PART 4. Asisten

202 30 7
                                    

Pasha mengusap kening Shezy sambil sesekali mengoleskan minyak kayu putih pada hidung sang istri. Wajah cantik, lemah lembut dan manja kini terbaring lemah. Gadis bermata indah perlahan membuka mata.

“Kan … da, Aku … “

“Ssst!” Pasha menutup mulut Shezy dengan jari. “Kamu harus banyak istirahat!”

“Aku takut! Aku mau pindah!”

“Hei, kenapa? kita baru dua hari berada di rumah ini.”

Shezy bangkit dari tidur, kemudian memeluk Pasha karena merasa ketakutan.”Aku sangat takut, Kanda! Di kamar itu ada sesosok makhluk yang sangat menyeramkan sedang menggendong bayi.”

“Apa? Kamu yakin? Aku menemukanmu di depan kamar lantai bawah dalam keadaan pingsan. Kamu yakin, itu bukan mimpi?” selidik Pasha secara halus.

Shezy melepaskan pelukan, kemudian bercerita meyakinkan sang suami. “Mana mungkin aku bermimpi? Aku mendengar suara bayi tepat jam dua belas malam. Aku merasa penasaran, kemudian memeriksa ke bawah.”

“Hahaha. Rumah ini sudah lama kosong, Sayang. Menurutku wajar, jika ada makhluk lain ingin berkenalan denganmu,” ledek Pasha.

“Enggak lucu! Aku mau pulang sekarang ke rumah Bunda!” Shezy segera turun dari ranjang, kemudian mengemas baju sambil menangis.

“Sayang, besok kita undang para tetangga untuk tasyakuran rumah ini, ya. Siapa tahu ada yang punya kenalan asisten rumah tangga yang bisa menemani kamu sehari-hari. Sebentar lagi waktu cutiku selesai.”

Shezy terus saja mengemasi pakaian ke dalam koper. Gadis manja mulai menunjukkan sifat aslinya. “Sehari pun aku ndak sudi berada di rumah ini! Aku akan menelepon Mas Arkan agar ia menjemputku ke sini!” jawab Shezy sambil melangkah ke luar kamar.

Pasha memperhatikan tingkah laku istrinya yang sangat kekanak-kanakkan. “Selangkah saja kamu keluar dari kamar ini, selamanya kita tidak akan bertemu!” tandasnya.

Shezy berbalik menatap Pasha. Raut wajah tak percaya, suami yang begitu lemah lembut bisa berkata tegas seperti itu. Perlahan ia duduk di sofa kecil yang ada di dekat jendela. Gadis mungil menangis ketakutan.

“Aku … aku takut.” Suara Shezy terdengar lirih.

Pasha mendekat, mengusap wajah sang istri yang basah oleh air mata. “Ibu yang memintaku tinggal di sini, Sayang. Kumohon, mengertilah.”

“Baiklah. Aku akan berusaha,” jawab Shezy membesarkan hati.

Azan subuh berkumandang, petanda pagi hampir datang. Kedua insan saling berpelukan memohon maaf atas segala khilaf.

“Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi lebih dulu,” ucap Pasha dengan nada lemah lembut.

“Terima kasih. Mungkin aku kelelahan,” jawab Shezy sambil memasukkan lagi pakaian ke dalam lemari.

Setelah keduanya selesai mandi, Pasha dan Shezy salat subuh berjamaah.

***
Rasa takut yang terus berkecamuk di dalam pikiran Shezy, membuat gadis manja menelepon sang bunda. Sejak pagi hingga siang, ia tidak mau keluar kamar. Pasha yang membuatkan sarapan berupa roti bakar, segelas susu hangat dan mengantarnya ke kamar.

Rumah ini terlalu besar bagi sepasang merpati yang baru saja menikah. Apalagi, Shezy merasa malas bila harus membereskan semua pekerjaan rumah sendiri.

“Sayang, ayo kita ke luar rumah, cari suasana segar!” ajak Pasha. Aku ingin makan siang di luar.

Shezy hanya menggeleng malas.

“Apa kamu tidak peduli dengan suamimu ini? Sekarang ini kita sudah berumah tangga, Sayang. Aku mohon, bersikaplah dewasa!”

Shezy masih bergeming.

“Kalau begitu, ayo kita ke mal. Belilah apa saja yang kamu suka. Kita juga harus  ke supermarket untuk belanja bulanan,” bujuk Pasha.

“Benar, Kanda?” Wajah Shezy terlihat sumringah.

“Iya, masa sih, aku bohong? Mana pernah aku bohong? Pertama kali aku berbohong saat mengatakan bahwa kamu itu jelek,” rayu Pasha sambil mencubit pipi sang istri.

“Kandaaa …!” Shezy melemparkan sebuah bantal kecil ke arah wajah Pasha.

***
Shezy bersemangat memilih beberapa perabot rumah tangga. Gadis pemilik senyum manis mengambil taplak meja, bingkai foto besar, juga beberapa perlengkapan dapur. Ada satu set cookware ceramic pan berwarna pink, juga beberapa piring dan gelas yang cantik.

“Pilih apa saja yang kamu suka,” ucap Pasha. Ia mendorong troli belanja berisi beberapa kebutuhan toiletris dan stok makanan.

“Aku ingin beli baju baru, boleh?” tanya Shezy penuh suka cita.

“Boleh, donk. Ayo kita bayar belanjaan ini dulu.”

Selesai memasukkan  belanjaan ke dalam mobil, mereka bersiap pulang. Shezy berkeliling mencari tempat penyedia jasa catering untuk acara tasyakuran lusa. Selain itu, mereka juga mendatangi beberapa tetangga dan tokoh ustaz di sekitar rumah untuk hadir pada acara tasyakuran.

Letak rumah Pasha ini cukup berjarak jauh dengan para tetangga. Terlebih lagi, pagar-pagar menjulang tinggi yang terbuat dari tembok menjadi sekat.

Wajah Shezy kaget, saat mendapati mobil ibu sedang menunggu di depan gerbang untuk dibukakan.

“Dari mana saja kamu? Ibu dari tadi nunggu.” Bu Leonita turun dari mobil sambil marah-marah. Sang suami yang merupakan pria blasteran Arab hanya menggeleng.

“Habis belanja, Bu. Lusa akan ada tasyakuran di rumah,” jawab Pasha sambil mencium tangan ibu dan ayah tirinya, disusul Shezy.

“Kalau begitu, Ibu akan menginap di sini. Oh, ya. Ini, kenalkan calon asisten rumah tangga yang akan tinggal di sini.” Bu Leonita mempersilakan seorang wanita yang baru turun dari mobil untuk memperkenalkan diri.

“Salam, Pak, Bu. Saya Julia,” ucap wanita bertubuh tinggi sambil menundukkan kepala. Wajahnya cantik, senyumnya membuat Shezy memandang wanita itu dari atas rambut hingga ujung kaki.

“Assalaamu’alaikum,” ucap Pasha sambil menangkupkan kedua tangan.

“Mbak Julia, salam kenal, saya Shezy.” Shezy menjabat tangan Julia dengan hangat. Kemudian membimbing calon asisten cantik masuk ke dalam rumahnya.

Sementara Pasha, mempersilakan ibu tercinta masuk sambil menggandeng tangannya. Babak baru pun dimulai. Bagaimana kehidupan Shezy dan Pasha selanjutnya?

The Secret of JuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang