PART 5. Ibu Mertua

179 26 2
                                    

Para tamu undangan berkumpul di ruang tamu, membentuk lingkaran untuk turut serta membacakan doa-doa yang dipimpin oleh Ustaz Ridwan.

Bu Leonita sibuk berdandan habis-habisan agar terlihat paling cantik. Ia menggunakan kaftan berwarna hitam yang diberikan oleh sang suami ketika pulang ke tanah Arab. Riasan make up tebal menutupi wajah wanita berusia kurang lebih lima puluh tahun, menjadi lebih muda dari seharusnya.

Bu Leonita memang seorang ibu sosialita, yang kerap bepergian bersama ibu-ibu lainnya. Dengan kekayaan yang dimiliki, ia berusaha keras mempercantik diri agar selalu terlihat muda. Selesai memoles wajah, wanita  yang terlihat awet muda memakai sebuah pashmina berwarna gold, dengan tetap memperlihatkan rambut pirangnya.

“Selamat datang, Pak Ustaz. Perkenalkan, saya ini ibunya Pasha, Loh,” ucap Bu Leonita sambil tersenyum manis kepada ustaz yang sedang berbincang dengan anak dan suaminya.

Haadzihii zaujatii, ustaaz,” ucap Pak Ahmed—papa tiri Pasha.

Na’am, Assalaamu’alaikum.” Ustaz Ridwan menangkupkan kedua telapak tangan.

Acara doa bersama pun di mulai, sementara Shezy sibuk mempersiapkan makanan di belakang bersama asisten baru.

“Mbak Julia, sudah berapa lama bekerja?” tanya Shezy mencairkan suasana sebab sang asisten hanya banyak diam.

“Dua tahun, Nyonya,” jawabnya singkat sambil memasukkan box nasi ke dalam kresek putih untuk dibagikan.

“Wah, sudah cukup pengalamannya. Jangan panggil Nyonya, ah. Kayaknya saya lebih muda,” jawab Shezy tertawa. “Panggil saya Mbak, saja,” lanjutnya.

Inggih, Mbak.”

“Kalau begitu, saya panggil Mbak Lia saja, ya? Boleh?” tanya Shezy hangat.

Inggih.”

Sikap Julia, asisten baru yang pendiam ini justru membuat Shezy merasa penasaran. Diperhatikannya wajah sang asisten yang sedikit sekali tersenyum. Ia pun menuju ruang tamu untuk berkumpul bersama para undangan.

Acara berlangsung dengan khidmat. Ustaz Ridwan memberikan tausiyah kepada para undangan agar rajin ke masjid sambil membacakan dua ayat pendukung.

Pertama, surat An-Nuur ayat 36 yang berbunyi, “Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan petang.”

Kedua, ia menambahkan dalam surat Taubah ayat 18 yang berbunyi, “Hanyalah yang memakmurkan masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian.”

Pasha menyimak tausiyah dengan sangat khusyuk sambil sesekali menganggukkan kepala, tanda setuju terhadap apa yang disampaikan oleh sang ustaz. Salah seorang bapak yang berada di sampingnya memberi tahu bahwa letak masjid dari rumah itu lumayan jauh. Ia harus menempuh jarak sekitar dua ratus meter.

“Nduk, tolong si Mbak suruh keluarkan bingkisan untuk para tamu, sekarang. Sepertinya mereka akan segera pulang,” titah Bu Leonita kepada Shezy.

“Baik, Bu,” jawab Shezy sambil berdiri.

Mbak Julia membagikan bingkisan nasi kotak kepada para tamu. Shezy memberikan parsel buah, lima box nasi kotak dan amplop kepada sang suami untuk diberikan kepada Ustaz Ridwan.

“Kalau parsel, biar Ibu saja yang berikan. Sudah kamu sana, antar tamu-tamu yang keluar!”

“Baik, Bu.” Shezy pun mengantar para undangan ke depan rumah dan menyaksikan hari mulai gelap.

***

“Mbak …! Sudah selesai semua? Jangan lupa, lantainya harus benar-benar bersih, ya!” titah Bu Leonita.

“Sedikit lagi, Bu,” ucap Mbak Julia sambil menunduk.

“Kalo kerja sama keluarga saya, harus gesit. Jangan klemar-klemer begitu!”

“Sini aku bantu, Mbak,” ucap Shezy sambil mengambil gagang pel yang dipegang Mbak Julia.

“Heh, kamu lagi. Jangan sok-sok rajin! Nanti kamu sakit, pingsan, terus siapa yang repot?”

Wajah Shezy mendadak merah menahan malu, karena dimarahi didepan asisten baru. Mata indahnya sedikit berembun. Gadis itu pun segera berlari ke kamar. Sang ibu mertua memandang heran ke arah menantu perempuan satu-satunya.

***
“Bunda …” ucap Shezy lirih sambil menutup wajahnya dengan bantal.

“Loh, Permaisuriku kenapa?” tanya Pasha yang baru masuk kamar.

“Kandaa …” Shezy menangis di hadapan sang suami. “Kapan Ibu pulang?”

“Ada apa dengan Ibu?”

“Ibu memarahi aku di depan Mbak Julia. Aku maluuu, aku enggak terima!”

“Ya Allah, aku kira apa. Udah lah, masalah sepele. Ibu memang begitu, sedikit keras. Tapi sebenarnya, dia sangat penyayang.” Pasha mengusap air mata di pipi sang istri.

Shezy masih kesal. Ia justru membandingkan sang ibu mertua dengan bunda di rumah. Aku kangen Bunda.

***
Hujan lebat kembali mengguyur bumi. Pasha dan Shezy sedang asik berbincang di kamar. Sementara Bu Leonita dan sang suami sibuk berkemas baju untuk pulang esok pagi.

Mbak Julia beristirahat di kamar pembantu yang terletak di dekat ruang mencuci. Tubuhnya lelah setelah seharian membereskan rumah sebesar dua lantai.

Mbak Julia hampir saja memejamkan mata akibat kelelahan, saat samar-samar terdengar suara tangisan bayi dari arah luar. Ia tersentak memastikan itu bukanlah mimpi belaka. Wanita bertubuh tinggi bangkit dari tidurnya, lalu berjalan perlahan. Dibukanya pintu belakang, perlahan-lahan meskipun hujan deras.

Dia berjalan sambil memegang payung menuju sumber suara di belakang dapur. Pelan, namun pasti ia berada di depan sebuah pintu teralis yang terkunci.

“Sedang apa kamu di sini?” ucapan seorang wanita mengagetkan Mbak Julia. Dia gugup tidak dapat menjawab pertanyaan Bu Leonita.

“Sa .. sayaa …”

“Masuk sana! Jangan dekati pintu ini!”

***
Bersambung

The Secret of JuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang