat ceritaku, laki-laki yang selalu mendekapku, memelukku, dan laki-laki yang selalu menyakinkanku untuk tidak menyerah.
Tetapi, aku malah membalas kebaikannya dengan melibatkan dirinya dengan arwah paling berbahaya di dunia ini.
"Maafin gue, Mark."
✿ ✿ ✿
Aku keluar dari mansion, tentu saja tak melalui pintu, melainkan melalui jendela kamarku yang jaraknya lumayan jauh dari tanah itu.
Aku keluar tanpa sepengetahuan penghuni mansion, terutama Mark.
Tolonglah, aku sangat membutuhkan waktu untuk diriku sendiri.
Aku melangkahkan kaki menyusuri jalanan kota Seoul, tujuanku adalah menemui Kak Doyoung di rumah sakit. Aku yakin, Kakakku itu akan ke rumah sakit selepas jadwal kuliahnya selesai.
Aku menembus pintu ruang rawat inap-ku, ah lihatlah siapa yang ada di sana.
Kim Jungwoo.
Kepingan memori itu muncul seketika, memori saat Jungwoo memperjelas hubungannya dengan Jennie di depan kekasihnya yang sedang berada dalam kondisi di ujung maut.
Aku berdecih sarkas menatapnya.
"Orang gila ini, lagi." Gumamku.
YOU ARE READING
When I Was Lost | END ✔
Mystère / Thriller𝙏𝙝𝙚 𝙢𝙖𝙣, 𝙞𝙣 𝙩𝙝𝙚 𝙥𝙡𝙖𝙘𝙚 𝙗𝙚𝙩𝙬𝙚𝙚𝙣 𝙩𝙝𝙚 𝙡𝙞𝙫𝙚, 𝙖𝙣𝙙 𝙩𝙝𝙚 𝙙𝙚𝙖𝙙.