Part 1. Pindah Rumah

308 35 32
                                    

Menjadi seorang pengantin baru adalah hal yang paling indah dan sulit dilupakan. Shezy tidak pernah menyangka, akan menjadi seorang permaisuri di kerajaan hati Pasha, suami yang sangat mencintainya.
Selama satu tahun menjalani proses pendekatan, akhirnya Pasha memberanikan diri melamar.

Meskipun terlahir sebagai pewaris tunggal dari kekayaan mendiang ayah, Pasha selalu bersikap santun terhadap siapa pun juga. Itulah yang membuat Shezy jatuh cinta sejak pertama mereka berjumpa.

"Bunda, bulan depan aku izin untuk pindah ke Malang," ucap Shezy sambil memegang jemari sang bunda.

Wanita paruh baya itu menatap wajah sendu putri bungsunya. Gadis yang selama ini paling dinantikan kehadirannya setelah tiga kali melahirkan anak laki-laki.

"Nduk, apa tidak bisa kamu tinggal di sini saja, temani Bunda," jawab Bu Hanin, bunda dari Shezy.

"Aku bisa apa, Bun? Bukankah Bunda sudah tahu, bagaimana sibuknya Pasha dengan beberapa cabang bisnisnya? Aku hanya ingin menjadi istri yang penurut, Bun." Shezy menyenderkan kepala di bahu bundanya.

"Bunda akan sangat merindukan kamu, Nak." Mata Bu Hanin tampak berkaca-kaca. Digenggamnya jemari putrinya yang mungil, persis seperti perawakan Shezy.

"Bunda jangan sedih," ucap seseorang dari belakang kursi tempat Shezy dan Bu Hanin duduk.

"Ibu mana yang rela jauh dari anaknya, Nak? Kamu sebagai laki-laki, awas saja kalau tidak membuat Shezy bahagia! Di rumah ini, ia adalah seorang tuan putri. Di rumahmu, jadikan ia ratu dan permaisuri!" titah Bu Hanin.

"Siap, Bunda. Aku janji," jawab Pasha. Ia bersimpuh di bawah kaki Bu Hanin  yang kini menjadi mertuanya.

***
Kreek...
Gerbang kayu sebuah rumah besar dibuka. Dua buah mobil masuk ke halaman yang luas. Rumput-rumputnya tertata rapi, karena sudah dibersihkan. Di depan rumah, ada beberapa pohon rindang juga beberapa kursi untuk bersantai.

"Oalah. Ini toh, rumah kamu, Cah Ayu? Besar dan apik tenan," ucap Bu Hanin.

Mereka berdiri di depan sebuah bangunan kokok bercat hijau muda. Dengan hiasan warna putih pada bagian kusennya. Persis seperti apa yang diimpikan oleh Shezy.

"Alhamdulillah, Bunda. Rezeki Shezy bagus ya?" sahut Mas Alif, kakak tertua Shezy.

"Ini semua, karena Shezy menikah dengan anak saya, Bu," timpal Bu Leonita, ibu dari Pasha. Wanita itu membimbing keluarga Shezy masuk sambil mengibas kipas di tangannya.

"Ahh, bisa saja ibu ini! Dari dulu anak saya sudah jadi primadona di kampung kami. Dengan kecantikan yanh ia miliki, saya rasa Shezy bisa mendapatkan yang lebih kaya dari Pasha." Bu Hanin tidak mau kalah.

"Bunda, udah ah. Jangan dibahas!" Shezy mencubit pinggul bundanya.

"Oh, begitu rupanya. Hahaha. Saya hanya becanda, Jeung." Bu Leonita mempersilakan para tamu duduk.

Ayah Shezy dan papa Pasha sedang menurunkan barang-barang dari mobil, dibantu oleh tiga orang kakak lelakinya.

Ruang tamu tempat mereka duduk, sangat besar. Mereka duduk di sebuah sofa kulit berwarna merah tua yang sangat antik. Di hadapan ruang tamu ada tangga menuju lantai dua, yang di bagian bawahnya terletak piano kesukaan almarhum ayah Pasha. Lantai terbuat dari marmer berwarna krem, dengan dinding yang dihiasi dengan beberapa ukiran dan lukisan.

Malam ini, mereka semua menginap di rumah baru milik Pasha dan Shezy. Lebih tepatnya, rumah tua yang dihuni kembali. Di sinilah, awal kehidupan baru sebagai pasangan suami istri dimulai.

Ayah Shezy memimpin doa dan dzikir bersama, dengan beberapa orang anggota keluarga yang ada. Setelah acara dzikir bersama, mereka semua menuju halaman belakang. Di sana terdapat sebuah saung untuk keluarga bersantai, dihiasi lampu-lampu taman.

Wushhh...
Angin malam bertiup kencang. Suasana di rumah baru mendadak menjadi sangat dingin.

"Ayah dan Papa, mau minum apa? tanya Pasha kepada mertua dan papa tirinya.

"Kopi saja," jawab ayah Shezy.

"Baiklah. Pasha ambil dulu."

"Suruh bibi saja buatkan dan bawa ke sini!" titah ayah Shezy.

"Bibi? Bibi yang mana yah?" tanya Pasha heran.

"Yang tadi di dapur," jawab ayah Shezy santai.

"Maaf, Yah. Di sini, belum ada asisten rumah tangga."

"Lah, tadi siapa toh?"

Mereka, yaitu Pasha, ayah Shezy dan papa tiri Pasha saling bertatapan heran.

***
"Nduk, Bunda pulang dulu, ya? Jaga diri kamu baik-baik. Jangan telat makan. Oh iya. Ingat pesan bunda! Kamu enggak boleh capek beresin rumah. Kamu kan harus program hamil." Bu Hanin terus saja memberikan perintah kepada putrinya.

"Iyaa, iyaa," jawab Shezy.

"Kamu Pasha! Bunda enggak mau tahu. Kalian harus memiliki asisten rumah tangga. Kasihan anak Bunda. Di rumah, dia tidak pernah beres-beres. Paham?"

"Paham, Bunda."

"Aduh, Jeung. Kalo sudah menikah, jangan terlalu mencampuri urusan rumah tangga anak. Lagipula Pasha ini kan pengusaha ternama. Jangankan satu orang asisten. Sepuluh orang pun sanggup ia bayar!" Bu Leonita mencoba meyakinkan besannya.

"Nah, gitu donk. Saya kan jadi enggak khawatir, Jeung," sahut Bu Hanin sambil tersenyum.

***
Keluarga Shezy dan Pasha sudah pulang. Tinggallah hanya Pasha dan Shezy yang akan menjadi penghuni rumah tua itu. Bagaimanakah pengalaman pertama sepasang pengantin itu di rumah baru?

Bersambung ...

The Secret of JuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang