Part 2. Sepasang Merpati yang Romantis

219 29 10
                                    

Kehidupan menjadi sepasang pengantin baru, ibarat kuncup bunga yang sedang mekar. Aromanya sangat wangi. Demikian pula, segala sesuatu menjadi indah dalam pandangan.

Pasha, seorang lelaki tampan dan mapan, merupakan tipe lelaki yang sangat romantis. Sejak kecil ia hidup mandiri bersama seorang ibu yang tegas, karena ayahnya pergi saat usianya masih duduk di kelas satu sekolah menengah pertama.

"Le, kamu itu anak lelaki. Harus kuat, jangan melempem!" ucap Bu Leonita pada Pasha saat masih kecil. Kata-kata itu pula yang selalu menjadi bekalnya sehingga bisa sukses menjalankan bisnis.

Kini, dalam membangun biduk rumah tangga pun, ia berusaha untuk menjadi sosok pemimpin dan pelindung bagi orang yang dicintai.

Selain itu, ia telah berjanji untuk bisa membahagiakan istrinya di hadapan ibu mertua. Begitu pula janjinya di hadapan Allah saat ijab-qobul terucap beberapa hari yang lalu.

***
Pasha menarik lengan Shezy dengan mesra. Mengajak sang istri berkeliling rumah yang baru dihuni sambil bercerita.

Pertama, kamar utama di lantai satu yang dulu adalah milik ayah dan ibunya. Kamar itu terletak paling depan di dekat ruang tamu.

Di depan kamar terdapat sebuah piano berwarna hitam yang terletak tepat di bawah tangga.

"Dulu, almarhum Ayah sering bermain piano di sini," ucap Pasha sambil memegang bagian atas piano yang sedikit kotor.

Shezy menatap wajah tampan suaminya dengan penuh cinta. Ia hanya mengangguk sambil menyimak cerita dari lelaki berhidung mancung pujaan hati.

Kedua, Pasha mengajak Shezy melewati ruang keluarga, dapur hingga halaman belakang. Di sana ada sebuah kolam ikan yang airnya mengalir dari atas seperti air terjun mini, sebuah gazebo untuk bersantai.

"Dulu aku sering bermain bersama Ayah di sini. Beliau mengajarkan bagaimana membuat ukiran. Aku rindu sekali ..." ungkap Pasha. Bulir kaca yang hampir menetes dari matanya menyiratkan kesedihan.

Hati Shezy terenyuh. Setelah itu, ia bergantian memegang lembut telapak tangan Pasha. Gadis mungil itu menariknya dengan penuh cinta. "Aku ingin ke atas, Kanda," ucapnya manja.

"Baiklah, Permaisuri," jawab Pasha tersenyum, memegang dagu Shezy yang mungil.

Mereka melangkah perlahan. Shezy yang sangat menyukai bunga, memetik setangkai bunga mawar berwarna putih, kemudian menyelipkan di telinga sambil tersenyum.

"Cantik sekali, Permaisuriku," goda Pasha sambil membelai rambut Shezy.

Netra Shezy berbinar mendengar pujian dari suaminya. Ia pun memindai beberapa hal di sekeliling halaman belakang, ada beberapa tanaman bunga, lampu taman, dan kursi santai. Langkahnya terus melaju, dan berbelok ke sebuah pintu kecil di ruang belakang, samping ruang dapur.

"Kanda, ini ruang apa?" tanya Shezy penasaran. Gadis itu mendekat. Dipegangnya gagang pintu teralis yang terkunci.

"Jangan dibuka!" ucap Pasha mengagetkan.

"Kenapa, Kanda?"

"Ibu bilang, aku tidak boleh membukanya lagi sejak Ayah meninggal. Bagiku, apa yang diucapkan oleh Ibu, adalah sebuah hal yang mutlak harus dituruti."

"Ooh, baiklah. Mungkin aku tidak perlu tahu," jawab Shezy tersenyum manis. Gadis itu kembali menarik lengan Pasha dengan manja.

"Ayo kita kembali ke dalam!" ajak Pasha.

Mereka berlari-lari kecil saling berkejaran, sesekali tertawa sambil menuju lantai dua. Satu persatu anak tangga yang terbuat dari kayu ukiran dilewati perlahan.

Di lantai dua terdapat dua buah kamar. Tepat di atas kamar utama milik ibu, ada sebuah kamar besar yang dahulu adalah milik Pasha. Kamar yang dulu sempit itu kini sudah dimodifikasi dengan gaya modern.

Di depan kamar ada sebuah sofa modern berwarna hijau tua dengan motif shabby, sebuah karpet bulu tebal berwarna krem dan sebuah meja televisi. Ini akan menjadi tempat favorit untuk bersantai melepas lelah.

Di bagian utara, ada sebuah kamar tamu. Di depannya ada beberapa lemari buku, juga meja untuk bekerja. Ruangan khusus untuk Pasha mendesain ukiran.

Langkah Pasha terhenti di depan pintu kamar baru miliknya. Lelaki bertubuh kekar itu menggoda istrinya dengan mata nakal. Digendongnya sang istri yang bertubuh mungil menuju ke ranjang.

Shezy merasa kaget dan malu. Ia berusaha untuk melepaskan diri dari sang suami, tetapi Pasha justru semakin tertawa.

Direbahkan tubuh sang istri yang berbalut baju tidur berwarna putih berbahan satin di atas ranjang mewah. Kini Shezy yang tertawa bahagia. Gadis itu menarik tubuh Pasha ke samping, kemudian memeluknya penuh kehangatan. "Terima kasih, Kanda telah memilihku."

Pasha membelai wajah Shezy dengan lembut.

Krucuk ... Krucuuk ...
Tiba-tiba bunyi perut Pasha yang lapar, merusak keromantisan sepasang merpati. Keduanya mendadak tergelak. Shezy mendorong tubuh Pasha yang masih tertawa. Ia melemparkan sebuah bantal tepat ke kepala Pasha.

"Sayang, hari ini kita mau masak apa?" rayu Pasha kepada istri tercinta.

Shezy turun dari ranjang sambil mengikat rambut ikalnya yang berwarna kecoklatan. Ia membereskan baju-baju yang dibawa dari dalam koper. Satu persatu baju dimasukkan ke dalam lemari besar dengan rapi. Gadis itu memang sangat apik dan terampil dalam merapikan lemari.

"M-ma-masak?" Mata Shezy menyipit ketika ditanya oleh suaminya. "Apa, ya? Aku belum pernah masak, Kanda," jawab Shezy dengan wajah memelas.

"Oh, ya? Hahaha." Pasha memegangi perutnya sambil terkekeh.

"Iiih, malah ketawain aku! Jahaat!"

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita ke pasar?" ajak Pasha. "Aku akan mengajarkanmu memasak."

Walaupun awalnya merasa kesal, Shezy pun menurut dengan senang hati.

Bersambung.

The Secret of JuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang