Part 10. Sepenggal Kisah Masa Lalu

220 27 4
                                    

“Ayah … ayah … aku rindu,” ucap Pasha lirih. Pasha kecil berlari mengejar sang ayah yang sedang memainkan piano.

Ayah hanya tersenyum. Pasha menghampiri dan memeluknya. Jari-jari lelaki lemah lembut menyentuh tuts piano sambil memainkan lagu-lagu klasik. 

“Ayah sudah kembali?”

“Ayah selalu ada di sini, Le. Terima kasih sudah mendoakan Ayah.”
Perlahan bulir-bulir menetes di pipi Pasha kecil. Ia memeluk sang ayah seolah tidak ingin jauh lagi.

“Apapun yang terjadi, jadilah anak berbakti. Karena hanya anak soleh yang dapat mengantar kedua orang tua menuju surga.”

Beberapa saat kemudian, ruh Pasha kecil berjalan lagi menuju halaman depan. Tampak Papa sedang duduk di teras rumah sambil menatap ke arah taman.

“Papa sudah bahagia?” tanya Pasha lagi.

Papa hanya mengangguk pelan, kemudian berbisik, “Jaga Ibu, ya, Nak.”

Pasha memeluk tubuh sang papa, seperti memeluk sang ayah.
Ruh Pasha terus berjalan tidak kenal arah. Seolah tubuhnya tidak bisa dikendalikan oleh diri sendiri. Suasana sejak tadi begitu samar dan gelap.

Langkah kakinya terhenti pada halaman belakang. Seorang wanita seusia Ibu tengah berdiri memakai gaun putih, sambil menggendong seorang bayi.

“Kamu siapa?” tanya Pasha heran melihat wanita yang benar-benar belum dikenalnya.

Wanita itu terus berjalan, membimbing Pasha untuk ikut dengannya. Ia berjalan menuju sebuah pintu. Pasha tidak dapat mengendalikan kakinya untuk melangkah. Suasana masih gelap, menyeramkan.

Wanita berambut panjang mendorong tubuh Pasha hingga terjerembab. Bocah itu berteriak, “Ayaah … tolong akuu … Ayah …!”

Sementara itu, bayi yang ada di dalam gendongan wanita ikut menangis.
Pasha kembali berteriak, “Ayaah … tolong …!”

Suasana gelap menjadi terang seketika. Pasha membuka matanya kemudian beristighfar.

Pandangannya terhenti pada jam dinding yang menunjukkan pukul dua belas malam. “Ternyata aku mimpi. Mungkin Ayah dan Papa kangen,” gumam Pasha.

Lelaki berbakti kemudian membaca surat Al-Fatihah. Ingatannya kembali pada suasana belasan tahun lalu. saat itu, Pasha, Ayah dan Ibu sedang asik jalan-jalan ke Taman Selecta.

Mereka asik berfoto-foto di tengah hamparan bunga. Selain itu Pasha dan sang ayah mencoba berbagai macam wahana permainan yang ada. Ia tidak menyangka, hari itu terakhir kalinya mereka pergi bersama.

Keesokan harinya, hal buruk terjadi. Saat itu Pasha baru pulang sekolah. Ia menghampiri sang ayah yang sedang bermain piano. Pasha mendekat dan memeluk Ayah. Tiba-tiba lelaki berusia empat puluh tahun memegang dadanya kesakitan.

“Ayah, kenapa?” tanya Pasha kecil panik.

“Sakit … dada Ayah sakit,” jawab Ayah sambil meringis.

“Ibu … tolong, Buu!” teriak Pasha hingga beberapa kali, tetapi suasana sepi.

Pasha kecil memapah ayahnya menuju kamar, setelah itu Ayahnya hanya diam, tidak bicara apa-apa-apa lagi.

“Ayah, bangun, Yah!” teriak Pasha sambil menggoncang-goncangkan tubuh Ayah.

Pasha berlari mencari bantuan, hingga beberapa saat Ibu datang. Wanita yang baru saja pulang setelah berbelanja itu menjatuhkan paper bag yang dibawanya dari butik ternama, ketika melihat Pasha menangis ketakutan.

“Ada apa, Le?”

“Ayah … Ayah enggak bangun, Bu,” ucap Pasha menangis.

Ibu segera berlari melihat keadaan suaminya. “Kangmas … bangun!” teriak Ibu. Ia mengusap wajah Ayah yang pucat dan dingin.

Pasha menceritakan awal mula kejadian sebelum sang ayah meringis kesakitan.

Ibu masih penasaran. Dipanggilnya dokter pribadi untuk memastikan keadaan suami tercinta.

“Pasien sudah meninggal, perkiraan satu jam yang lalu,” ucap seorang dokter.

“Ya Allaaah, Kangmas …” Ibu berteriak, kemudian menangis.

Sementara Pasha masih merasa shock atas kejadian yang baru saja dialami. Begitu cepat Ayah pergi, di saat mereka baru saja mendengar lagu klasik dimainkan dalam irama piano.

Bulir-bulir menetes di pipi Pasha yang terjebak dalam ingatan masa lalu. Ia pun segera sadar, dan membuka layar gawai yang menunjukkan ada dua puluh panggilan tak terjawab dari Shezy dan Ibu.

Segera ia bangkit dari ranjang dan berkemas untuk berangkat kembali menemui istri di rumah sakit. “Shezy pasti marah, aku benar-benar mengantuk,” ucapnya sambil memakai jaket.

Lelaki beralis tebal turun melalui anak tangga yang berbentuk melingkar. Langkah kaki tergesa-gesa membayangkan wajah istri yang sedang sakit. Tiba-tiba, samar-samar terdengar suara wanita yang sedang menangis.

Pasha mencari sumber suara, perlahan-lahan. Ia berjalan menuju dapur, suara itu makin terdengar kencang. Netranya mencari ke sekeliling, tidak ada siapa-siapa. Pasha berbalik, melewati kamar Mbak Julia.

Wanita berparas cantik keluar dari kamarnya dengan rambut panjang terurai. “Bapak, mau ke mana?” tanya Mbak Julia dari depan pintu.

“Oh, Mbak Julia mengagetkan saja. Saya kira sudah tertidur,” jawab Pasha canggung.

“Saya tidak bisa tidur, Pak,” jawab Mbak Julia sambil memainkan jari-jarinya yang panjang.

“Lo, kenapa? Apa Mbak Julia yang menangis?”

Wajah Mbak Julia mendadak berubah. Wanita itu menunduk seperti biasa. Perlahan-lahan ia menangis. “Sa .. saya .. saya …”

“Ada apa, Mbak? Coba katakan.”

“Bapak janji, jangan marah.” Mbak Julia melangkah, mendekat.

“Baiklah, cepat katakan!”

“Saya … jatuh cinta pada Bapak.”

“Apa? Apa kamu sudah gila?”

Mendengar itu, Mbak Julia semakin menangis. Pasha segera pergi meninggalkan Mbak Julia.

Namun, tanpa disangka, wanita itu justru mengejar dan menghambur ke pelukan Pasha. Ia menahan Pasha agar tidak pergi.

“Jangan pergi, Pak!” ucapnya datar.

Pasha merasa semakin kesal, dia mendorong tubuh Mbak Julia secara Paksa. “Cukup, Julia! Kamu keterlaluan!”

***
Bersambung

Terima kasih atas kesediaannya membaca dan memberi vote. InsyaAllah kelanjutannya akan segera tayang di E-Book yaa.

Tunggu info kelanjutannya.
♥️♥️

The Secret of JuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang