Shezy sangat bersemangat untuk berbelanja bersama Pasha. Ia mencatat beberapa bahan yang akan dibeli. Mulai dari ayam, cabai, bawang merah dan bawang putih, beberapa rempah, ikan dan daging, telur. Semua dibeli untuk persediaan di kulkas.
"Kanda, apa di sini enggak ada supermarket?"
"Ada, tapi pasar lebih dekat. Kamu harus tahu pasar terdekat. Mulai sekarang kamu harus rajin masak, ya."
"Tapi becek, Kanda!" Raut wajah Shezy tampak sedikit kecewa.
"Aduh, duuh. Tuan puteri gitu amat, sih! Nanti gantian kita cari supermarket, ya. Kita beli keperluan lain untuk sebulan."
"Iyaa, iyaa." Shezy mengerucutkan bibirnya yang imut.
Perjalanan dari rumah menuju pasar hanya sekitar dua kilometer saja. Pasha dan Shezy berangkat dan kembali menggunakan motor antik milik almarhum ayah.
Sesampainya di rumah, mereka membuka plastik belanja dan bersiap untuk masak makan malam.
"Kanda, aku harus ngapain?" tanya Shezy bingung. Gadis itu kemudian membuka jendela dapur dan melihat suasana sore hari yang sejuk di rumah yang baru dihuni.
Dari dapur terdapat dua letak jendela. Pertama, jendela ke arah taman. Kedua, jendela ke arah samping rumah. Dari jendela samping bisa terlihat sebuah pintu rahasia yang ada di sebelah kanan.
"Kamu cuci bersih ayamnya, terus kupas bumbunya, ya. Bawang merah lima butir, bawang putih tiga butir, kemiri, kunyit, lengkuas, jahe, daun salam dan batang sereh," titah Pasha sambil mengiris brokoli untuk membuat capcay. Jarinya sangat lihai dalam memotong sayuran beserta bumbunya.
"Kemiri itu yang kayak gimana, Kanda?" tanya Shezy polos.
"Haduh, Sayang ... yang ini, Sayang," jawab Pasha sambil menunjukkan beberapa butir kemiri, "kalau ini namanya kunyit, ini lengkuas, dan ini jahe." Pasha lanjut memotong jamur dan sosis untuk membuat capcay.
"Hehehe, Baiklah. Maaf, ya. Aku akan berusaha," sahut Shezy sambil mengecup pipi Pasha.
Adegan memasak menjadi romantis meskipun Shezy tidak pandai memasak. Gadis bermata indah itu memang pandai menyenangkan hati suami.
***
Azan Magrib berkumandang saat masakan telah selesai dihidangkan."Alhamdulillah, jadi juga opor ayamnya," ucap Shezy sumringah. Kita salat dulu, atau makan dulu?" tanya Shezy.
"Karena aku sangat lapar, kita makan dulu, yuk," ajak Pasha.
"Bukannya enggak boleh menunda salat?"
"Ada hadis yang meriwayatkan, apabila masakan telah dihidangkan, sementara waktu salat siap ditegakkan, maka makanlah dahulu," jawab Pasha tegas.
"Ooh, begitu. Aku belum yakin," sahut Shezy sambil mengangkat kedua bahunya.
"Aku belum selesai. Tapi ... itu jika kamu benar-benar lapar, sementara waktu salat masih senggang. Karena khawatir salat tidak khusyuk karena lapar. Namun sebaliknya, jika waktu salat sudah hampir habis, maka dahulukan salat. Tidak ada toleransi."
"Jadi, sesuai keadaan, ya?" tanya Shezy lagi.
"Iya. Begitulah. Intinya, salat itu tetap yang utama. Ayo kita makan, jangan lama-lama. Em, masakan kamu enak, Sayang!"
"Terima kasih, sudah mengajariku sehingga masakan ini penuh cinta." Wajah Shezy terlihat bersemu merah.
***
Suasana malam menjadi sangat dingin ketika suara petir menyambut hujan deras yang turun sejak pukul delapan malam.Shezy bersandar di ranjang baru, dengan sprei rumbai putih bermotif bunga mawar pink. Gadis cantik itu telah selesai mandi dan memakai gaun tidur warna maroon berbahan satin. Ia mengajak Pasha bercerita tentang masa kecilnya di rumah tua ini.
"Dulu, kedua orang tuaku bilang, aku adalah anak yang sangat dinantikan. Ibu dan ayah menunggu hadirnya anak dalam waktu yang lama. Tapi, bukan berarti hidupku selalu dimanja. Justru ayah mendidik aku menjadi lelaki yang mandiri. Ayah sangat baik. Aku juga sering minta adik, tapi tak kunjung hadir. Hahaha ..." Pasha terkekeh. Lelaki berwajah manis dan tampan itu mengusap pipi lembut Shezy.
"Kita sama, aku pun tidak punya adik," jawab Shezy.
Darrr!!!!
Suara petir menggelegar, membuat Shezy ketakutan. Ia memeluk erat tubuh suaminya. "Kanda, aku takut,"ucapnya."Tenang, Sayang. Ada aku," jawab Pasha sambil mendekap erat tubuh Shezy.
Suasana menakutkan menjadi romantis dan menghangat, sehangat cinta dua kaum muda yang sedang dimabuk asmara. Ini adalah hujan pertama di bulan Juni, bulan kelahiran Shezy. Mereka bersatu dalam suasana malam yang paling romantis sebagai suami istri, hingga terlelap.
***
Pukul dua belas malam, Shezy terbangun. Samar terdengar suara bayi menangis dari lantai bawah."Bayi? Kenapa ada suara bayi?" gumam Shezy perlahan. Ditengoknya wajah Pasha yang sedang tidur lelap.
Shezy turun dari ranjang, kemudian keluar dari kamar. Dipakainya sebuah outer satin penutup gaun tidur tanpa lengan. Ia perlahan turun, mencari sumber suara tangis bayi di malam hari. Satu persatu anak tangga yang tersusun melingkar ditapaki.
Langkahnya terhenti pada kamar di lantai satu. Suasana di ruang tamu sangat gelap. Malam tadi, Pasha mematikan seluruh lampu sebelum mereka naik ke atas kamar.
Shezy mendekati sebuah piano berwarna hitam, kemudian mendekat ke pintu kamar yang dahulu milik ayah Pasha. Semakin lama, suara tangis bayi semakin terdengar kencang.
Kreeek ...
Shezy membuka pintu dan menyalakan lampu kamar. Pandangannya terkejut ketika melihat seorang wanita yang duduk di ranjang membelakanginya. Rambut wanita itu panjang terurai, menjuntai hingga ke lantai. Bajunya panjang berwarna putih kotor.Shezy berteriak sekencangnya, kaki lemas tidak bertenaga saat sosok wanita itu menoleh ke arahnya dengan sorot mata tajam. Di tangannya sedang menangis seorang bayi. Wajah wanita yang hampir rusak dan kering berwarna hitam, membuat tenaga Shezy seolah tersedot hingga lemas.
Bruk ...
Tubuh Shezy terjatuh tepat di depan kamar di lantai satu.***
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret of June
TerrorSepasang pengantin baru, Pasha dan istrinya Shezy menempati sebuah rumah tua peninggalan mendiang sang ayah. Sejak tiba di sana, hawa mistis mulai menyentuh. Ada satu ruang di bawah tanah yang paling membuat penasaran, tetapi sangat dilarang untuk d...