Part 8. Paling Dinanti

127 23 2
                                    

Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun” (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqoroh: ayat 155-157).


***
Selama satu bulan menjalani hari-hari yang penuh kesedihan, Bu Leonita lebih sering diam. Masih lekat dalam ingatan, saat suami kedua datang melamar setelah beberapa tahun dia hidup sebagai seorang janda.

Hadirnya Ahmed, menjadi pelipur lara, mengisi ruang-ruang yang selama ini kosong. Lelaki yang merupakan keturunan Arab itu mengajarkan banyak hal, mulai dari salat lima waktu, mengaji, serta banyak hal lainnya. Dengan kata lain, almarhum suami berhasil membawa perubahan sedikit demi sedikit pada Bu Leonita yang dahulu sangat jauh dari ilmu agama.

“Bu, sepertinya Pasha harus kembali ke Malang,” ucap Pasha membuyarkan lamunan ibunya.

“Iya, Bu. Bagaimana kalau Ibu ikut?” pinta Shezy dengan penuh rasa hormat.

“Apa kamu yakin, Nduk? Apa kamu ndak masalah, kalau Ibu ikut?”

“Tentu saja, Bu. Aku yakin. Lagi pula …” ucap Shezy sedikit grogi, “aku hamil, Bu.”

“Apa? Benarkah?” Wajah Bu Leonita berubah menjadi sumringah.

“Kamu serius, Sayang?” tanya Pasha ikut terkejut.

Shezy tersenyum dan mengusap perutnya.

“Alhamdulillah … kalau begitu Ibu akan ikut ke Malang.”

***
Hari-hari baru pun dimulai. Kedatangan ibu mertua kali ini benar-benar bukan sehari-dua hari, melainkan untuk waktu yang lama. Shezy mulai terbiasa dengan aturan yang dibuat oleh ibu mertua. Baginya, tidak ada yang lebih penting daripada menjaga kesehatan bayinya dengan baik.

Kehamilan pertama membuat Shezy merasa sangat mual. Gadis bertubuh langsing sama sekali tidak menginginkan makan apa-apa. Setiap makan, perutnya bergejolak ingin muntah. Bahkan segelas susu pun tidak berhasil masuk ke dalam perut.

Bu Leonita banyak memberikan wejangan bahwa perempuan hamil harus banyak minum susu, makan yang bergizi dan tidak boleh keluar malam. Mendadak, Ibu yang selama ini memperlihatkan ketidaksukaan pada menantu, kini bersikap sangat ramah dan penyayang.

“Kalau Ibu cerewet, wajar, toh? Kan Ibu sayang sama cucu yang ada di dalam perutmu, Nduk,” jelas Ibu.

“Iya, Bu. Terima kasih,” jawab Shezy dengan lemah lembut. Gadis cantik tidak mempunyai pilihan selain menuruti kemauan ibu mertua. Ia pun memaksakan diri untuk menjejali diri dengan makanan yang sudah disiapkan oleh Ibu.

***
“Pak Karto! Tolong bereskan taman belakang, serta lumut-lumut yang ada di tanah. Saya takut tanahnya licin, kasihan menantu saya,” perintah Bu Leonita.

“Mbak Julia, tolong sebisa mungkin antarkan makanan setiap Shezy menginginkannya. Dia todak boleh naik-turun tangga. Paham?”

“Inggih, Bu.” Mbak Julia hanya menunduk sambil membereskan jemuran yang baru diangkat.

Setiap jam makan, Mbak Julia mengantarkan makanan ke kamar Shezy. Pertama, Mbak Julia mengantar semangkuk bubur kacang hijau untuk menu sarapan, ditambah segelas susu coklat hangat. Shezy tidak berselera, ia hanya memasukkan makanan sedikit, kemudian memuntahkannya.

Berikutnya, Mbak Julia membawakan makanan kesukaan Shezy, steak daging yang dipesan dari restoran favorit, pun tidak berhasil mengalahkan rasa mual di perut wanita yang sedang mengalami hyperemesis.

“Bagaimana keadaan Shezy? Apa dia mau makan?” tanya Bu Leonita.

“Maaf, Bu. Tapi Mbak Shezy masih menolak untuk makan,” keluh Mbak Julia.

“Kira-kira bagaimana, yah, Mbak? Ada saran?”

“Em, saya kurang faham, Bu. Saya belum pernah hamil. Tapi, saya akan berusaha membujuk Mbak Shezy.”

Setiap pulang kerja, Pasha juga membawakan sejumlah buah-buahan segar, mulai dari anggur, apel, pir, dan melon. Shezy hanya melumat makanan sedikit, lagi-lagi ia tidak dapat mengendalikan rasa mual yang berlebihan. Semakin hari, tubuhnya semakin  kurus dan lemah.

“Saya ingin makan sesuatu, Mbak,” pinta Shezy saat Mbak Julia mengantarkan semangkuk bubur sumsum untuk makan malam.

“Apa, Mbak Shezy?”

“Saya pengin jambu air yang segar.”

“Malam-malam begini?” tanya Mbak Julia.

“Iya, Mbak. Please.”

Merasa tidak tega, Mbak Julia terpaksa mencarikan buah jambu air. Buah ini tergolong sulit dicari, apalagi di malam hari. Dengan ditemani oleh Pak Karto, wanita berambut ikal pergi ke pasar mencari buah yang dimaksud, meskipun hari sudah sangat malam ditambah gerimis kecil mulai turun.

Setengah jam kemudian, Mbak Julia pulang dengan tubuh yang basah akibat kehujanan. Belakangan ini kota Malang memang sering turun hujan.

“Aduh, Mbak kehujanan, ya?” tanya Bu Leonita.

Mbak Julia hanya mengangguk, kemudian mempercepat langkahnya menuju kamar pembantu. Bu Leonita segera menuju kamar atas untuk mengantarkan jambu air yang diinginkan Shezy.

“Ini, Nduk. Harus kamu habiskan jambunya. Kasihan janin kamu kalau kamu lemah begitu,” titah Bu Leonita.
Pasha membersihkan jambu yang sedikit basah akibat air hujan.

“Kasihan, Mbak Julia, kehujanan mencari buah ini, Nduk,” tambah Ibu.

“Maaf, aku merepotkan,” ucap Shezy yang berwajah pucat. Ia mencicipi buah jambu segar hingga beberapa buah.

Tok … tok … tok …

Suara Mbak Julia mengetuk sambil berdiri di ambang pintu yang terbuka.

“Ada apa, Mbak?” tanya Pasha.

“Maaf, Pak. Sa-saya .. saya enggak dapat jambunya.”

“Maksudnya?” tanya Bu Leonita heran.

“Jambunya habis, Bu. Enggak ada di mana-mana. Saya sudah mencari ke mana-mana.” Raut wajah Mbak Julia tampak sangat kecewa.

“Loh. Ini kan Mbak sudah bawa jambunya. Maksudnya bagaimana?” tanya Pasha makin heran.”

“Bawa jambu? Siapa? Saya baru sampai, Pak.”

Shezy yang sedang menikmati jambu, mendadak lemas mendengar ucapan Mbak Julia. Seketika ingatannya melayang pada kejadian yang telah lalu.

***
Bersambung

The Secret of JuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang